|| Part 14 ||
Happy Reading ✨
“Chika, kamu kenapa beres-beres baju kamu?” tanya Fira. Begitu ia masuk ke dalam kamarnya, ia terkejut ketika mendapati Chika tengah mengemas semua pakaiannya.
Chika menghentikan aktivitasnya. Ia menoleh kepada Fira, kemudian menghela napasnya. "Maaf, Kak. Aku harus pulang hari ini. Tadi aku ditelepon sama mama, katanya papa lagi sakit. Jadi, aku harus pulang.”
“Papa kamu sakit? Titipin salam ya dari Kakak, semoga om Tama cepat sembuh.”
Chika mengangguk. Gadis itu lalu menarik resleting kopernya. “Kalau gitu, aku pamit dulu ya, Kak.”
Fira tersenyum, kemudian memeluk sepupunya itu. “Kamu pulang pakai apa?”
“Chika udah sewa ojek online, Kak. Jadi, nanti Chika pakai ojek online ke terminal, baru pulang pakai bus.”
“Hati-hati ya, Chika. Maaf, kalau rencana kamu mau datang berkunjung ke rumah Kakak, jadinya malah gini, kamu juga kena imbas dari permasalahan kakak. Kakak mohon, jangan ceritakan masalah ini kepada papa dan mama kamu. Kakak gak mau sampai mereka khawatir.”
Chika berjanji kepada Fira, untuk tidak memberitahukan masalah itu kepada kedua orang tuanya. Setelah berpelukan, Fira membantu menarik koper Chika. Saat ini, Chika ingin menemui Sella, untuk berpamitan.
“Tante Sella,” panggil Chika.
Sella yang tengah menyiram tanaman di kebun belakang, menoleh. “Eh, Chika dan Fira. Ada apa, Sayang?”
“Chika mau pamit sama Tante, Chika mau pulang ke Bogor.”
“Loh, kok buru-buru pulangnya?”
“Iya, Tan. Papanya Chika sakit, tadi baru dikasi tahu sama mama. Jadi, Chika harus pulang.”
Sella mengangguk. “Semoga papa kamu cepat sembuh, ya.”
“Terima kasih, Tan.”
“Oh iya, kamu pulang sama siapa? Sama Fira?”
Chika menggeleng. “Chika pakai ojek online aja, Tan. Setelah sampai di terminal baru pakai bus.”
“Oh gitu, ya udah, kamu hati-hati, ya.”
Sella memeluk Chika, kemudian mengelus puncak kepala gadis itu.
“Terima kasih ya, Tan, udah mau terima aku di sini untuk beberapa hari.”
“Sama-sama, Sayang. Lain kali, kalau sempat, datang ke sini lagi, ya,” ujar Sella tersenyum ramah. Chika mengangguk. Jika nanti ia datang mengunjungi Fira lagi, pasti ia juga akan mengunjungi rumah tante Sella. Selama beberapa hari ini, tante Sella sudah baik dengannya dan Fira.
■■■
Sepulang kerja dari kafe, Fira membantu Sella untuk menyiapkan makan malam. Mereka tidak memasak banyak. Hanya porsi yang cukup dimakan oleh 4 orang saja. 4 orang itu adalah Sella, Eriko, Fira, dan satpam yang bekerja di rumah Sella. Sella memang tidak memanggil asisten rumah tangga di rumahnya, karena ia merasa bahwa ia mampu untuk sekadar mengurus 1 rumah saja. Sementara, Prasetya—suami dari Sella, sekaligus ayah dari Eriko itu tengah berada di luar negeri, untuk mengurus perusahaannya yang bergerak di bidang tekstil itu.
Ternyata, kesuksesan Eriko juga didukung oleh kedua orang tuanya. Jika Prasetya adalah seorang pemilik dari berbagai jenis perusahaan yang kini sudah meluas ke luar negeri, maka Sella adalah seorang designer terkenal. Akan tetapi, itu dulu. Semenjak Sella menikah dengan Prasetya, suaminya itu melarangnya bekerja lagi. Oleh karena itu, Sella kini hanya fokus mengurus rumahnya, serta merawat suami dan anaknya.
“Makanannya udah jadi semua ya, Fir. Tante yakin deh, Eriko pasti suka.”
Fira mengangguk menanggapi ucapan Sella. “Fira juga yakin, Tan. Makanannya itu menggugah selera banget, pasti Eriko suka.”
Keduanya mulai sibuk memindahkan makanan dari dapur, menuju ruang makan. Fira membantu Sella menata beberapa jenis makanan itu, sehingga meja yang awalnya kosong, menjadi terlihat begitu menarik ketika ditaruh makanan itu.
Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Mungkin, sebentar lagi, Eriko akan pulang. Sella dan Fira sudah siap di meja makan, menunggu kepulangan Eriko.
“Kita ini sudah seperti mama dan istri yang lagi nunggu Eriko pulang, ya,” canda Sella di sela-sela keheningan mereka.
Fira hanya terkekeh kecil. Ia bingung harus menanggapi seperti apa. Masalahnya barusan, Sella mengandaikan mereka seperti mama dan istri. Mama yang dimaksud berarti Sella, dan istri yang dimaksud Sella adalah Fira. Betul, kan?
Akan tetapi, mengapa rasanya seperti Fira tengah berhalusinasi saat ini? Diam-diam, ia tersenyum kecil mengingat perumpamaan dari Sella tersebut.
‘Seandainya, aku menjadi istri Eriko, pasti beruntung banget, mempunyai suami sebaik Eriko, dan mertua seperti tante Sella.’
Fira yang tersadar segera merutuki pikirannya. Ia tidak boleh memikirkan hal seperti itu. Yang terpenting sekarang ialah ia harus fokus menyelesaikan skripsinya.
‘Fir, jangan pikir yang aneh-aneh, please.’
“Selamat malam.”
Suara khas yang begitu Fira hafal terdengar. Fira sontak menoleh, dan mendapati lelaki yang sedari tadi ditunggunya itu akhirnya sudah pulang. Wajah Eriko tampak lelah. Bagi Fira, itu cukup wajar, mengingat selama seharian Eriko harus mengurus perusahaannya itu.
“Selamat malam juga, Sayang,” sapa Sella sembari mengecup kening anak satu-satunya itu.
“Selamat malam juga, Eriko.”
“Wah, makanannya sungguh menggugah selera,” puji Eriko. “Ini siapa yang masak? Mama, ya?”
Sella tersenyum. “Mama yang masak, dibantu oleh Fira.”
“Oh ….” Eriko segera mengambil sesendok nasi ke piringnya. Setelah itu, ia mengambil beberapa jenis sayur dan lauk pauk yang ada di atas meja, ke atas piringnya, untuk menemani nasi putih itu.
“Kamu harus cobain rending buatan Fira. Ini resep baru yang pernah mama ketahui, dan rasanya benar-benar enak banget pas mama cicipi tadi.” Sella mengambilkan rending, dengan kuahnya lalu ditumpahkan di atas nasi Eriko.
“Tante bisa aja deh,” ujar Fira malu. Menurutnya, cita rasa dari rendangnya itu biasa saja. Nyaris sama dengan rasa rendang yang ada di warung nasi padang. Rasa-rasanya, Sella terlalu memujinya.
“Tapi emang beneran, Fir. Rendang kamu itu enak banget. Coba kita tanyain sama Eriko, ya. Eriko, gimana rasa rendangnya Fira?” tanya Sella kepada Eriko.
Eriko mengunyah habis makanan yang ada di mulutnya, kemudian lelaki itu mengangkat kedua jempolnya. “Enak banget. Benar kata mama, ini itu rendang paling enak yang pernah aku makan. Kamu emang jago masak ya, Fir.”
Fira hanya bisa mengucapkan terima kasih atas pujian dari Eriko. Ada sedikit terselip bahagia di hatinya, kala mendengar pujian Eriko atas masakannya.
“Udah cocok jadi istri kamu belum, Eriko?”
Pertanyaan Sella membuat Eriko tersedak. Lelaki itu dengan segera meneguk habis air yang ada di gelasnya.
“Mama kenapa tanyanya begitu?” tanya Eriko balik.
Sella tersenyum. “Ya, wajar dong kalau mama tanya begitu. Usia kamu udah 26 tahun, bahkan tinggal beberapa bulan lagi udah 27 tahun. Usia yang udah matang untuk membentuk sebuah keluarga.”
Eriko menghela napasnya. “Ma, udah, jangan bahas lagi. Kita lagi makan,” ujar Eriko lembut.
“Ah, kamu selalu begitu setiap mama bahas hal ini.”
Fira yang mendengar perbincangan antara mama dan anaknya itu hanya bisa terdiam. Terkadang, ia iri dengan Eriko. Lelaki itu masih mempunyai orang tua yang lengkap. Tidak seperti Fira.
Tidak akan ada lagi, papa ataupun mama yang cerewet menanyai setiap hal mengenai dirinya. Keduanya sudah tenang di alam sana.
‘Ma, Pa, Fira kangen.’
━━━┅┅☆★☆┅┅━━━
Ketika kamu masih memiliki orang tua yang lengkap, bersyukurlah. Ketika kamu masih mendengar beberapa nasihat dari orang tua, dengarkanlah. Tidak semua orang seberuntung kamu untuk bisa hidup dengan orang tua yang lengkap, maka bersyukurlah.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro