8. I Hate You, Rain Kathrina (Repost)
Hello Bab awal sengaja aku repost, biar enak aja bacanya. Buat yg kangen 😂😂
Happy reading 😘😘
🍁🍁🍁
Mata Fian menatap tajam Karel. Beraninya pria itu menertawakan dirinya. Memangnya dia sengaja mengatakan hal yang menjijikan itu. "Aku terpaksa bicara begitu!"
"Yaa terima kasih," jawab Karel.
Fian berdecak kesal, masih ada ada ekspresi geli diwajah Karel dan Fian tidak suka itu. Membantu makhluk seperti Karel memang harus mempunyai stok kesabaran yang banyak.jika tidak, dia bisa mati di tengah-tenag perjalanan.
Fian memilih untuk keluar meninggalkan Karel. Rasa laparnya telah hilang tanpa sisa. Mungkin menghadapi Karel adalah cara diet yang tidak membutuhkan uang dan tenaga. Lumayan untuk alternatif pemilihan metode diet cepat untuknya.
Seseorang menepuk pelan bahu Fian dan saat menoleh emosi Fian semakin bertambah. Saat ini Rain sedang berdiri dihadapannya dengan senyum ramah yang bagi Fian sangat memuakan. Untuk apa wanita itu kemari, tentu saja untuk bertemu dengan kekasih gelapnya itu. Fian sangat geram dengan kelakuan Rain, jika tidak memikirkan perasaan Fatar setidaknya wanita itu harus memikirkan kedua anaknya.
"Apa?" tanya Fian dengan sinis.
"Apa Karel ada di dalam?" tanya Rain.
Pertanyaan basa-basi atau mungkin ini hanyalah formalitas. "tidak perlu basa-basi, aku muak! masuk dan lanjutkan kesalahan kalian sampai kalian tidak bisa memperbaiki semunya." Fian langsung melangkah pergi meninggalkan Rain yang terdiam.
Putri, saat ini Fian membutuhkan sahabatnya itu untuk sekedar berbagi cerita. Karena ini masih jam kantor, Fian memutuskan untuk pergi kebagian tempat Putri bekerja. Fian langsung bicara dengan manager Putri dan karena statusnya saat ini maka Fian boeleh mengajak Putri.
"Disuruh bos lagi?" tanya Putri.
Fian tersenyum dan menggeleng santai. "Inisiatif gue sendiri."
"Gila, ngerti deh calon istri bos besar," kekeh Putri.
"Lo juga udah tau?" tanya Fian.
"Yapp, lo sama Pak Karel itu udah jadi hot news banget hari ini. Ibu Mariska udah ngeshare foto pertunangan lo sama bos," jawab Putri dengan antusias.
Fian melebarkan mata, pantas saja sejak tadi orang-orang membicarakannya. Rasanya Fian membutuhkan oksigen yang banyak karena mulai sesak nafas. "Put.. kalau gue mati, lo harus kasih sumbangan yang banyak yaa!!" ucap Fian dramatis sembari memegangi dada.
Putri menjitak kepala Fian. "Nikah dulu sana! baru mati, biar lo kecipratan hartanya si bos besar terus lo warisin ke gue deh."
"Kampret!! huaaa udah enggak ada jalan mundur ya?" tanya Fian dengan pasrah.
"Woyy jangan jadi ababil dong lo! tapi gue enggak nyangka kalau lo mau dengerin saran gue," ucapnya dengan antusias.
Fian menceritakan semua pembicaraannya dengan Karel kemarin saat di mobil hingga dia memutuskan untuk menikah dengan Karel.
Putri menepuk bahu Fian. "Gue yakin itu pilihan yang paling tepat, gue dukung lo seratus persen, tapi percuma kalau gue dukung tapi lo malah bimbang gini. Semangat dong!!"
Fian menenggelamkan wajahnya di meja. "Si Rain lagi di ruangan Karel," rengeknya.
"APA??" teriak Putri,"terus lo kenapa ke kantin? Lo harus jagain calon suami lo!"
"Ihh Put, gue cuma calon istri bohongan buat dia," air mata Fian mengalir. Bukan karena cemburu, hanya menangisi nasib saja. Siapa yang tidak menangis jika ada diposisi ini, menikah bukan sesuatu yang bisa dipermainkan.
"Aduh.. cup cup cup jangan nangis dong, makin jelek lo!!" ucap Putri.
Bahu Fian ditepuk namun dia segera menepisnya. "Udah enggak usah sok ngehibur."
"Siapa yang ingin menghiburmu?" suara Karel membuat Fian mengangkat kepala.
"Karel? ehh Pak Karel." Fian tidak mungkin memanggil Karel dengan sebutan nama saja saat di kantor, itu tidak sopan.
Karel menggelengkan kepala. "Kamu tahu kita ada rapat? Kenapa masih disini?" Karel menarik lengan Fian agar gadis itu mengikutinya.
Semua yang sedang berlalu lalang langsung menatap keduanya. Mungkin ini seperti adegan romantis di film karena Karel memang menarik lengan Fian dengan lembut. Tiba di ruangan besar itu, Fian masih melihat Rain duduk disana. Jadi Karel menariknya hanya untuk bicara dengan Rain.
"Fian, silahkan baca ini." Karel memberikan map berwarna merah itu pada Fian.
Peraturan pernikahan. Oke sejauh ini semua adil. Tidak ada hubungan suami istri yaa Fian setuju, tapi bukankah ini semacam kontrak yang membedakan adalah tidak ada batas waktu disini. Fian menggeleng, ini bukan kontrak, dia ingin pernikahan ini sah secara agama.
Peraturan terakhir adalah pihak pertama dan kedua berhak menjalin hubungan dengan orang lain. Kepala Fian mendongak. "Siapa yang membuat peraturan ini?"
"Emm aku yang membuatnya," ucap Rain. Kurang ajar. Wanita ini benar-benar minta dicekik.
"Ohh, yaa wajar. Wanita sepertimu memang tidak akan mau rugi."
"FIAN!! Jaga bicara mu!!" bentak Karel.
Fian mencibir pelan, apa yang salah dengan ucapannya. "Memang iya, dasar medusa muka badak." Sepertinya sejak bertemu Karel dan Rain, Fian menjadi orang yang memiliki mulut pedas dan berani mati.
Fian ingin pergi meninggalkan ruangan tapi Karel menahannya.
"Kita langsung ke ruang rapat, Rain kamu pulang saja."
Selama rapat, seperti biasa Fian mencatat kesimpulan dari pertemuan satu setengah jam ini. rapat selesai menjelang jam pulang kantor. seorang pria mendekati Fian yang sibuk merapikan berkas.
"Anda sekretaris yang hebat, Pak Karel beruntung."
Fian tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih Pak, saya masih jauh dari kata hebat."
"Haha jangan merendah, talenta Anda memang bagus, ohh iyaa nama saya Damian," ucap pria itu.
"Saya tahu Anda Pak Damian, siapa yang tidak kenal Anda, selamat atas peluncuran cabang perusahaan Bapak kemarin, maaf Pak Karel tidak bisa menghadirinya," jawab Fian.
Damian mengangguk dan tersenyum hangat. "Tidak apa, saya mengerti kepadatan jadwal Bapak Karel, ohh iya panggil Damian saja, jangan menggunakan Bapak, saya belum setua itu."
Fian menyelipkan rambutnya kebelakang telinga, dia berpikir sejenak. "Oke Damian."
"Ada apa?" tanya Karel sembari merangkul pinggang Fian.
"Ehh.. kalian?" tanya Damian dengan wajah bingung.
"Fian calon istriku, jangan lupa datang bulan depan," jawab Karel.
Damian menatap Fian dengan senyumnya. "Wah selamat, aku akan datang, maaf sempat mengira kau memiliki hubungan dengan istri Fatar."
Fian mendengus samra, pantas Karel bersikap seperti ini. Bisa Fian lihat ada emosi yang tersembunyi dibalik mata datarnya. "Mereka hanya bersahabat Damian," jelas Fian, "ayo Karel Mama pasti sudah menunggu di butik."
"Hemm, kami duluan," ucap Karel pada Damian.
"Terima kasih," ucap Karel.
Fian mengangkat bahunya dengan acuh. "Aku bicara jujur, hari ini kita memang harus fitting baju pengantin."
Karel tersenyum tipis. "Apapun itu, kamu menyelamatkanku."
Keduanya berjalan keluar kantor dengan tangan Karel yang masih setia menggandeng lengan Fian untuk mempertegas hubungan mereka pada semua orang. Akan ada banyak lagi kebohongan setelah ini dan Fian harap semuanya tidak akan sia-sia.
🍁🍁🍁
See you in the next chapter ;)
Bonus fotonya Karel yaa edisi lebaran
Minal aidzin walfaidzin 😊😊😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro