Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

28

Walau awalnya tak yakin, tetapi apa yang dilihatnya memang benar sebuah mobil. Jane berdiri dan berlari ke tengah jalan, dia merentangkan kedua tangan ke atas lalu mulai melambai-lambai. Perlahan mobil pick up yang berjalan ke arahnya mengerem dan berhenti. Seseorang berkulit gelap dan kacamata hitam menyodorkan badan keluar dari kaca.

“Hei, jangan menghalangi jalan!” usirnya.

Jane menggeleng, dia kemudian mendekati pria berambut gimbal dan dikucir satu itu sambil menunjuk James. “Bisakah kau membantu kami? Kakakku terluka, kami---”

“Maaf, Nak. Tidak bisa.” Seseorang di bak terbuka, mengenakan kaus biru muda dan berambut cokelat belah tengah menjawab. Dia membawa sebuah tongkat panjang dengan mata pisau di ujungnya. “Kami sudah penuh.”

“Anak kecil?” Wanita berambut sebahu muncul dari sisi lain pinggir bagian belakang mobil, dia memegangi tepian bak terbuka dan menatap Jane kasihan. “Siapa yang sakit?” tanya wanita itu dan Jane menunjuk abangnya.

“Kami baru habis melawan beberapa Eyeless. Kakakku terluka, dia kena luka tembak di bahu kanan dan ada beberapa luka lain juga. Aku sudah mengobati sebagian besar lukanya, tetapi yang bekas tembakan tidak bisa,” papar Jane, berusaha menampilkan ekspresi memelas paling kasihan. “Kumohon, kami bisa bertarung kalau baik-baik saja. Kami akan membantu.”

Seluruh penghuni mobil sontak terperanjat mendengar penuturan Jane. “Beberapa?” si sopir mengernyit, pria itu menurunkan sedikit kacamatanya dan menilai Jane dari atas ke bawah. “Mustahil!”

“Aku serius,” balas Jane.

“Kalau memang benar, harusnya kau sudah mati.” Seseorang melompat turun dari bak mobil. Dia mengenakan kaos hitam dan celana jeans robek-robek, rambutnya gelap dan agak panjang. “Apa isi tasmu?” Orang itu berjalan mendekati Keira, cepat-cepat gadis itu memegangi tali tasnya dan mundur perlahan.

“Jangan menakutinya.” Seseorang membanting pintu, Jane menolah. Laki-laki berambut hitam dengan wajah mirip orang yang---sepertinya---hendak mengambil tas gadis itu berseru. Perlu waktu beberapa kali sampai Jane sadar kalau mereka anak kembar.

Laki-laki itu berhenti di depan Jane, sepertinya mereka sepantaran. Dia memiliki alis tebal dan hidung yang agak mancung. “Kau punya makanan dan obat-obatan?”

“Sudah habis," lirih Jane, bahunya melorot kecewa. Dia memang berpikir kalau mereka pasti akan ditolong asalkan memiliki sesuatu. “Makanan ada ... tapi, tinggal sedikit.” Gadis itu melepas satu tali tas, membiarkan tas punggungnya bergelantungan di depan perut. Dia membuka ritsleting dan mengeluarkan sebuah plastik bening berisi makanan kaleng setengah matang, roti yang hampir basi, juga beberapa makanan jadi seperti nasi kepal.

“Aku juga punya senapan.” Jane menunjuk tempat kakaknya berbaring. “Juga pisau, beberapa.” Dia mengeluarkan senjata tajam dari saku celananya. Ujung benda itu tepat mengarah ke bawah dagu sang lawan bicara.

Laki-laki di depan Jane mendorong ujung pisaunya selagi berkata, “Persediaan kami juga tidak banyak, baik obat-obatan maupun makanan. Tapi, kalau kau bisa bertarung mengalahkan Eyeless itu bagus.”

Jane merasa punya harapan. “Bisakah kau membantu kakakku?” Melihat dari kemampuan kelompok ini mendapat kendaraan dan bahan bakar di tengah-tengah krisis membuat Jane berpikir bahwa mereka lebih capable dari kebanyakan orang. Tambah lagi, mereka bilang punya persediaan. “Aku bisa memberikan semua makanan ini dan sisa senjata yang kami punya, asalkan kau membantu sedikit. Kakakku bisa mati kehabisan darah.”

Laki-laki berkaus biru yang duduk di pinggir bak terbuka memukul-mukul badan mobil. Wajahnya terlihat tidak setuju. “Jangan bercanda. Kita saja sudah kesusahan, lagian apa kau percaya dia benar-benar bisa membunuh Eyeless? Bisa saja dia hanya membual.”

Temannya yang menjadi supir turut membenarkan. Sementara satu-satunya wanita yang ada di atas mobil terlihat ingin berbicara walau ragu.

“Dia tidak akan luka begini kalau bukan karena bertarung dengan sesuatu,” bela laki-laki di depan Jane. Dia menatapnya, tampak seperti berusaha meyakinkan diri sendiri. “Kita bisa bawah kakaknya pulang dan mengobatinya sedikit. Julian, kan, dokter.”

Wanita di mobil mengangguk.

“Aku tidak setuju," tolak kembaran laki-laki yang berbicara tadi. “Memangnya kita ini kelompok kaya yang bisa berbagi pada orang lemah, huh?”

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro