Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

38. Rumah yang Ramai

Hayyy lama yaa.. maapkann

Hehe langsung aja yaa happy reading 😉😘

🍁🍁🍁

"Ndaaa.." teriakan nyaring itu milik Caramel Starla Rajendra. Putri satu-satunya di rumah ini. Dua tahun setelah si kembar lahir Karel dan Fian dikaruniai seorang putri yang cantik. Wajahnya mirip seperti putri pertama mereka Irish. Fian berjalan cepat ke taman belakang menghampiri putrinya itu.

Masih dengan apron yang menutupi pakaiannya, Fian berkacak pinggang kesal menatap ketiga anaknya. "Ini apa sih teriak-teriak? bunda lagi masak," omelnya.

Caramel cemberut kesal, dia melipat tangannya di depan dada. "Abang Lafan sama bang Alkan nakal ndaa.." adunya dengan nada merajuk yang lucu.

Fian menghela nafas, dia mendekati putrinya itu dan menggendongnya. "Kara sama ndaa aja yaa?" bujuknya.

"Huuu Kara cengeng!" ledek Arkan.

Rafan terkekeh dan mengangguk, mereka tadi sedang mengganggu adiknya yang sibuk mengejar kupu-kupu. "Huaaa ndaaa.. Kala nggak cengeng.." tangisnya meledak. Berbeda jauh dengan apa yang dikatakan anak itu tadi.

Fian tersenyum geli. "Katanya nggak cengeng? kok nangis?" tanya Fian sembari mengusap air mata Caramel.

Rafan mendekat dan ikut mengusap pipi Caramel. "Maaf yaa, ntar abang tangkepin lagi kupu-kupunya."

Rafan dan Arkan memang sama-sama jail, tapi Rafan memiliki batasan. Jika Caramel sudah menangis dia akan berhenti dan akan menghibur adiknya. Sedangkan Arkan, dia tidak akan berhenti tapi meski begitu jika ada yang berani macam-macam dengan Caramel maka dia yang pertama maju.

"Pokoknya nanti Kala bilangin sama ayah!" ucap Caramel dengan memeletkan lidahnya.

"Bilangin aja sana!" jawab Arkan dengan cuek. Rafan mengetuk kepala adik yang lahir lima belas menit setelah dirinya ini.

"Udah, ntar Bunda ngomel!" ucap Rafan.

Fian menggelengkan kepalanya, rumah ini menjadi sangat ramai dengan kejailan si kembar pada adik perempuannya. Dia tersenyum dan mengusap kepala Rafan dan Arkan.

"Mandi gih! sebentar lagi Bang Raka pulang sekolah, nanti kalian diomelin loh," ucap Fian.

"Siap Ndaa.." ucap si kembar dengan bersamaan. Mereka berangkulan masuk ke dalam rumah dan pergi ke kamar mereka.

Fian menggendong Caramel ke dapur. Disana Meri sedang berkutat dengan adonan kue. Fian meletakan putrinya di meja pantri. "Disini aja liatin Ndaa, oke?"

Caramel mengangguk, dia mengambil semangka di dekatnya dan makan dengan lahap tanpa peduli tetesan airnya mengotori baju yang dia kenakan.

Raka pulang dengan wajah lelah, dia langsung duduk di kursi pantri. Ini tahun pertamanya masuk sekolah menengah pertama dan dia masuk ke sekolah yang jam belajarnya dimulai dari pukul tujuh pagi sampai setengah empat sore.

Caramel tersenyum lebar, dia langsung memeluk leher Raka. "Bang Lakaa!!" teriaknya.

Raka tersenyum dan mengusap kepala adiknya. "Kara kenapa duduk disini?" tanya Raka.

"Kala dinakalin bang Lafan sama bang Alkan," adunya dengan tangisan heboh. Padahal tadi anak itu sepertinya sudah lupa karena sibuk dengan semangkanya. Selalu begini, kalau tidak mengadu pada ayahnya maka dia akan mengadu pada abang pertamanya. Lain dari kedua abang jailnya, Raka itu selalu memanjakan Caramel.

Fian menghampiri anak sulung dan bungsunya. "Idih Kara, itu seragamnya abang kotor semua dong.. sini cuci tangan dulu!" ucap Fian.

"Noo.. Kala mau sama abang!" tolaknya. Fian memutar bola matanya dia menarik lembut tangan Caramel.

"Iyaa sama abang tapi cuci tangan dulu dong, ntar abang Raka disemutin. Gimana?" tanya Fian.

Caramel menatap Raka, diotaknya terbayang abangnya ini dikelilingi semut seperti kue-kuenya yang dia tinggal di dapur kemarin. Tawanya muncul, dia langsung mengulurkan tangannya pada Fian.

"Gendong ndaa," pinta Caramel.

Fian menjawil hidung putrinya ini dengan gemas. Dia langsung menggendong Caramel dan mencuci tangan kecil itu. "Bobo yukk, Kara belom bobo loh tadi siang," ajak Fian.

Caramel menggelengkan kepalanya. "Kala mau nunggu ayah ndaa.." ucapnya.

"Ayah pulangnya malem, bobo sama ndaa dulu ntar malem baru sama nda sama ayah, oke?" bujuk Fian.

Caramel mengerutkan keningnya kebiasaan setiap dia sedang berpikir. Matanya melirik keatas dengan jari telunjuk di dagu. "Oke deh, tapi Kala mau susu yaa ndaa?"

"Okee dehh, toss dulu," ajak Fian. Caramel bertos ria dengan bundanya dan tertawa bersama, dia menenggelamkan wajahnya di lekuk leher Fian. "Raka makan yaa, bunda udah siapin di meja.. bunda temenin Kara bobo dulu," ucapnya sebelum naik ke atas.

Caramel tidur dengan nyenyak, Fian masih terus mengusap kepala putrinya. Sesekali dia mengecup kening Caramel.

"Princess masih tidur?" ucap suara berat itu. Fian tersenyum, dia langsung bangun dan menghampiri Karel. Seperti rutinitas biasanya, Fian melepaskan dasi Karel.

"Baru tidur karena yah biasa twins kita itu hobi mengganggu adiknya," kekeh Fian.

Karel tersenyum geli, sudah biasa baginya saat pulang mendapatkan aduan panjang dari putri kecilnya tentang kenakalan kedua abangnya itu. Dia mengecup kening Fian.

"Aku mandi dulu," ucap Karel. Fian mengangguk, dia menyiapkan pakaian untuk dikenakan Karel nanti.

"Ssttt Nda.." bisik suara yang berasal dari ambang pintu. Kepala Rafan muncur di celah kecil pintu itu. Cengirang lucu menghiasi wajah tampannya.

Fian mengerutkan keningnya, dia mendekati putranya. "Apa?" tanya Fian.

"Ayah mana?" tanya anak itu sembari menelusuri kamar dengan pandangan matanya.

Fian menunjuk kamar mandi. "Lagi mandi, ada apa sih?" tanya Fian lagi dengan wajah penasarannya.

Rafan berohh ria, kepalanya mengangguk. "Nanti bilangin Ayah yaa Ndaa, kita nungguin di bawah, biasa Nda main basket. Si abang lagi mau gabung tuh, jarang-jarang kan?" tanya anaknya dengan kekehan geli.

Fian jadi ikut tertawa, Raka memang jarang bergabung. Dia akan memilih duduk membaca buku atau menemani Caramel bermain jika adiknya itu sedang rewel.

"Sipp! nanti Bunda bilang ke Ayah, sekarang temenin abang kamu dulu gih! ntar keburu berubah pikiran," ucap Fian dengan semangat.

Rafan langsung mengangguk dan berhormat ria layaknya seorang taruna yang hormat pada komandannya. "Laksanakan Ndaa," ucapnya sebelum berlari menuruni tangga.

Fian tertawa geli, sembari menunggu Karel dia kembali duduk di ranjang dan mengecek ponselnya. Sibuk mengurus empat anak membuatnya melupakan kegiatan diluar.

Fian membaca pesan-pesan di grup Line yang ramai meski hanya berisikan tiga anggota yaitu dirinya sendiri, Putri dan Rain. Senyum sedihnya kembali terbit, seandainya Stella masih ada maka sudah pasti dia akan menjadi anggota grup ini.

Putri : Masa tadi gue niatnya mau nonton film sama Cakra ehh nggak taunya gue salah masukin CD! lo tau itu CD apa???

Rain : CD apaan? film blue yakk??

Putri : Ehh kok lo tau??

Rain : Serius lo? gue tadi cuma nebak! gilaa gue ngakak!! 😂😂

Putri : Huee itu copyan dari CD yang gue kirim ke ultahnya si Fian!😭

Rain : Yaa lo ngapain di copy! mau nonton? 😲

Fian : Nahh lo ketauan kan! dasar ibu-ibu bokep! parah asli lo Put!

Putri : Bukan Rain pea! tadinya kan gue mau ngirim buat lo juga ehh gue lupa!

Putri : Lohh Fi gue kalau nonton juga sama lo kan?? akuilah kesalahanmu nak 😊

Fian : Ehh iya yaa? maap hilap -_- btw gue kangen Stella nih

Rain : Sama

Putri : Sama (2)

Rain : Minggu depan kita ke makamnya yuk!!

Fian : Ayoo

Putri : Ayoo (2)

"Kamu sedang apa?" tanya Karel. Pria itu keluar dengan handuk yang melilit dan menutupi tubuh bagian bawahnya. Fian tersenyum dan meletakan ponselnya di nakas lalu bangkit dan mengalungkan lengannya pada leher Karel.

"Anak-anak menunggu di bawah," ucap Fian. Karel mengerutkan keningnya sebentar kemudian mengangguk. Jika sore begini biasanya sikembar akan mengajaknya untuk bermain basket di halaman. "Kamu tidak lelah?" tanya Fian.

Karel tersenyum tipis, dia mengecup singkat bibir Fian. "Lelahku hilang saat main dengan mereka, yasudah aku siap-siap kita turun ke bawah," ucapnya sembari melepaskan diri.

Mereka turun bersama, dan dihalaman depan garasi ketiga anaknya sudah sibuk bermain. Raka sedang mendrible bola dengan lincah, dia meloncat dan dalam sekali shoot bola basket itu meluncur dengan mulus memasuki ring.

Fian berdecak kagum, putra sulungnya ini jarang bermain basket tapi kemampuannya lumayan ditambah gayanya yang keren.

Rafan dan Arkan ternganga, mereka langsung bertepuk tangan. "Bang ajarin Arkan dong!" pintanya.

Raka tersenyum miring. "Boleh, abang ajarin asal kalian jangan jailin Kara lagi. Gimana?" tawar Raka. Rafan dan Arkan saling berpandangan dengan ragu seolah menjaili adiknya adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan.

Karel tersenyum, dia menghampiri ketiga anaknya. "Jadi main?" tanya Karel.

Raka, Rafan dan Arkan langsung tersenyum menyambut ayahnya. Empat pria yang paling berarti bagi Fian sedang bermain bersama, Fian duduk di teras dengan senyuman lebarnya. Betapa lengkap hidupnya sekarang, semesta mengerti besarnya perjuangan Fian untuk berdiri tegak ditengah terpaan angin kencang hingga hadiah ini diberikan pada Fian.

Seseorang memeluk leher Fian dari belakang, princess cantiknya sedang menyandarkan kepalanya di bahu Fian dengan wajah mengantuk. "Kenapa udah bangun?" tanya Fian.

Caramel diam dan menguap lebar, dia duduk dipangkuan Fian dan menyandarkan tubuhnya sembari ikut menonton ayah dan ketiga abangnya yang asik bermain basket. Fian terkekeh geli, sepertinya nyawa putrinya belum terkumpul karena kalau sudah maka putri kecil ini tidak akan diam dan ikut bergabung untuk merusak permainan.

Karel tersenyum melihat putri kesayangannya sudah bangun. Waktunya dirumah sangat singkat dan dia tidak ingin menyia-nyiakan waktu itu untuk menemani masa kecil anak-anaknya karena saat semua anaknya telah remaja dan dewasa dia tidak akan bisa sedekat saat ini. "Kalian lanjut main saja," ucapnya sebelum menghampiri Fian dan Caramel.

Melihat ayahnya mendekat, mata Caramel langsung terbuka lebar, senyum menggemaskannya membuat Fian dan Karel gemas. Caramel merentangkan tangan kecilya lebar-lebar dia meloncat girang. "Ayah!!" panggilnya.

Karel menggendong Caramel dan menciumi pipi itu. "Halo princess," sapanya. Jika Fian adalah ratu di rumah ini maka Caramel adalah tuan putrinya.

Wajah Caramel langsung berubah cemberut. "Katanya Ayah pulang malem?" tanya Caramel.

Fian meringis, dia ikut bangkit dan mengusap bahu putrinya. "Maaf deh, abis kalau nggak begitu Kara nggak mau bobo," ucap Fian.

"Kala jadi nggak liat Ayah pulang deh," keluh Caramel dengan wajah sedih.

Karel terkekeh, dia mengecup gemas kepala putrinya. "Sekarang kan bisa main sama Ayah," hiburnya. "Kara mau main apa?"

"Main basket!!" teriaknya.

Fian berdecak putrinya ini memang senang sekali mengganggu keasikan abang-abangnya dan saat dibalas maka Caramel akan menangis kencang. Tipikal anak bungsu yang selalu ingin menang.

"Kara perempuan, main boneka aja sama Nda yaa?" bujuk Fian.

Caramel menggelengkan kepalanya dengan wajah kesal. "Mau basket Nda kaya abang!" pintanya.

"Yaa tapi bola basket sama Kara aja gedean bola basketnya!" ucap Fian.

Mata bulat Caramel mengerjap lucu, bulu mata lentiknya ikut tergerak seolah anak ini adalah bonek hidup. "Iyaa yaa.." gumamnya. "Yaudah main keleleng aja Nda, kan kecil," kekehnya.

Karel tertawa geli, Caramel memang tidak terlalu tertarik dengan boneka, barbie dan masak-masakan. Mungkin karena dia sering bermain dengan abang-abangnya jadi dia sedikit terbawa dengan pola permainan anak laki-laki.

"Ayah.. Kala mau tulun.." rengek suara menggemaskan itu.

Karel tetap menggendong Caramel. "Mau apa? Ayah masih kangen," ucapnya.

Caramel menunjuk dalam rumah. "Mau ambil keleleng," ucapnya.

Karel menggelengkan kepalanya, dia duduk di teras dan memangku Caramel. Tangannya mengusap rambut panjang putrinya. "Ayo belajar bilang R dulu sama ayah, kemarin kan udah bisa," ucap Karel.

"Elll," Caramel berdecak kesal. "Errlll, Elrr, ihh Ayah susah!" rengeknya.

"Ayo coba lagi," pinta ayahnya.

Caramel mengangguk, "Erll, Erll, Ellr, ihh lidah Kala kepleset telus Yah," rengeknya. Mendengar itu Karel dan Fian hanya bisa tertawa geli. Putrinya ini memang lucu, kalau bicara selalu saja membuat orang-orang tertawa gemas ditambah dengan wajah polos tanpa dosa itu. Karel selalu betah berlama-lama mengajak Caramel bicara, karena bicara dengan putrinya selalu mengingatkan dia tentang reaksi-reaksi lucu Fian.

🍁🍁🍁

Fian mencari Caramel di setiap sudut rumah. Baru saja ditinggal sebentar dan anak itu telah hilang. Bukan keluar rumah pastinya karena tadi Fian baru saja dari luar.

"Ck kemana itu anak," keluh Fian.

"Sssstt Nyonya!" panggil Meri.

Fian menoleh, alisnya terangkat dengan wajah bingung. "Kenapa bisik-bisik Ri?" tanya Fian.

Meri terkekeh, dia menunjuk kolong meja pantri dan saat itu juga Fian langsung mengerti. Putrinya ada di sana. Fian mengendap pelan dan langsung jongkok untuk mengagetkan Caramel.

"Hayoo!! ngapain?" tanya Fian.

Caramel mendongak kaget, dia tersenyum lebar menatap bundanya. "Ssstt Ndaa jangan bilang bang Lafan sama bang Alkan," bisiknya.

Kening Fian berkerut, "kenapa?" tanya Fian. Karena ini hari minggu maka semua sedang berkumpul di rumah.

"Kara!!" teriak suara itu dari lantai dua rumah ini.

Fian langsung bangkit karena kaget, kepalanya terantur meja pantri. "Aww," ringisnya. Caramel tertawa kecil melihat kecerobohan bundanya.

Mata Fian jatuh pada wajah putra kembarnya. Wajah Rafan dan Arkan penuh dengan coretan spidol hitam. Fian meringis, ini pasti ulah putrinya. Pantas Caramel bersembunyi sekarang.

"Ndaa liat Kara nggak?" tanya Arkan dengan wajah kesal.

"Ehh emm sekarang sih bunda nggak liat, wajah kalian kenapa?" tanya Fian basa-basi.

Arkan berdecak kesal. "Kara gambar muka Arkan sama Rafan pake spidol Ndaa.. liat nih masa Arkan sekarang jadi mirip kucing!" protesnya.

"Ehh? lebih mirip tikus sih," ralat Fian.

Arkan melotot kesal. "Bunda.." rajuknya.

Fian terkekeh geli, dia menghampiri dua anak kembarnya. Lengan kanannya merangkul Rafan dan lengan kirinya merangkul Arkan. "Sekarang cuci muka, bersihin wajah kalian," ucapnya.

Rafan menyipit curiga, sepertinya bunda tahu dimana Caramel bersembunyi sekarang melihat dari wajah bundanya yang masih tenang.

"Dimana Kara Nda?" tanya Rafan.

Kening Arkan berkerut bingung. "Ehh Bunda tau?"

"Maaf yaa bang," suara polos itu terdengar. Semua menoleh pada Caramel yang sedang tertawa riang tanpa merasa bersalah.

Rafan dan Arkan menghampiri adiknya itu dan langsung menggelitiki Caramel. "Nakal yaa!" ucap Rafan.

"Nanti abang bales jangan nangis!" ucap Arkan.

"Hahaaa ampun Abang.." kekehnya. Fian tertawa menyaksikan Caramel yang sedang digelitiki kedua kakaknya.

Suara berisik di bawah membuat Karel dan Raka turun, tadinya kedua orang ini sedang sibuk di kamar Raka untuk mempelajari tentang perangkat komputer terbaru Raka.

"Ada apa sih?" tanya Raka.

Fian terkekeh, dia menunjuk ketiga anaknya. "Biasa, adik kamu itu jailnya."

Mata Raka jatuh pada wajah si kembar, senyum tipisnya hadir. Ini adalah saran Raka pada Caramel semalam saat Rafan dan Arkan menjaili Caramel lagi.

Karel merangkul bahu Fian dan memilih untuk menonton tingkah anak-anaknya. Rumah ini benar-benar ramai sesuai harapannya dulu.

🍁🍁🍁

Fian menatap ponselnya, senyumnya mengembang saat melihat photo yang baru saja Gavyn kirim. Dia mengusap layar ponselnya. Ini photo Lyza dan Kenneth, Lyza yang terlihat sangat cantik dan Kenneth yang sekarang sudah sebesar si kembar.

"Itu siapa Nda?" tanya Caramel.

Fian mendongak, dia mengulurkan ponselnya pada putri bungsunya. "Ini kak Lyza, kakaknya Kara dan yang ini abang Ken, abangnya Kara," jelasnya.

Kening Caramel berkerut, dia belum pernah mendengar nama ini. "Kala nggak kenal Nda," ucapnya.

"Iyaa soalnya mereka tinggal di London sana, nanti pasti kak Lyza sama bang Ken pulang buat main sama Kara," ucap Fian dengan mata berbinar.

Wajah bingung Kara semakin bertambah, "London itu mana Nda?" tanya Caramel.

Karel yang baru saja selesai mandi ikut bergabung di ranjang. "London itu jauh, nanti kita ke sana yaa," jawab Karel.

"Benelan yah?" tanya Caramel dengan semangat. Karel mengangguk dan mengacak rambut putrinya.

"Yapp apa yang tidak untuk putri ayah yang cantik ini?" tanya Karel dengan menjawil gemas hidung Caramel.

Caramel terkekeh dan menciumi pipi Karel sembari bergelantung manja pada ayahnya. Ayahnya yang terbaik dan selalu memanjakannya. Fian memutar bola matanya, sekarang bukan hanya dia yang bermanja-manja pada Karel.

Fian kembali fokus melihat semua photo yang dikirim. Gavyn sedang ada di London, sepertinya pria itu sudah lama tidak kesana dan bertemu dengan kedua anaknya.

"Ndaa abang ini matanya bagus," ucap Caramel yang ternyata sudah kembali bergabung dengan Fian. Putrinya itu meletakan kepalanya di pangkuan Fian dan mata bulat itu menatap serius ponsel bundanya.

"Kala suka matanya Nda.." gumam Caramel.

Fian tersenyum dan mengusap kepala Caramel. "Iyaa matanya emang bagus, abang kamu ini ganteng loh!" promosi Fian.

Karel memutar bola matanya, dia mengusap kepala Caramel. "Sudah malam, Kara bobo gih besok mau sekolah kan?" tanya Karel. Meski belum umurnya tapi Caramel memang minta untuk sekolah karena melihat Arkan dan Rafan.

Caramel mengangguk, dia berdada ria di depan photo Ken. "Dada Abang, Kala mau bobo dulu," ucapnya. Dia menyerahkan ponsel itu pada Fian dan langsung memeluk ayahnya seperti malam-malam sebelumnya.

Kepalanya di benamkan pada leher Karel dan matanya mulai terpejam. Sudah menjadi kebiasaan bagi Caramel untuk tidur sembari memeluk ayahnya dan Karel menyukai itu. Dia mengusap-usap bahu putrinya hingga mata bulat itu terpejam rapat dan nafasnya mulai teratur.

Fian yang ikut berbaring di samping Caramel ikut mengusap bahu kecil itu. "Jadi Kara aja yang dapat pelukan?" tanya Fian.

Karel tersenyum, dia mengusap kepala Fian. "Bunda tidak boleh iri pada anaknya," jawab Karel. Fian berdecih kesal tapi bibirnya masih melengkungkan senyum. Dia selalu menikmati waktunya bersama Karel.

🍁🍁🍁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro