13. Saturday with You
The Story is OnGoing ~ 13. Saturday with you
Penulis: Jafreida
Publikasi: Senin, 22 Februari 2021
💚💚💚
.
.
.
Tibalah hari sabtu yang kutunggu. Jam baru menunjukkan pukul delapan, namun aku sudah siap untuk berangkat. Aku keluar kamarku dengan menggendong tas ransel yang sudah berisi barang-barang yang diperlukan untuk membuat tugas kewirausahaan.
setelah pamit dengan orang rumah, aku berjalan keluar rumah, menuju halte dan menunggu mini bus arah sekolahku. Tidak menunggu lama, bus itu datang dengan penumpang yang tidak begitu penuh. Mungkin karena ini hari sabtu, sekolah libur. Jadi tak banyak orang yang menggunakan bus.
Di tengah perjalanan, aku mengecek handphone, mengabari Andini dan yang lainnya. Andini bilang sedang dalam perjalanan juga, Lia katanya sudah sampai disekolah. Dan Fajar, lelaki itu mengirim pesan sejak dua puluh menit yang lalu rupanya.
Fajar
Jadi ga?
Apa hari senin aja?
Padahal dia yang mengusul hari ini, jam Sembilan. Tapi kenapa malah Tanya begitu sih?
Maryam
Jadi hari ini
Udah pada berangkat kok
Tapi tidak ada balasan, pesan yang kukirim hanya bercentang satu, menandakan dia sudah tidak aktif, padahal jam sudah menunjukkan jam 08: 35.
“fajar mana?” Tanya Andini ketika aku baru sampai di depan kelas.
Disana Andini, Lia dan Fira sedang duduk di teras kelas.
“gatau nih belum bales, masa tadi malah nanya jadi gak?” jawabku sedikit kesal. Aku ikut duduk dengan mereka.
“ooo sama Fajar kalian kelompoknya?” Tanya Fira antusias, aku spontan mengangguk.
“kamu juga mau kerja kelompok Fir?” Tanyaku.
“enggak hehe, akum ah Cuma temenin Lia nih. Syukur-syukur ketemu Fajar” jawabnya sambil terkekeh.
Tidak perlu heran, Fira ini adalah satu dari entah berapa fans Fajar, gebetanku. Belum sempat aku membalas, suara notifikasi dari handphone ku menginterupsi, aku segera mengeceknya.
Fajar
Gak bisa sekarang, motornya dipake
Paling nanti abis duhuran
Aku menghela nafas, kutunjukkan pesan itu pada Andini.
“lah, lampunya kan ada di dia, gak bisa mulai dong” komentar Andini.
“kenapa?” Tanya Lia penasaran.
“ini, Fajarnya gak bisa sekarang, katanya nanti abis duhuran”
Sontak helaan nafas kecewa dari Lia dan Fira, “yaah Fajar gimana si”
“yaudah Fir, kita cabut yuk. Tambal ban nih, ban kita bocor kan tadi” Lia beranjak dari duduknya diikuti Fira.
“yaudah kuy lah. Mar, Ndin kita mau tambal ban dulu ya” ucap Fira yang kini sudah siap diatas motornya. Aku dan Andini sontak mengangguk, dan mereka pun pergi.
“baru jam 10 lewat nih, kita ke rumah Meli aja yuk” usul Andini
“wah, boleh tuh. Kuy atuh” jawabku dengan semangat. kemudian aku dan Andini pun beranjak ke rumah Meli yang memang tidak jauh dari sekolah dengan menggunakan motor Andini.
Sebelumnya aku mengirim pesan dulu pada Fajar, mengabari bahwa aku dan Andini memutuskan untuk kerumah Meli, dan kerja kelompok akan dimulai setelah duhur.
“nah iya tuh. Main aja dulu hehe” balas Fajar lewat chatnya membuat Andini memutar bola matanya kesal.
“yaudah si Andin gapapa, sekalian juga kan kita bisa main ke rumah Meli, mayan jajan gratis hahaha” ucapku dengan tawa.
“halah belain aja terus tuh gebetan kamu” balas Andini masih kesal.
Meli menyambut kami dengan senang, meski ia tampak belum mandi dan sibuk dengan pekerjaan rumahnya. Kami di suguhi kue-kue pasar yang dibuat ibunya untuk berjualan.
Kami pun berbincang-bincang sambil bersenda gurau, hingga adzan duhur terdengar dari masjid-masjid sekitar situ.
Aku dan Andini pamit, kami memilih sholat di masjid sekolah, agar sekalian untuk kerja kelompok. Tak menunggu lama, kami pun bergegas kembali ke sekolah.
Selepas sholat duhur, aku dan Andini ke kelas kami, duduk-duduk di teras kelas sambil menunggu yang lainnya. Aku mencoba menghubungi mereka lewat WhatsApp.
Fajar
Kalo udah di sekolah bilang
Maryam
Udah dari subuh
Fajar
Otw
Aku dan Andini sedang merancang lampu tidur itu, sedangkan Fajar yang duduk tidak jauh dari kami sedang mengotak-atik lampu yang ia bawa dari rumah.
Yang lain, Lia tidak ada kabar setelah tadi ia bilang sedang mengurus ban motornya yang bocor, sedangkan Elang, jangan ditanya. Lelaki itu hanya menumpang nama di makalah kami.
“kabelnya udah beli Jar?” Tanya Andini pada Fajar. Lelaki itu menoleh, lalu menggeleng.
“beli sekarang?” tanyanya.
“iya sana. Di samping SMK sebelah tuh, tadi kita ngelewatin toko jual kaya gitu”
Fajar beranjak menghampiri kami, memakai jaket biru dongkernya.
“dimananya sih?” tanyanya lagi, kali ini ia melirikku.
“itu loh pokoknya kamu cari aja gak jauh dari SMK kok” aku yang menjawabnya.
dia masih menatapku, seolah berharap aku mengatakan ‘hayu sama aku aja, biar kutunjukkin tokonya’. Meskipun aku ingin sekali, tapi aku enggan.
“udah sana kamu sendiri aja, tokonya banyak lampu warna-warninya gitu. Pasti ketemu kok” ucap Andini seolah mengerti arti tatapan Fajar padaku.
Akhirnya dia pun pergi, meninggalkan kami berdua di kelas yang tampak sepi itu.
Tak memakan waktu lama, karena memang toko itu dekat, Fajar kembali dengan kabel yang di butuhkan. Ia kembali duduk di tempatnya, sibuk mengotak-atik lampu dan kabel, sementara aku dan Andini sibuk dengan toples dan kertas yang akan di gunakan untuk membuat lampu hias sambil bersenda gurau dan bercerita kesana kemari.
“dih kesel banget” gerutuku ketika melihat notif chat dari ponselku.
“kenapa sih Mar?” Tanya Andini sambil mencondongkan badanya untuk ikut melihat ponselku.
“kakak aku gabisa jemput Ndin, kesel” jawabku.
Andini menatapku dengan tatapan ‘sejak kapan kamu suka minta jemput?’ oke, sebenarnya bukan aku yang tidak pernah minta jemput, tapi memang kakakku yang tidak pernah mau menjemputku. Hari ini, aku hanya iseng saja memintanya untuk menjemputku. Dan memang sesuai dugaan, kakakku tidak mau menjemput.
Dan aku sengaja menyuarakannya dengan maksud lain, ada tuyul di kelas ini mendengarnya dan berinisiatif untuk mengantarku pulang, mungkin? Hm.
Selepas ashar, setelah kami membereskan pekerjaan kami, mmembagi tugas untuk melanjutkannya di rumah nanti, Fajar pamit pada kami.
Dia sudah siap duduk diatas motornya yang sudah ia nyalakan mesinnya, siap melaju ketika aku duduk di teras sambil menunggu Andini yang sedang memarkirkan motornya. Tapi dia tidak segera menarik gas, menatap kami ragu.
“Andini bawa motor?” aku sontak ikut menoleh kearahnya. Sepertinya itu adalah pertanyaan terbodoh yang aku dengar darinya.
Sudah jelas Andini sedang memarkirkan motornya, kenapa ia mesti bertanya? Ketika aku menatapnya bingung, Windi hanya menanggapinya dengan cuek.
“bawa, ini sih” ucapnya tanpa mengalihkan fokusnya menyalakan mesin motornya.
“kalo… kamu?” kali ini Fajar menunjukku dengan dagunya.
“enggak. Mau anter?” jawabku cepat dengan senyum sumringah.
Dia mengangguk ragu. “Sampe mana?”
Aku hanya butuh naik satu bis untuk sampai kerumah. Kalau tidak diantar sampe rumah kan sama aja bohong? Sedang arah pulang Windi tidak searah dengan kami. Aku cukup tau diri, rumahku lumayan jauh dari rumah Fajar, ia harus balik lagi setengah perjalanan jika mengantarku.
“sampe rumah” ujarku sambil terkekeh agar ia tak menganggap terlalu serius.
“lah... Yaudah” aku mengangkat kedua alisku. Dia beneran mau anter aku sampe rumah ya? Tolong cubit lenganku agar aku sadar bahwa Fajar mengatakan itu adalah nyata.
Aku menghampirinya. “beneran gapapa? Rumahku jauh loh”
Dia mengangguk singkat, “iya”
Aku meralat ucapanku tadi, mungkin tidak ada tuyul di kelas, yang ada adalah gebetanku yang ganteng dan baik hati, yang ternyata peka dengan apa yang aku keluhkan. Seorang Fajar Dhiaurahman yang kini bersedia mengantarku pulang. Aku senang sekali hohooo
Begitulah, kemudian untuk pertama kalinya jarak antara aku dengannya hanya sebatas tas merahnya yang menjadi penghalang. Motor putihnya membawa kami melaju keluar gerbang. Dan aku tidak tahu bahwa Faula, Febri, Lisa juga sedang di sekolah menghadiri acara PMR. Mereka menyoraki kami ketika kami lewat didekatnya.
Sepanjang perjalanan yang terasa sangat cepat itu, taka da pembicaaran diantara kami. Dia yang memenag tak banyak bicara dengan aku yang memang sebenernya pendiam. Membisu dengan senyum yang sesekali tak tertahan di balik masker. Mungkin saja Fajar lupa kalau aku ada di belakangnya karena diamku.
“makasih ya” ucapku ketika aku sudah turun dari motornya. Bukan depan rumah sih, ini hanya depan gang rumahku. Apa? Mau bilang ‘ganteng doang, anter cewe depan gang’ gitu? bukan. Aku yang minta untuk berhenti disini, karena aku tidak ingin diinterogasi, ditanya macam-macam oleh kakak-kakakku.
“hati-hati” ucapku lagi sebelum ia benar-benar pergi.
Dia mengangguk, menatapku sekali lagi. Adakah kalimat yang ingin ia ucapkan untukku? Tidak. Dia telah bergegas pergi, hingga hilang dari pandanganku. Aku tersenyum lebar dibalik masker yang aku pakai, senang sekali hari ini aku banyak tersenyum hiks.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro