
29
Jane tidak tahu bagaimana cara untuk meyakinkan orang-orang ini. Memang rasanya sulit dipercaya, apabila seorang gadis yang hanya berusia delapan belas tahun sepertinya bisa mengalahkan monster yang bahkan ditakuti orang-orang berusia sepuluh tahun di atas Jane. Namun, kenyataannya dia bisa meskipun terluka begitu banyak.
“Dengar, aku hanya minta sedikit bantuan untuk mengobati kakakku. Aku tidak akan bisa hidup sampai sekarang kalau bukan karenanya. Aku tidak minta kalian untuk menampung kami sesudah itu, hanya ... tolong. Bantulah James sedikit, aku akan sangat berterima kasih dan bersedia menukar barang-barang kami demi pengobatan itu.”
Jane membuang napas panjang. Sejujurnya dia tidak suka memelas, seperti yang dilakukan sewaktu berada di pondok Joseph. Namun, gadis itu merasa tidak punya pilihan lagi. Orang-orang pemilik mobil itu mulai berdebat, dua di antara kelimanya setuju untuk membantu sementara sisanya menolak dan berkata bahwa mereka sebaiknya pergi daripada mendengarkan kebohongan yang Jane ceritakan.
Selagi mereka berdebat kecil, Jane menyela dan sedikit-sedikit menceritakan tragedi yang sudah menimpa dirinya dan James. Dimulai dari orang tua mereka yang meninggal akibat rumah yang terbakar sebab ayahnya menggila, lalu usaha mencari kakaknya di dalam hutan gelap dan mendapati pria itu patah pergelangan tangannya. Dilanjutkan acara kejar-kejaran pertamanya bersama Eyeless yang bahkan tidak mati setelah ditembak berkali-kali dan ditusuk. Tidak lupa juga kondisi hampir meregang nyawa yang harus dia hadapi di sungai, bahkan Jane seperti bisa merasakan bobot tubuh Eyeless itu si atas badannya ketika sedang berbicara sekarang.
Perjalanan dan pertemuan menemui Joseph, memenuhi persyaratan gila si pemilik pondok itu demi mencuri barang-barang miliknya lalu kabur dari kejaran Eyeless terakhir yang berhasil mendesak James sehingga pria itu bisa mencium aroma kematiannya sendiri. Jane pribadi sudah sempat berpikir untuk langsung menyusul keluarganya kalau James mati, dia tidak bisa membayangkan kehidupan tanpa James setelah semua usaha yang pria itu lakukan demi mempertahankan nyawa mereka berdua.
Lalu sekarang, di hadapan orang-orang asing yang bahkan namanya tak Jane kenal. Dia berharap sekali mereka mau menolong seseorang yang sangat berharga baginya, pelindung dan penyelamatnya. Meskipun James itu menyebalkan dan terkadang Jane merasa sangat membencinya langit-bumi, mereka tetaplah bersaudara.
Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Jane, membuat gadis itu sontak menolah dan terkejut melihat kakaknya yang mirip mayat hidup menggeleng pelan. Tanpa mengatakan apa pun, James memberi isyarat agar Jane meninggalkan orang-orang tadi.
Mungkin sedikit makanan dan istirahat yang Jane beri padanya mulai menunjukkan reaksi, walau tidak banyak. James masih kelihatan sangat lemas dan seperti akan limbung bahkan jika dia hanya tertiup angin. Menyadari kondisi kakaknya, Jane buru-buru menaikkan lengan James melewati bahu dan memapah pria itu.
Keduanya berjalan meninggalkan kelompok orang tadi. Jane sedikit berbalik ketika laki-laki yang membantunya meminta mereka berhenti, tetapi lengan James langsung naik menutupi pandangan gadis itu sehingga mau-tak mau Jane kembali menghadap depan.
“Jangan mengemis ke orang-orang seperti itu.” Suara James serak, terdengar seperti dia tidak pernah minum berhari-hari. “Kita bisa hidup selama ini berkat bantuan satu sama lain. Bukan orang luar.”
“Jangan berlagak.” Jane menyadari bahwa seseorang mengikut mereka dari belakang berkat bunyi rumput yang diinjak, tetapi dia tidak menolah dan terus menjawab sang kakak. “Manusia itu makhluk sosial. Cepat atau lambat, kau pasti akan butuh seseorang. Memangnya kau mau, hidup dengan peluru yang bertengger selamanya di badanmu?”
James mendengkus. “Aku bisa mengeluarkannya dengan tangan kosong.”
Jane membuat gestur mudah, mual dengan kesombongan sang kakak yang sudah mulai memperlihatkan dirinya lagi. Tepat pada saat itu, Jane bisa merasakan seseorang menggenggam lengannya dari belakang. Dia berbalik, James membuang napas enggan dan hanya melirik sinis.
“Kau boleh ikut dengan kami.” Laki-laki tadi berkata, dia memandang James sebentar yang balas menatapnya dengan raut tak bersahabat. “Kami perlu tahu bagaimana caramu mengalahkan Eyeless-Eyeless itu.”
“Tidak.”
“Terima kasih banyak. Ayo, James!”
“Tidak mau.” James menolak.
Jane berdecak, dia berhenti membantu pria itu berjalan dan berdiri di sebelah laki-laki barusan. “Kalau kau tidak mau pergi, ya, aku sendiri saja. Toh, bukan hanya kau yang tahu cara mengalahkan mereka,” cibir Jane sambil menjulurkan lidah. Dia lantas menarik lengan laki-laki di sebelahnya dan berbalik.
“Jangan noleh ke belakang, nanti juga dia ikutan!” pinta Jane saat kenalan barunya hendak menoleh. “Omong-omong, namaku Jane. Jane Morgaine, itu tadi kakakku James.”
“Dieter.” Dieter mengangguk. “Kau duduk di depan saja. Orang-orang di bak belakang belum menyukaimu.” Keduanya sampai di sebelah badan mobil, Dieter sedikit melirik dan benar saja. James sedang mendekat dengan langkah tertatih-tatih.
Jane mengernyit. “Kau gimana?” Seingatnya Dieter tadi duduk di sebelah sopir.
“Aku yang mengemudi. Thomson pindah ke belakang. Kakakmu juga akan di belakang dengan kepribadiannya yang seperti itu, dia pasti bisa bertahan hingga kita sampai.”
“Sebenarnya kita mau ke mana? Kota?” Mendengar kata terakhir tadi disebutkan membuat Jane merasakan setruman aneh. Sudah lama sekali, sejak kali terakhir dia melihat tempat yang dulu merupakan tempat tinggalnya itu. Bagaimana rupanya sekarang, ya?
Dieter mengangguk. “Kota,” katanya. Pria itu lantas memberi arahan agar Jane mulai naik ke mobil, sementara dia membantu James menaiki bagian bak belakang. Walau pada menit-menit pertama perjalanan dimulai, ada sedikit sesi sindir-sindiran yang terdengar. James bisa membuat anak-anak yang lebih muda darinya itu---kecuali si wanita dokter---diam.
[]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro