4. Our Relationship
The Story is OnGoing ~ 4. Our Relationship
Penulis: Jafreida
Publikasi: Sabtu, 13 Februari 2021
💚💚💚
.
.
.
“Kita pacaran, Mar”
Wait, what? Aku gak salah baca pesan nih? Ardi salah bales, salah kirim pesan apa gimana nih? Dengan ragu aku membalas pesannya.
“waw. Sejak kapan?” balasku, segera ku kirim balasan itu.
Sambil menunggu balasannya, aku kembali menyibukkan diri pada setumpuk buku di depanku, mengerjakan pekerjaan rumah. Jam sudah menunjukkan pukul Sembilan lewat empat puluh menit, dimana aku biasanya sudah bergulung dengan selimut di kasur kesayanganku. Tetapi aku baru ingat ada beberapa tugas yang harus kukumpulkan besok ketika memeriksa buku pelajaran. Jadi aku masih belum tidur.
Saling kirim pesan sambil mengerjakan tugas dimalam hari sudah menjadi kebiasaan aku dan Ardi, tidak jarang juga dengan Ara. Pernah suatu malam kami-aku dan Ardi- saling chat sampai jam dua malam, demi menyiapkan ucapan ulang tahun untuk Ara. Kami bahkan punya grup chat yang berisi kami bertiga. Dan hubungan persahabatan kami memang berjalan terasa begitu cepat.
“iya, kamu ingat dua minggu lalu? Waktu kamu gabisa ikut kumpulan. Nah pas itu aku nembak dia Mar”
adalah isi pesan balasan dari Ardi setelah cukup lama aku menunggu. Tumben sekali dia balas lama tanpa meminta maaf karena ada hal yang membuatnya slow respond.
Nah sekarang aku bingung harus balas apa. Ardi baru saja memberitahukan hubungan barunya dengan Ara, mereka pacaran. Yang sebenarnya tidak mengherankan mengingat bagaimana interaksi mereka sejak awal.
Ardi itu anaknya sok playboy, menurutku. Dia suka menggombali cewek-cewek walaupun dengan niatan bercanda sih, termasuk aku dan Ara. Yang berbeda adalah tanggapan kami. Aku yang cenderung jengah dan sebal, dan Ara yang cenderung lebih menghargainya, bahkan seolah menantangnya untuk kembali menggombal.
Kata orang, persahabatan akan rusak jika hadir perasaan lebih semacam cinta tumbuh di dalamnya. Lalu, bagaimana nasib persahabatan ini? lihat saja nanti. Toh temanku juga bukan cuma mereka berdua kan?
***
Awalnya, ku pikir tidak ada yang berubah. Kami bertiga masih sering jalan bersama, makan bersama, atau sekedar ngisi PR bersama, namun lama-kelamaan aku muak juga. Melihat mereka berinteraksi lebih dekat, bahkan mulai dengan panggilan ‘sayang’ yang terdengar dari keduanya.
Aku bukan cemburu, sungguh. Selain karena aku hanya menyukai Fajar, bagiku Ardi dan Ara adalah teman baik, tempat berbagi cerita apapun. Rasanya melihat mereka terlalu sibuk berdua sampai hampir mengabaikanku kesal juga. Aku mulai merasa hanya menjadi obat nyamuk, atau si ‘yang ketiga’ jika tengah bersama mereka.
“Mar, ngapain sih masih sama mereka? Jadi setannya ya? Hahahaha sini aja lah sama kita” Meli memaksaku untuk bergabung dengannya dan si kembar, ketika aku sedang memesan bakso di kantin melewati meja mereka.
Aku menoleh ke arah mejaku, tempat dimana Ardi dan Ara sedang duduk berdua sambil cekikikan melihat layar handphone, lalu kembali menatap Meli, Andini dan Andina.
“iya. Kamu ngapain sih masih bareng aja sama mereka?” Andini ikut bersuara.
Yah, kabar jadian Ardi dan Ara memang tengah menjadi topik hangat di kelasku juga di kelas sebelah. Bagaimana tidak, mereka selalu terlihat berdua seperti ban sepeda yang tak terpisahkan kecuali saat jam pelajaran.
“bentar ya, aku bilang mereka dulu”
aku kemudian beranjak ke tempat mereka. Sebagai sahabat, aku hanya bisa mengingatkan jika mereka mulai berlebihan. Dan sejujurnya aku sangat menyayangkan persahabatan ini, dimana mereka adalah dua orang teman pertama yang dekat denganku sejak aku sekolah disini.
“udah pesen Mar? masih ada bakso nya?” Tanya Ara ketika aku sudah di hadapan mereka, aku mengangguk sebagai jawaban.
“Ar (Ara, Ardi), aku gabung sama Meli sama si kembar dulu ya. Mau bahas kerja kelompok juga nih soalnya” ucapku ragu.
“oh tugas Kewirausahaan ya?” Tanya Ardi, aku mengangguk.
“oke Mar, gapapa” jawab Ara tersenyum.
“pamit yaa, awas kalian jan nempel-nempel loh. Setannya udah setan beneran” ucapku berniat mengingatkan, namun diucapkan dengan tawa. Ardi tertawa, sedangkan Ara terlihat pura-pura kesal.
“ih apaan sih Marrr” ucapnya setengah berteriak karena aku segera menjauh dari mereka. Kembali ke tempat Meli dan si kembar.
Rasanya sedikit aneh makan bersama mereka. Mengingat selama ini aku memang lebih sering makan bersama dua sejoli tadi. yang karenanya dulu sempat membuat kami merenggang mengingat aku yang lebih dekat dengan Ara dan Ardi.
Bukan tanpa alasan, kami bertiga kan ikut organisasi yang sama, jadi kami sering bersama diluar jam pelajaran, yang membuat kami selalu bertiga selama beberapa bulan ini.
Soal organisasi itu, aku memilih untuk keluar. Lama sebelum mereka pacaran kok. Aku tidak bisa ikut lagi karena aku selalu kena marah orang dirumah akibat terlalu pulang saat hari mulai gelap dan kecapean. Waktu libur seringkali dipakai untuk kegiatan organisasi, dan membuat aku tidak lagi diperbolehkan mengikuti organisasi itu. maka siang ini, aku wajib mengikuti sidang untuk proses keluar dari organisasi itu.
.
.
.
“kamu beneran mau keluar Mar?” Tanya Ardi ketika kami menunggu Ara di emperan masjid.
Beberapa siswi dengan jilbab lebar dan pakaian tertutup rapat melewati kami dan menyapa kami. Yap, organisasi yang kami ikuti adalah Remaja masjid Al-Fikri.
“iya nih. Gak bisa dilanjutin” jawabku.
“gak bisa kumpulan bareng lagi dong bertiga?”
“dih, gausah sok sedih gitu kali. Kek gabisa ketemu aku lagi aja haha”
“ya sih, kita satu kelas, Ara juga kelasnya sebelahan. Tapi kan tetep aja”
“iya, toh. Kita bertiga juga kaliannya sibuk pacaran kan” aku meringis. Ardi malah menampilkan cengirannya.
“tapi aku tetep dengerin cerita kamu kok. Misalnya kamu mau cerita atau butuh bantuan, jangan sungkan untuk hubungi kita ya”
Oh, jadi keluarnya aku dari organisasi ini juga sebagai pisahnya persahabatan ini? so, kita sampe sini aja nih? Aku tersenyum, mengangguk pelan.
“haai, Ukh Maryaaaam”
Tiga orang perempuan berjilbab lebar lagi berjalan kearah kami dengan senyuman lebar, aku ikut tersenyum menyambutnya. Kami bersalaman, kecuali Ardi tentu saja.
“ukh Maryam beneran mau sidang hari ini?” Tanya Novi, ukhti yang tinggi badannya sedikit lebih diantara dua temannya.
“iya nih, maaf ya gak bisa di lanjut” aku mengangguk.
“tapi ukh Ara sama Akh Ardi ga ikut keluar kan? Ukh Maryam jangan nyeret mereka juga loh ya” tidak heran mendengar Novi berbicara begitu, kan sudah ku bilang bahwa kami selalu bertiga, bak roda becak. Perempuan manis itu memandangi kami bergantian.
“enggak kok, saya sama Ara insyaAllah masih bisa lanjut hehe” jawab Ardi santai.
“alhamdulillaah… terus ukh Ara kemana? Ada les ya?”
“iya nih, kita lagi nungguin katanya sebentar lagi keluar”
“ooh, yaudah kalo gitu tunggu di sekre aja yuk”
Aku sudah beranjak, sedangkan Ardi masih duduk anteng.
“saya nunggu disini aja ukh, sambil nunggu ikhwan yang lain juga biar langsung nyiapin sidang hehe” ucap lelaki itu.
“ooh oke, kalo gitu kita ke sekre ya akh. Assalamu’alaikum…”
Aku, Novi, dan dua ukhti lainnya berjalan meninggalkan Ardi.
**********×*********
Haaa aku gatau apa yang aku tulis ini :"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro