Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

prolog

Artha akan mati sebentar lagi. Mungkin bisa besok, lusa, minggu depan, bulan depan, atau tahun depan. Ia tak tahu.

Kelopak bunga plum mulai bermekaran sejak kemarin. Taman Peruna dipenuhi dengan warna merah muda dan putih. Menurut Artha, kuncup bunga plum yang baru bermekaran itu unik dan imut. Juga tidak kalah cantik dari bunga aprikot yang mekar di paviliun istana.

"Seperti dirimu," kata Archana dengan kekehan geli yang membuat wajahnya bertambah manis—dan tampan—saat Artha menceritakan tentang keindahan bunga-bunga musim semi di Taman Peruna.

Artha tersenyum tipis mengingatnya. Kala itu, saat-saat ia masih bisa bersenda gurau bersama Archana dan Freya diiringi omelan nyaring dari Frau Millefuire yang berwajah memerah. Artha ingat, Archana kerap kali memetik kelopak bunga aprikot tanpa sepengetahuan Frau untuk diselipkan di telinga kiri Artha sembari memuji betapa manis dirinya dengan hiasan bunga tersebut.

Sementara Freya, kesatria wanita dari Avaroe, sangat senang bergurau perihal Archana yang cengeng, Archana yang manja, atau Archana yang tidak cocok menjadi Penyihir Musim Semi dibanding Milen, Sang Bunga Musim Dingin. Artha juga ingat, bagaimana kedua teman masa kecil itu saling mengejek berujung beradu pedang, yang tentu saja dimenangkan oleh Freya kendati gadis itu seorang pemanah ulung.

Archana biasa menggunakan sihir tanaman rambatnya untuk bertarung. Namun, keluarga Archana Lilichen adalah ahli pedang yang andal sepenjuru Eltras. Bakat itu tak pelak mengalir dalam dirinya, menjadikan si Penyihir Musim Semi sebagai kesatria tingkat kedua dari Avaroe meski tetap saja, Freya setingkat di atasnya.

Kenang-kenangan mereka tersimpan rapi dalam liontin rubi yang terlingkar di leher Artha. Sesekali ia menyentuh liontin rubi dengan mata terpejam dan memori itu menghampirinya. Bergerak bagai layar hologram yang tampak nyata. Kala tangan Artha terulur hendak menggenggamnya, ia hanya meraih udara kosong.

Artha lagi-lagi tersenyum.

Ia hanya tinggal menunggu waktu kematiannya.

🌸🌸🌸

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro