1. How this Story Started
The Story is onGoing ~ 1. How this story started
Penulis: Jafreida
Publikasi: Rabu, 10 Februari 2021
💚💚💚
.
.
.
Fajar di sampingku sekarang. dengan berjarak tiga puluh centi meter dari tempatku, kami duduk di teras koperasi sekolah.
Ujian nasional baru saja selesai kemarin, Dan hari ini siswa masa tenggang seperti kami memang sedang free tanpa kegiatan, dan tinggal mempersiapkan untuk study-tour yang akan dilaksanakan besok.
Kami terdiam memperhatikan beberapa siswa yang berlalu lalang didepan gerbang sekolah yang tak jauh dari tempat kami duduk.
Meski diam, aku tau bahwa seseorang di sampingku menyadari bagaimana gugup dan kacaunya perasaanku sekarang. bagaimana tidak? Aku baru saja memberikan beberapa lembar kertas bergambar sketch wajahnya dan mengatakan soal perasaanku padanya.
Aku baru saja memberitahukan soal bagaimana aku menyukainya sejak awal kami bertemu. Memberitahukan hal yang tidak sepatutnya aku beri tahu.
"maaf" ucapnya tiba-tiba.
"udah aku maafin sejak dulu" balasku. Aku mengangguk pelan tanpa melihatnya.
Entah mengapa dia meminta maaf, juga entah mengapa Aku menjawab seperti itu. dan entah "maaf"-nya mempunyai arti apa untuk menjawab perasaanku.
"aku baru tau kamu sukanya sejak kelas sepuluh. Aku kira baru-baru ini, kelas dua belas" katanya santai, atau pura-pura santai? Tak ingin melihat ke arahnya, aku hanya memalingkan wajah begitu mendengar kalimatnya.
"yah, kamu kurang peka sih" jawabku berusaha ikut santai. Padahal, jantungku jedag-jedug tidak karuan.
"emang ga pekaan" jawabnya singkat.
"kamu cuek. Aku heran kenapa aku sukanya sama kamu" jawabku mulai tidak santai.
"ya kamu kenapa?" pertanyaan, namun dilantunkan dengan nada suara yang datar.
"kamunya mempesona" aku terkekeh, merasa lucu dengan jawaban konyolku.
Sedangkan lelaki disampingku mengangkat kedua alisnya, dengan sudut bibir yang tertarik, sedikit sekali tarikannya, tapi aku bisa melihat dengan jelas.
"tapi kamu bukan satu-satunya yang merasa begitu"
"maksudnya?"
"banyak cewe yang udah aku bikin kecewa"
Iyalah. Secara, seorang Fajar Dhiaurahman punya banyak penggemar perempuan. Tidak heran kalau beberapa dari mereka juga di kecewakan seperti aku.
"kamu emang ngecewain. Tapi aku tetep aja suka"
Lama Fajar diam, sepertinya memang tak berniat untuk menjawab. Kami kembali saling diam, memperhatikan sekelompok siswa perempuan yang berjalan dari koridor. mereka adalah kawan-kawanku, aku beranjak dari duduk. Hendak pamit pada Fajar yang masih duduk manis di tempatnya.
"makasih ya"
"kok makasih?" tanyanya heran.
Apakah dia merasa baru saja menolakku? Makanya dia merasa aneh ketika aku berterima kasih? Padahal aku tidak merasa ditolak. Aku kan hanya menyampaikan perasaanku, bukan mengajaknya berpacaran.
Nah, terus maksud kamu sampein perasaan tuh biar apa?
Aku tersenyum. Terlepas dari jawaban dia atas perasaanku yang mengecewakan, aku merasa senang, juga bahagia karena hari ini. dengan kesempatan berbicara berdua dengannya untuk pertama dan mungkin terakhir kali setelah tiga tahun mengenal---bahkan satu kelas--- dengannya.
"ya gapapa" jawabku sambil melebarkan senyumanku.
"itu bukan fake smile kan?"
"ha? Engga kok. Aku emang senyum karena merasa senang"
"masaa?"
Dia terlihat tidak percaya? Perlu kah aku menjelaskan alasannya?
Baru saja aku hendak menjawabnya, sekelompok kawanku tadi sudah berada disampingku, menyapa kami berdua dengan heboh.
"hmmm ada apa nih? Tumben amat ngobrol berdua?"
"iya, sejak kapan kalian akrab gitu?"
Dan sebelum dua kawanku yang lain ikut memberi pertanyaan tidak penting, aku menyeret mereka menjauh menuju gerbang sekolah.
"Fajar, duluan ya" pamitku masih dengan tersenyum lebar, dan lambaian tangan kearah lelaki yang masih anteng duduk menatap kami.
Aku sempat memutar kepala lagi menatapnya. Dia beranjak dari duduknya, menyampirkan jaket biru dongkernya lalu berjalan menuju koridor. Sepertinya ia kembali ke kelas, bergabung dengan teman-temannya.
"weh Mar, kamu liatin apa si? Liat Pajar ya? Kamu abis ngapain sih tadi sama dia?"
Meli mengaitkan lengannya pada lenganku, diikuti Andini yang merangkul pundakku. Disampingnya si kembaran, Andina berjalan ikut menyimak pertanyaan dengan penasaran.
"iya, aku abis bilang soal perasaanku kedia" ucapku dengan terkekeh, membayangkan bagaimana tadi aku berbicara dengan lelaki itu.
Dan seperti ekspektasiku, mereka tidak menganggap jawabanku serius. Memang, tak akan ada yang percaya bahwa seorang Maryam menyatakan perasaan suka pada gebetannya.
Tak ada, meski itu aku sendiri, rasanya yang barusan itu seperti mimpi, dan aku mungkin tak menyesalinya meski tahu bahwa itu bukan hal yang wajar dilakukan seorang muslimah.
Aku tau yang halal bagi seorang muslimah yang mencintai seorang laki-laki sebelum menikah hanyalah doa. Sebab itu, doa selalu kututurkan untuknya, hingga sampai pada kesempatan ini. apakah hina jika seorang perempuan mengatakan soal perasaannya kepada lelaki? Bahkan Siti Khadijah saja menyampaikan perasaannya lebih dulu kepada Rasulullah meski melalui perantara sahabatnya.
Mengapa aku sulit sekali untuk menahannya? Mengatakannya secara langsung dan gamblang di hadapan lelaki itu. apa tujuannya? Padahal aku tahu aku tidak berniat untuk menjalin sebuah hubungan, begitu pun dia yang aku yakin menjaga diri dari hubungan yang dilarang itu.
Disisi lain, aku membela diri dengan mengartikan kejadian tadi adalah hanya sekedar untuk memberi tahu. Lagi pula, setelah ini, setelah acara study tour dan perpisahan, dan kami mendapat ijazah, kami mungkin tidak akan bertemu lagi.
Perasaan ini, akan perlahan memudar seperti cinta monyetku dulu sebelum aku bertemu dia. Kisah ini akan terlupakan, seiring kesibukan di bangku kuliah yang sudah menanti kami.
Ya, aku lolos seleksi SPAN di Institut Agama Islam Negeri di kota ini, juga dia yang sudah mendaftar di universitas swasta ternama di kota ini pula. Meskipun masih di satu kota, namun aku tahu pasti bahwa peluang kami untuk bertemu nanti tidak akan membuat aku gagal move on darinya. Dan disana aku akan bertemu orang-orang baru, mungkin juga jodohku. begitupun dia.
Tapi itu hanyalah apa yang terpikirkan oleh manusia. kadang kita lupa bahwa Sang Kuasa bisa berkehendak apapun, bahkan mungkin tidak pernah disangka oleh manusia. Yang sepatutnya kita lakukan adalah menjalaninya dengan terus berhusnuzhan pada-Nya.
Bersyukur ketika hal baik terjadi pada kita, dan bersabar ketika hal yang menurut kita kurang baik terjadi. Karena sejatinya Allah lebih tau apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Iya kan?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro