5
James menyadari satu hal yang seharusnya dia lakukan sejak dulu. Mempercayai adiknya. “Ambil senapan itu dan kenakan di badanmu, Jane!” titah James, punggungnya disandarkan pada pohon sebagai penopang. Pria itu berdoa supaya mereka tidak lekas ditemukan.
Jane mengangguk paham, dia berlari kecil mendekati senjata kakaknya dan memasang tali senapan itu melingkari leher. Gadis itu kembali mendekati Jame dengan perasaan gugup, dia bisa memahami situasi mereka sekarang karena James terluka.
“Ada beberapa pisau di dekat paha kananku. Ambil tiga buah untukmu.”
Jane kembali menurut, dia menarik keluar pisau-pisau berburu dari sabuk yang melingkari paha James dan melesakkan benda-benda tajam itu ke dalam saku celananya dan ada yang diletakkan di dalam ujung celananya yang lumayan ketat karena agak sempit.
“Ada tiga peluru tersisa di dalam senapanku. Gunakan sebaik-baiknya.” James kemudian menjelaskan dengan cepat dan ringkas, cara menggunakan senapan angin itu. Karena tadi sudah digunakan berburu, isi pelurunya berkurang. Ditambah lagi, James sempat ceroboh dan menembak udara kosong ketika kabur tadi.
Jane mengangkat senjatanya, memposisikan benda panjang itu sesuai arahan James dengan jari gemetar pada pelatuk. Gadis berambut kusut itu mengangguk kaku ketika James bertanya apakah dia paham atau tidak. Tentu saja, kalau sekarang dia paham. Nanti saat keadaan jadi kacau-balau, gadis itu bahkan sangsi apakah dia bisa menyebutnya namanya dengan benar atau tidak.
Setelah kembali menjelaskan ulang cara memakai senapan, James menjelaskan rencana mereka. “Pertama, mari jangan berharap untuk tidak menemui monster itu,” katanya, “kedua, Jane ... jika sesuatu terjadi padaku. Lakukan apa yang kau lakukan pada Ibu.” Laki-laki berlumuran lumpur di wajah itu memberi satu anggukan mantap. Hal terakhir yang mau dilakukannya adalah menjadi beban untuk sang adik.
Jane menelan ludah. Berharap opsi terburuk dari rencana kedua tidak pernah terjadi.
“Terakhir, aku akan membawa kita berdua keluar dari sini. Aku hapal betul hutan ini. Semoga kita tidak perlu bermalam di dalam dan bisa keluar secepat mungkin, setelah keluar kita menuju kota dan temukan tempat berlindung baru.”
Jane mengangguk paham, dia kemudian mendekat begitu diberi aba-aba dan memapah James yang bahkan kesulitan berdiri lurus karena luka kakinya. Mereka berdua berjalan pincang meninggalkan wilayah penuh jebakan tadi, dengan James di sebelahnya, Jane yakin mereka bisa kabur dengan mudah.
James menjelaskan bahwa di dalam hutan ini, dia tidak hanya memasang di satu titik. Jadi apabila mereka diserang oleh Eyeless, James sangat berharap jebakan-jebakan untuk hewan buruan tersebut lebih berguna dalam hal menangkap dan menghentikan monster buas.
Sejujurnya, Jane tidak begitu memahami penjelasan James tentang pemetaan wilayah hutan ini. Karena dia pribadi tidak memiliki gambaran apa pun mengenai hal tersebut. Namun, gadis itu tidak berani menyela ucapan kakaknya dan karena dia telah merasakan bagaimana kondisi 'hilang' tanpa tujuan di tengah-tengah tempat luas nan gelap penuh pepohonan ini, gadis itu merasa perlu mengukir perkataan James dalam otaknya.
James menelan ludah. Dengan cara berjalan mereka sekarang, kondisi keduanya masih belum jauh dari tempat tadi, padahal mereka sudah sama-sama kecapekan dan haus. Meskipun James meyakini diri sendiri untuk berkorban demi Jane, dia berharap bisa lebih lama menemani sang adik.
Senter kecil di kening James berkedip, sepertinya dayanya akan segera habis. “Ke kanan Jane, di antara dua pohon yang agak melengkung itu,” katanya pelan, berusaha mendengarkan bunyi-bunyian selain suara binatang malam dan langkah kaki mereka.
Jane mengangguk, keduanya berjalan perlahan mendekati wilayah yang ditunjuk oleh James. Dia berdesis sangat pelan dan memperbaiki posisi memapah sang kakak.
Setelah melewati pohon lengkung tersebut, wilayah hutan terasa menyempit dengan pepohonan tinggi yang saling himpit. Lagi-lagi Jane berdesis, tetapi kali ini, ketika dia berusaha memperbaiki posisi tubuh James yang bersandar padanya. Suara raungan kencang memecah kesunyian malam, sontak membuat tubuh Jane langsung merinding.
Gadis itu tidak sempat bereaksi apa-apa, suara langkah kaki cepat menghampiri mereka dan yang Jane tahu setelahnya, seekor monster besar sudah berada di depannya dan sang kakak. James mendorong tubuh Jane yang malfungsi ke sisi kiri, keduanya jatuh berguling ke arah berlawanan, sementara sabit makhluk tadi menusuk tanah kosong.
Jane menabrak tangan dengan keras, dadanya juga sakit karena dia menekan badan senjata. Gadis itu berbalik untuk melihat kondisi keluarganya, pada saat itulah James berteriak, “JANGAN LIHAT MATANYA!” dan sang adik buru-buru memalingkan wajah sambil terpejam. Dia memegangi senjata, bangun dan berlari meninggalkan tempat itu dengan harapan Eyeless tidak membunuh kakaknya yang terluka.
Gadis itu berlari, terus berlari tanpa menoleh ke belakang. Dia terpaku pada jalanan gelap di depan dan suara langkah di balik punggung. Sambil mengingat-ingat di mana James mengatakan soal perangkap yang pria itu pasang di wilayah hutan, Jane menyusun rencana untuk membawa monster itu ke sana dan menghabisinya. Senjata Jane kongkang, sementara larinya dipercepat.
[]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro