Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

|| Part 1 ||

Happy Reading✨

"Fir, aku duluan ya, mau jemput adikku dulu nih. Nanti aku kayaknya agak telat ke kafe, tolong izinin ke bu Marta ya."

Gadis yang dipanggil Fira itu mengangguk kecil, kemudian mengacungkan kedua jempolnya kepada sahabatnya itu. "Siap, Let."

Sepeninggal sahabatnya, Fira segera memasukkan buku binder berwarna birunya ke dalam tas. Fira lalu menyampirkan tas ranselnya ke bahunya. Gadis itu tak lupa menutup pintu kelasnya, mengingat dirinyalah yang terakhir keluar dari kelas.

Fira melewati koridor kelas yang rata-rata masih terisi penuh oleh para mahasiswa dan mahasiswi. Tak lupa dengan dosen garang yang berdiri di depan mereka sambil menyampaikan materi perkuliahan.

Fira menghembuskan napasnya, rasanya waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa, sudah genap 1 lustrum semenjak kepergian kedua orang tuanya. Cairan bening menetes jatuh mengenai sweater yang dikenakan oleh Fira. Begitulah yang akan terjadi, bila gadis itu mengingat perihal kedua orang tuanya.

Fira berjalan menuju parkiran kampus yang luasnya melebihi luas lapangan sepak bola, bahkan bila dihitung mencapai 2 kali lipat lapangan tersebut. Ketika melihat kampusnya yang berdiri begitu kokoh, Fira selalu teringat dengan perjuangannya selama 5 tahun terakhir dalam bekerja. Gadis itu banting tulang, untuk bisa menghidupi dirinya sendiri, serta untuk membiayai kuliahnya untuk beberapa tahun ke depan. Setidaknya, beasiswa yang diperolehnya dapat meringankan sedikit beban keuangannya.

Fira mengenakan helm ke kepalanya, kemudian mulai menyalakan mesin motor matic tuanya. Tujuannya sekarang bukanlah pulang ke rumah, melainkan ke Kafe Blossom, tempatnya mencari puing-puing rupiah saat ini.

Tak butuh waktu lama, Fira sudah tiba di kafe tersebut. Ia memarkirkan motornya di tempat yang telah disediakan khusus untuk para pegawai.

"Selamat siang, Mbak Della," sapa Fira ramah kepada pegawai kafe tersebut yang beberapa tahun lebih tua darinya. Della tersenyum ramah kemudian membalas sapaan dari Fira.

"Aku ganti baju dulu ya, Mbak." Fira segera berjalan melewati Della. Gadis itu melangkah menuju loker dan mencari lokernya untuk mengambil baju seragam kafe. Setelah berganti baju, gadis itu keluar dan menggantikan posisi Della yang bertugas di meja kasir.

"Aku pulang duluan ya, Fir. Semangat kerjanya!" Mbak Della memberi semangat.

"Terima kasih ya, Mbak. Hati-hati pulangnya."

Seperti itulah kegiatan Fira sepulang dari kuliah, ia tidak sempat lagi pulang ke rumah untuk beristirahat sejenak. Jadwal kuliahnya yang padat, membuatnya datang ke kafe pada waktu yang berhimpitan. Jika Fira egois dengan pulang ke rumah terlebih dahulu, maka sudah dipastikan ia akan sangat terlambat datang bekerja.

"Wah, udah sibuk aja nih," ucap Leta yang baru datang. Fira yang terlihat tengah sibuk menghitung total belanjaan dan menerima uang pembayaran dari pelanggan hanya membalasnya dengan senyuman.

"Udah datang, Let?" tanya Fira yang sudah tidak melayani pelanggan. Leta mengangguk kecil.

"Tadi kamu udah bilang ke bu Marta soal izin aku, kan?"

"Udah dong, Let. Oh iya, kamu tolong jagain kasir bentar, ya. Aku tadi dipanggil sama Bu Marta, mau ke ruangannya sebentar."

"Oke siap, Fir. Tanda-tanda mau gajian nih," ledek Leta. Fira hanya terkekeh kecil menanggapi ucapan Leta.

Gadis itu berjalan menaiki setiap anak tangga, kemudian melangkahkan kakinya menuju ruangan besar yang ada di sudut kiri koridor.

Tok ... tok ... tok ....

"Silakan masuk," jawab seseorang dari dalam ruangan. Dengan perlahan, Fira memutar knop pintu yang terbuat dari kayu jati itu.

"Selamat siang, Bu."

"Iya, Fira, silakan duduk," ucap Bu Marta mempersilakan.

"Terima kasih, Bu."

"Ini, gaji kamu untuk bulan ini," ucap Bu Marta sembari menyodorkan sebuah amplop berwarna putih kepada Fira.

"Terima kasih, Bu." Fira lalu membuka amplop tersebut. Bukannya bermaksud tidak sopan, hanya saja Bu Marta— pemilik kafe tersebut selalu meminta setiap karyawannya untuk mengecek jumlah uang yang diberikan, apakah sudah sesuai dengan kesepakatan di awal sebelum bekerja, atau tidak.

"Maaf, Bu, kenapa jumlahnya lebih banyak dari biasanya, ya?" tanya Fira.

Bu Marta tersenyum kecil. "Itu bonus untuk kamu, Fira. Selama sebulan ini saya benar-benar melihat adanya peningkatan pada kinerja kerja kamu, jadi saya tambahkan bonus untuk kamu."

Kedua bola mata Fira berbinar. "Wah, terima kasih banyak ya. Bu. Saya berjanji, saya akan meningkatkan kinerja kerja saya terus, Bu. Sekali lagi, terima kasih banyak."

"Sama-sama, Fira."

■■■

Lengkungan senyum terus menghiasi wajah cantik milik seorang Zhafira Sasikirana. Hal itu membuat Leta, sahabatnya ikut mengembangkan senyumnya.

"Daritadi senyum mulu, Fir. Tebakan aku tadi pasti benar, pasti baru aja dapat gaji. Iya, kan?"

Fira tersenyum kemudian mengangguk menanggapi tebakan Leta. "Iya, Let. Kamu tahu gak apa yang jauh lebih buat aku senang?"

"Ehm, kamu mau dijodohin sama anaknya bu Marta?" tebak Leta.

"Ngawur kamu." Fira mengetukkan sebuah batangan pulpen ke kepala Leta, membuat sang empunya mengaduh kesakitan.

"Oh, salah ya. Oke, aku tebak lagi." Leta mengetukkan jarinya di atas meja. "Aha, aku tahu, kalau kamu gak dijodohin sama anaknya bu Marta, pasti kamu mau dijadiin istri kedua sama suaminya bu Marta."

Sebuah ketukan pulpen kembali mendarat di kepada Leta. "Duh, Fir, kok sekarang hobinya ngetuk kepala aku, sih?" tanya Leta mengerucutkan bibirnya.

"Habisnya, omongan kamu itu makin ngawur."

"Hehe, ampun, Fir. Aku cuma becanda kok. Oke, jadi ada gerangan apa yang membuat sahabatku ini begitu bahagia?"

"Aku dapat tambahan bonus dari bu Marta, Let," ucap Fira dengan riangnya.

"Wah, selamat ya, Fir. Aku turut senang deh dengarnya." Seolah bisa menularkan kegembiraaan, kini Leta juga tampak begitu senang atas pencapaian sahabatnya itu. Ia tahu, Bu Marta hanya akan menambahkan bonus gaji jika ia merasa kinerja kerja karyawannya itu meningkat pesat.

"Makasih ya, Let. Aku senang banget deh. Kita itu beruntung tahu punya bos sebaik bu Marta."

"Sama-sama, Fira. Udah, mending kamu mingkem dulu deh sekarang, nanti gigi kamu keburu kering tuh," ledek Leta.

"Ih, Leta, apaan sih. Mana mungkin gigi bisa kering, yang bisa kering itu cuma luka yang pernah ia ciptakan. Itupun bertahun-tahun keringnya." Fira mendramatisir.

"Elah, alay kamu."

"Alay-alay gini juga sahabat kamu. Iya, kan?" Fira berujar dengan percaya dirinya.

"Iya, deh, ululu sayangku." Leta lalu merangkul sahabatnya ke dalam pelukannya. "Berpelukan."

━━━┅┅☆★☆┅┅━━━

Bagai terkena atmosfer kegembiraan, seorang sahabat akan selalu bisa merasakan apa yang dirasakan oleh sahabatnya. Itulah makna sahabat yang sesungguhnya. Jika bahagia, bahagia bersama. Jika bersedih, bersedih bersama. Intinya ialah, sahabat yang baik tidak akan pernah meninggalkan.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro