27. Sidang Perceraian
Hayy semuaa yg udah nunggu huehee indah dateng lagi bawa part selanjutnyaa *apadah.
Langsung aja yakss happy reading guyss! semoga sukaa.. Aamiin :)
🍁🍁🍁
Fatar masuk ke rumah orang tuanya. Karena sekarang sudah siang, anak-anaknya tidak ada di rumah dan hanya ada ibunya saja. Dia menyalami Amanda seperti biasa.
"Ada apa sayang?" tanya Amanda.
Fatar menghela nafas berat, "anak-anak akan tinggal di sini sementara waktu Bu sampai aku mendapatkan rumah baru," katanya.
Amanda mengusap lembut lengan Fatar dan itu seperti menyalurkan kehangatan untuk Fatar meski sebentar. "Sebesar apa masalahnya sampai kalian pisah rumah?"
Fatar tersenyum kecil dan menggenggam tangan wanita yang telah melahirkannya itu. "Aku gagal membimbing Rain, jika suami tidak bisa menjalankan tugasnya dan istri tidak bisa menjaga dirinya apalagi yang harus dipertahankan?" tanya pria itu dengan getir.
Amanda langsung mengerti arah ucapan Fatar karena beliau beberapa kali juga mendengar rumor tidak enak dari menantunya itu. "Apa tidak bisa diselesaikan dengan baik-baik? ingat Keyla dan Rasya sayang," ucapnya.
Fatar menundukan kepala, ia tau dengan jelas maksud ibunya. Dalam hal ini yang menjadi prioritas adalah kedua anaknya tapi dia benar-benar sulit memaafkan Rain, hatinya terlalu sakit. Butuh hati yang besar untuk memaafkan dan kembali menerima Rain.
"Aku tidak bisa memaafkan Rain," gumamnya.
Amanda menghela nafas, dia tau Fatar sangat kecewa karena pengkhianatan Rain sekarang tapi dia juga tidak ingin Fatar menyesal. "Pikirkan Keyla dan Rasya sayang.. mereka butuh ibunya."
Fatar tau itu, kedua anaknya sangat membutuhkan Rain tapi untuk kembali menjalani rumah tangga dengan Rain dia tidak sanggup. "Aku akan menceraikannya," gumam pria itu. Tidak dia sangka kalau rasa cintanya yang terlalu besar kini justru menikamnya hingga membuat dirinya jatuh sedalam mungkin. "Dan aku akan mengambil hak asuh anak-anak," lanjutnya.
Amanda menggeleng pelan, "jangan mengikuti ego sayang! mereka membutuhkan ibunya.." ucapnya dengan penekanan.
Fatar mendongak dan tertawa sumbang. "Ibu macam apa dulu yang dibutuhkan? jika ibu yang baik aku memakluminya, tapi Rain? dia bahkan tidak memikirkan kedua anaknya saat berselingkuh." Ini adalah pilihan yang terbaik untuk semuanya. Masalah Keyla dan Rasya biar nanti dia yang akan menjelaskan saat waktunya tiba.
"Baiklah, semua keputusan ada ditanganmu. Jika ini memang terbaik Ibu ikut denganmu, jangan lupa hubungi orang tua Rain dan kembalikan dia ke orang tuanya dengan baik-baik karena dulu kamu yang memintanya dengan baik-baik pula," kata Amanda.
Fatar mengangguk dan pergi ke kamar yang dulu adalah kamarnya. Dia merebahkan diri dan matanya terpejam, kejadian semalaman ini benar-benar menguras hati dan tenaganya.
Sorenya saat terbangun tubuh Fatar tampak lebih segar. Dari luar samar ia mendengar suara anak-anaknya yang sedang bermain. Senyumnya mengembang, ada rasa nyeri dihatinya.
"Maaf karena Papa harus memisahkan kalian dari Mama," gumamnya.
Fatar keluar dari kamar dan langsung menghampiri Rasya yang kebetulan berdiri di dekat pintu kamar Fatar. "Hay jagoan.." ucapnya.
Rasya mengerutkan keningnya. "Kapan Papa datang? Mama mana?" tanya anak itu.
Keyla ikut menghampiri keduanya dan merangkul leher Fatar. Bibir mungilnya menciumi pipi Fatar dengan manja. "Paa Key kangen.." rengek gadis kecil itu.
"Aduh sayang, ini Papa nggak bisa nafas dong.." kekeh Fatar karena Keyla memeluk terlalu kencang. Bukan merasa bersalah Keyla justru tertawa kencang dan loncat ke pelukan Fatar. "Mama mana?" tanya Keyla.
Fatar menghela nafas, "Mama pergi ke rumah saudaranya yang di Bengkulu," jawabnya bohong.
Keyla mendongak bingung. "Emang ada yaa? Key baru tau," tanya Keyla polos.
Fatar menjawil hidung Keyla dengan gemas. "Kamu tidak percaya?" Keyla tertawa dan menggeleng karena apapun ucapan papanya pasti semua benar.
Fatar menemani kedua anaknya bermain sampai malam. Dia sadar tidak akan bisa menggantikan posisi Rain di hati anaknya tapi dia akan selalu berusaha agar kedua anaknya tidak akan kekurangan kasih sayang.
Malam ini Fatar akan tidur di tengah Keyla dan Rasya. Jadi sekarang Fatar sedang bingung membolak-balik buku cerita yang akan ia bacakan. "Hemm yang mana ya.." guman Fatar.
"Nahh dengerin yaa, dulu ada seorang gadis kecil yang tinggal di tengah hutan.."
"Stop.. bacainnya kaya Mama dong.. pake gerakan gituu Pa.." protes Keyla. Rasya terkekeh melihat papanya memasang tampang bingung.
"Udah Key.. Papa nggak ngerti, besok kalau Mama pulang pasti Mama dongengin lagi," ucap Rasya.
Keyla cemberut berat, dia akan susah tidur kalau belum mendengar dongeng dari ibunya. "Key kangen Mama," gumamnya dengan wajah sedih.
Fatar tersenyum getir, "jangan sedih dong princess Papa.. emm gimana kalau besok kita beli ice cream kesukaan Key?" bujuk Fatar.
Wajah sedih Keyla langsung berubah saat mendengar makanan kesukaannya disebut. Tapi apakah ampuh nanti jika ia akan membujuk Keyla dengan ice cream lagi.
"Sekarang Key dan Rasya tidur, biar Papa nyanyi untuk kalian.." ucap Fatar.
Keyla dan Rasya saling melirik, keduanya meringis ngeri. "Kita langsung tidur aja deh Pa.. Papa ngantuk kan?" tanya Keyla.
Fatar mendengus geli karena melihat wajah kedua anaknya. "Memang kenapa? Papa ingin nyanyi untuk kalian.."
Keyla menggeleng polos, "nggak usah repot Paa.. ayo tidur.." ajaknya. Jika Rain memiliki suara merdu saat bernyanyi makan Fatar sebaliknya jadi mereka lebih memilih tidur daripada mendengar Papanya yang buta nada itu bernyanyi.
Fatar gemas dan menggelitiki Keyla. "Ohh maksud Key suara Papa jelek?" tanya pria itu dengan diiringi tawa Keyla.
"Hahaa bukan jelek Pa.. cuma nggak enak didenger," kekeh Keyla. Fatar tertawa dan semakin menggelitiki gadis kecilnya itu.
Dari luar kamar Amanda tersenyum memandang kamar itu. Setidaknya Fatar memiliki Keyla dan Rasya untuk bertahan dalam sakitnya.
🍁🍁🍁
Setelah mengantar sekolah Keyla dan Rasya, Fatar langsung melanjutkan perjalannya ke kantor. Hari ini dia hanya akan mengecek semua kemudian langsung pergi lagi. Dia harus pergi ke rumah orang tua Rain dan menemui teman pengacaranya untuk mengurus perceraian.
Saat memasuki lobi kantor Fatar melihat Rain sudah berdiri menunggunya di dekat resepsionis.
"Pak.. istri Bapak menunggu," ucap Fani.
Mata Fatar memandang Rain dingin, dia tidak tau kalau akan bertemu wanita itu disini padahal bertemu dengan Rain adalah pilihan terakhirnya. "Kita bicara di ruanganku," hanya itu lalu pria itu berlalu melewati Rain begitu saja.
Pemandangan itu sangat aneh karena semua karyawan di sini tau betapa mesranya bos mereka pada istrinya.
Fatar duduk di kursi kerjanya dan menunggu Rain untuk membuka suara. Lama ruangan ini hening dan Rain masih saja berdiri tanpa bicara tapi Fatar membiarkannya. Pria itu justru sibuk mengecek semua data yang ada di hadapannya.
"Tolong jangan pisahkan aku dari anak-anak," ucap Rain pelan.
Fatar tersenyum sinis, "kamu sendiri yang memilih untuk meninggalkan kami," jawabnya tanpa menoleh.
Rain menghela nafas berat, dia tau Fatar tidak akan memberikan kedua anaknya begitu saja, tapi bagaimanapun dia ibunya dan dia harus memperjuangkan Keyla dan Rasya semampunya. "Di sini aku yang salah, jangan menyiksa anak-anak dengan memisahkan aku dari mereka.." mohon Rain.
Fatar mendongak, matanya menatap tajam mata Rain yang sudah berkaca-kaca. "Menyiksa? kamu bicara seolah aku bukan ayah dari anak-anak. Aku hanya ingin yang terbaik untuk mereka."
"Yang terbaik apa Mas? jelaskan bagian mana dari terbaik saat kamu memisahkan ibu dengan anaknya? tega kalau kamu melakukan itu.. kalau ada yang harus dihukum orang itu adalah aku bukan anak-anak.." cecar Rain.
Fatar bangkit, tangannya menggebrak meja kerjanya dengan wajah memerah emosi. Rasanya ia ingin sekali meledak sekarang. "Kurang ajar mulut kamu Rain! aku tidak akan rela anakku di asuh oleh wanita peselingkuh seperti kamu! menjaga kehormatan dirinya saja gagal apalagi menjaga anak-anakku!"
Kata-kata kejam itu seperti pedang tajam untuk Rain. Dia menggelengkan kepala tidak percaya kalau pria yang bicara kasar dan pedas ini adalah Fatar suaminya yang sangat lembut. "Mas.." gumamnya.
Mata Fatar memerah dia menahan agar tidak menangis di depan wanita yang telah menghancurkan hidupnya itu. Sorotnya meredup, nafasnya kembali beraturan, intonasi suaranya merendah. "Seandainya kamu tau, aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untukmu."
Mendengar itu nafas Rain terasa ikut sesak, kali ini ia benar-benar ikut merasakan betapa sakitnya hati Fatar. Rain kembali menangis, dirinya adalah sumber rasa sakit untuk pria yang dicintainya. Dirinya adalah sumber kehancuran dari bahtera rumah tangganya sendiri.
Fatar pergi melewati Rain begitu saja tanpa menoleh. Kemanapun itu asalkan tidak ada Rain dihadapannya karena jika ada Rain maka dia takut akan melakukan sesuatu yang akan semakin menyakiti hati mereka berdua.
🍁🍁🍁
Rain hanya bisa menangis di rumah sembari memeluk pakaian kedua anaknya. Ia sangat merindukan Keyla dan Rasya karena selama ini mereka tidak pernah berpisah lama. Ini sudah satu minggu semenjak pertengkaran itu.
Selama ini ia selalu berusaha menghubungi Fatar tapi seperti dugaannya. Nomer suaminya itu tidak bisa dihubungi. Suaminya, Rain tertawa getir sebentar lagi status Fatar dalam hidupnya akan berubah menjadi mantan suami karena surat gugatan cerai sudah ada di tangannya.
Fatarnya, pria yang selalu mengucapkan selamat pagi ketika ia baru membuka mata, pria yang selalu minta dibuatkan teh dengan satu sendok gula di pagi hari sudah tidak teraih lagi.
Meski rasa sakit sangat dominan tapi ada rasa lega karena dirinya sudah jujur pada Fatar dan jika perceraian adalah imbasnya maka dia sudah ikhlas karena memang wanita sepertinya tidak pantas untuk pria yang baik seperti Fatar. Tapi untuk berpisah dengan anak-anaknya dia tidak akan rela. Sejahat apapun Rain, dia selalu berusaha menjadi ibu yang baik untuk kedua anaknya.
Perkataan Fatar saat ia mengunjungi pria itu di kantornya kembali terbayang. "Maafin Mama sayang.." isak Rain masih memeluk pakian anak-anaknya.
Ponselnya berdering, ada nama Fian di sana tapi Rain mengabaikannya. Sudah beberapa hari ini Karel dan Fian menghubunginya tapi Rain selalu mengabaikan. Jika itu bukan dari Fatar maka semua tidak penting.
Bel rumah berbunyi memecah kesunyian. Rain menghela nafas dan berjalan gontai menuju pintu depan.
"Rain!!" panggil Fian kaget melihat kondisi wanita di hadapannya. Karel ikut syok melihat kondisi Rain sekarang, rasa bersalahnya kembali menguat.
Mereka masuk ke rumah. Fian langsung ke dapur dan membuat makanan untuk Rain yang sepertinya belum makan dan minum melihat bibirnya kering dan tampak pucat.
Karel duduk di samping Rain. Matanya menelusuri wajah Rain, tangannya mengusap kepala wanita itu perlahan. "Maafkan aku," ucapnya.
Rain menoleh pada Karel, dia menggeleng pelan dan kembali menangis hingga Karel memeluk Rain. "Ssstt ada aku dan Fian disini," ucap Karel.
Saat kembali ke ruang tamu Fian melihat Rain masih dipelukan Karel. Ada rasa panas dihatinya tapi dia sadar saat kondisi seperti ini dia tidak boleh egois dengan cemburu yang tidak jelas. Rain memang butuh ketenangan dan Karel hanya berperilaku layaknya sahabat yang baik.
"Makan dulu Rain.." bujuk Fian. Dia menyuapi Rain dengan sabar.
"Aku akan bercerai dengan Fatar," gumam Rain setelah menghabisnya beberapa sendok nasi.
Fian menghela nafas, ia sudah menduganya. "Anak-anak gimana?"
"Hiks Fatar akan mengambil hak asuh Keyla dan Rasya," isak Rain.
Karel menepuk bahu Rain. "Aku akan bantu mencarikan pengacara terbaik agar kamu bisa mendapatkan anak-anak," ucapnya menghibur.
Rain menggeleng, "bukankah seorang ibu yang berselingkuh akan kehilangan hak asuh anak secara mutlak?"
Karel menghela nafasnya, bagaimanapun ini ulahnya. Apapun akan ia lakukan untuk membantu Rain. "Setidaknya sudah usaha kan?" tanya Karel.
Rain tersenyum kecil dan mengangguk, semoga saja ia bisa menang dalam pengadilan nanti.
🍁🍁🍁
Fatar mengusap kening Keyla yang sejak tadi mengigau terus. Sudah seminggu ia harus mengarang cerita agar kedua anaknya tidak menanyakan tentang Rain padanya.
Mata bulat Keyla terbuka perlahan. Jernih matanya tertutupi kabut tipis dan perlahan airmatanya jatuh. "Pa.." panggil Keyla.
Fatar tersenyum dan mengecup kening putrinya. "Yaa?"
"Key kangen Mama.." isaknya. Fatar terdiam, dia memeluk Keyla erat. Putrinya ini memang sangat mirip dengan Rain, sifatnya wajahnya bahkan senyumnya.
"Besok kita ketemu Mama," ucap Fatar setelah menimbang-nimbang keputusannya.
"Bener Pa?" tanya Keyla. Fatar menangguk dan menggendong putrinya sampai jatuh tertidur lagi. Besok terpaksa dia harus bertemu dengan Rain untuk anak-anaknya.
Paginya Keyla langsung bercerita pada Rasya kalau mereka akan pulang ke rumah. Keyla yang kemarin sempat demam sekarang terlihat sangat sehat bahkan kembali lincah seperti hari biasa.
Rasya tertawa senang, dia juga sangat merindukan ibunya itu. "Aku siap-siap dulu deh.." katanya ceria.
"Heyy anak Papa cantik sama ganteng banget, mau kemana?" tanya Fatar setelah keluar dari kamar.
Keyla terkekeh senang. "Mau pulang.. yess ketemu Mama!!" teriaknya.
"Aduh kuping aku sakit Key!" protes Rasya.
"Bodo!!" Keyla memeletkan lidahnya mengejek Rasya. Fatar tersenyum geli dan menggandeng tangan kedua anaknya itu. Pada akhirnya dirinya harus kalah dari wajah sedih kedua anaknya setiap menanyakan Rain karena kebahagiaan Keyla dan Rasya adalah prioritas utama dalam hidupnya.
Sampai di rumah Keyla dan Rasya langsung turun dari mobil tanpa menunggu Fatar. Mereka menggedor pintu dengan tidak sabar, mulut kecil Keyla berteriak-teriak memanggil mamanya.
"Itu pintunya bisa roboh sayang," ledek Fatar sembari berlutut menyetarakan tingginya dengan Keyla.
Pintu rumah terbuka, Rain keluar dengan pakaian rumah seperti biasa. Matanya langsung melebar saat melihat kedua anaknya ada di hadapannya.
"Maa..." teriak Keyla yang langsung meloncat dan minta di gendong oleh Rain.
Mata Rain berkaca-kaca, dia langsung menggendong putri kecilnya itu dan menciumi wajah Keyla dan Keyla melakukan hal yang sama.
"Mama kemana? Key kangen.." rengek bocah kecil itu.
"Key.. aku juga mau peluk Mama.." protes Rasya di bawah. Rain terkekeh dan menurunkan Keyla, dia memeluk erat Rasya putranya.
"Mama nangis?" tanya Rasya sembari mengusap kedua pipi Rain.
Rain menggeleng, "Mama cuma seneng ketemu kalian.. Mama kangen.." ucapnya sembari memeluk Keyla dan Rasya.
Fatar hanya bisa mematung menatap moment menyedihkan di hadapannya. Hatinya juga sakit karena sudah menghancurkan hati kedua anaknya dengan memisahkan mereka dari ibunya.
Mereka masuk ke dalam rumah, Fatar berusaha untuk sejauh mungkin dari Rain. "Kalian main sama Mama yaa, Papa ada pekerjaan," pamitnya sebelum masuk ke kamar.
Kamar yang seminggu ini ia tinggalkan tampak sama. Tidak ada yang berubah tempat sejak terakhir dia pergi dari sini. Pecahan kaca masih berserakan dimana-mana. Bisa Fatar terbak selama ini Rain pasti tidur di kamar anak-anak.
Fatar membereskan semuanya, jika anak-anak tidak sengaja masuk pasti mereka akan bingung saat melihat kamar ini berantakan. Saat membereskan foto pernikahan mereka Fatar hanya bisa tersenyum sinis. Hari itu adalah hari yang paling membahagiakan untuk hidupnya, hari dimana dia menjabat tangan ayah Rain, dan berjanji pada Sang Pencipta, pada kedua orang tua Rain bahkan pada dirinya sendiri akan menjaga Rain semampunya. Dirinya telah berjanji untuk bertanggung jawab lahir dan batin untuk istrinya.
Fatar menggelengkan kepalanya, masih tidak menyangka bahwa semuanya telah hancur. "Seberapa banyak dosa yang harus aku tanggung karena semua kesalahan kamu ini Rain? kamu adalah tanggung jawabku," gumamnya pahit.
Seharian Fatar tidak keluar kamar, saat jam makan malam dia baru keluar itupun agar anak-anaknya tidak curiga. Dia menghampiri Keyla dan Rasya yang sudah siap di meja makan. "Seru main hari ini?" tanya Fatar membuka obrolan.
Keyla mengangguk antusias, "tapi kurang Papa..emang sibuk apa sih? biasanya Papa selalu ikut main," protes suara menggemaskan itu.
Fatar tersenyum dan mengacak rambut Keyla. "Papa sibuk cari uang untuk beli mainan kalian," jawabnya.
"Mainan Key mahal yaa Pa?"
Fatar tertawa dan menganggukan kepala. "Mahal.. jadi Papa harus rajin cari uang untuk mainan Key sama Rasya.." jelasnya.
"Terus buat Mama apa?"
"Buat Mama yaa baju lah, Mama nggak suka mainan.." jawab Rasya.
Keyla membulatkan mulutnya, beroh ria mendengar jawaban Rasya. "Untuk baju Mama juga ya Pa?" Fatar hanya tersenyum dan mengangguk tanpa menjawab apapun karena semua tentang Rain sebentar lagi bukan tanggung jawabnya.
Setelah makan malam Fatar mengajk Rain bicara berdua, awalnya Keyla dan Rasya ingin bergabung tapi Fatar melarang keduanya dan menyuruh mereka tidur dengan Bi Mimin yang tadi sore menyusul ke rumah.
Fatar duduk di sisi sofa panjang sedangkan Rain duduk di sofa single yang ada di hadapannya. Dia menghela nafas untuk memulai pembicaraan. "Aku menemukan ini," katanya sembari melempar map ke meja. "Kenapa kamu belum menandatanganinya?"
"Aku lupa.. biar ku tandatangani sekarang," lirih Rain. Tangannya menggenggam pena dengan bergetar, menggoreskan pena di sini sama saja artinya dengan telah siap melepaskan Fatar dan kedua anaknya, jadi mana mungkin bisa semudah itu.
Tangan Fatar terkepal melihat Rain menandatangani surat cerai itu. Dia seperti remaja labil sekarang. Ingin mengakhiri semua tapi terlalu sakit untuk melepas Rain.
"Aku sudah bicara dengan Mama dan Papa, kamu bukan lagi tanggung jawabku jadi lebih baik kamu kembali pada mereka, bahaya jika wanita tinggal sendiri. Kamu bisa jual rumah ini atau apapun terserah, seperti kataku sebelumnya. Semua milikmu, aku hanya akan membawa anak-anak," jelasnya panjang lebar.
Rain mengangguk, "terima kasih tapi yang aku inginkan hanya anak-anak," ucapnya pelan.
"Jangan memulainya lagi Rain. Aku akan tidur dengan Keyla dan Rasya, kamu tidurlah di kamar," Fatar bangkit berdiri tapi Rain nekat menahan tangan pria itu.
"Biar aku yang tidur di kamar anak-anak Mas," mohonnya. Fatar menatap tangannya yang masih digenggam erat oleh Rain. Dia menarik lengannya dan mengangguk malas berdebat dan takut tidak bisa menahan diri.
🍁🍁🍁
Sebelum sidang perceraian tiba Fatar mengizinkan Rain untuk tinggal dengan anak-anak. Dia mengalah dengan tinggal di rumah orang tuanya.
Sidang akan dilaksanakan minggu depan dan Fatar sudah menyiapkan semuanya. Selama seminggu ini ia menyibukan diri untuk mencari rumah yang nyaman untuk kedua anaknya.
Satu hari sebelum sidang Fatar pulang ke rumah yang dulu menjadi rumah mereka untuk menjemput Keyla dan Rasya. Di depan pintu Fatar merentangkan tangan menyambut Keyla yang berlari kearahnya.
"Hay cantik.." ucapnya sembari mencium pipi Keyla.
"Kangen Papa.." rengeknya manja.
Fatar menggendong Keyla masuk ke rumah. "Rasya mana?"
"Di taman belakang sama Mama."
Fatar menganggukan kepala, dia mengusap kepala Keyla. "Kita renang yuk? Papa udah lama nggak main sama Key dan Rasya nih."
"Renang di belakang Pa?" tanya Keyla.
Fatar menggeleng, "ke tempat yang banyak mainannya dong.. mau?"
Mendengar kata mainan Keyla langsung meloncat kegirangan. "Asik.. turunin Key Pa.. Key mau ajak Rasya sama Mama.." rengeknya.
"Rasya aja sayang, Mama nggak bisa ikut.." ucapnya.
Keyla mengerutkan kening bingung. "Kenapa si sekarang kalo ada Papa pasti Mama nggak ada terus kalo ada Mama pasti Papa nggak ada juga.."
Fatar terdiam memikirkan jawaban yang tepat agar anaknya yang bawel ini tidak banyak bertanya. "Kita sama-sama sibuk, kan buat Key sama Rasya juga."
Keyla cemberut kesal. "Key nggak mau mainan kalo nggak bisa main sama Papa sama Mama!" protesnya.
Fatar memijat keningnya, kepalanya terasa pusing sekali. "Key udah pinter kan? harus ngerti kalau Papa sama Mama kerja untuk nanti Keyla dan Rasya."
"Iyaa Pa.."
"Good.. yaudah ajak Rasya ya, Papa siapin baju kalian dulu," ucap Fatar. Karena mulai hari ini mereka dia akan membawa Keyla dan Rasya ke rumah orang tuanya jadi semua pakaian kedua anak itu ia masukan ke koper.
Setelah semua siap Fatar baru turun ke bawah dengan satu koper besar di tangannya. Rasya sampai bingung kenapa harus membawa sebanyak itu kalau hanya ingin renang.
"Ayoo Paa Key udah siap.." ucap Keyla sembari menarik tangan Fatar. "Ehh Papa bawa apa sih? kok pake koper?"
"Bawa baju kalian, nanti pulang berenang Papa mau ajak kalian ke rumah Oma."
"Kerumah Oma lagi?" tanya Rasya. Fatar hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya. Sebenarnya ia ingin membawa anak-anaknya ke rumah baru tapi karena besok adalah sidang perceraiannya jadi lebih baik ke rumah orang tuanya saja dulu, disana banyak pembantu yang bisa menjada Keyla dan Rasya.
Sebelum berangkat Rain memeluk anak-anaknya dengan erat. Beberapa kali ia menggumamkan kata maaf meski kedua anak itu bingung.
"Ayo sayang," ajak Fatar.
Untuk hari ini Keyla dan Rasya merasakan sangat berat untuk meninggalkan rumah entah apa penyebabnya.
🍁🍁🍁
Sidang pertama berlangsung untuk proses mediasi. Mereka di beri waktu untuk saling berfikir ulang akan keputusan yang mereka ambil kelak dengan beberapa pertimbangan.
Selesai sidang pertama Fatar berpapasan dengan Rain di luar. Dia tidak menyapa sama sekali dan lewat begitu saja padahal disana bukan hanya ada Rain tapi juga ada Fian dan Karel.
Melihat Rain berdiri di tempat yang sama dengan Karel justru membuat Fatar marah dan dia tidak ingin menghajar Karel dengan membabi buta seperti malam itu. Cukup untuknya beruruan dengan orang seperti Karel.
Amanda yang hari ini ikut menemani Fatar menyapa Rain. "Apa kabar sayang?" tanya wanita itu lembut.
Rain tersenyum dan menyalami Amanda seperti biasa. "Baik Bu, ibu gimana?"
"Baik Alhamdulillah, maafkan sikap Fatar yaa.."
Rain menggeleng cepat, "Mas Fatar tidak salah, Rain yang harusnya minta maaf pada Ibu dan Mas Fatar," jawabnya dengan senyum sedih.
Amanda mengusap kepala Rain, dia ikut sedih dengan keputusan Fatar. Seburuk apapun Rain, perempuan itu tetap selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Fatar dan kedua cucunya. Hanya saja mungkin Rain jatuh ke lubang yang salah.
"Apa tidak bisa dibicarakan lagi? minta maaf pada Fatar sayang," bujuk Amanda.
Rain menggeleng, "Rain sudah berusaha, Ibu.. kalau Rain harus kehilangan hak asuh atas anak-anak tolong Ibu jaga mereka yaa.." isaķnya.
Amanda menganggukan kepala, tanpa diminta dia akan menjaga kedua cucunya dengan sepenuh hati.
🍁🍁🍁
Rain duduk di ruang tamu rumah Karel dan Fian. Mereka kini sedang membahas tentang bagaimana rencana selanjutnya untuk sidang setelah proses mediasi yang tidak akan mungkiin berhasil.
"Apa aku benar-benar tidak bisa memenangkan hak asuh anak?" tanya Rain nelangsa.
"Maaf Bu tapi jika Ibu digugat karena perselingkuhan maka hak asuh anak mutlak ada pada suami Ibu," jelas pengacara di hadapannya.
Bahu Rain langsung merosot, dia menggelengkan kepala. Dadanya terasa sangat nyeri sekarang. Bagaimana nasib hidupnya nanti tanpa kedua anaknya.
"Rain coba minta maaf lagi dan lagi sama Fatar.." ucap Fian. Dia juga tidak tega melihat Rain yang terjatuh seperti ini.
Rain menggeleng, "aku ingin semua menjadi lebih mudah Fi, terlebih untuk Fatar. Biarkan dia melanjutkan hidupnya tanpa wanita seperti aku.. hiks harusnya dia memberikan Keyla dan Rasya padaku karena itu akan membuat dia semakin mudah mendapatkan wanita lain.." isak Rain.
Fian mendengus geli, Rain ini kenapa berubah jadi bodoh. "Kamu kira mudah untuk Fatar lupa padamu? terus kamu rela Fatar hidup sama wanita lain?" cecar Fian.
Rain terdiam, pertanyaan Fian membuatnya tidak bisa berfikir. Mana mungkin dia rela, tapi apa dia pantas untuk mengatakan tidak rela setelah menghancurkan hati Fatar.
Fian menghelan nafas. "Dari yang aku liat, meskipun aku belum kenal lama dengan Fatar seperti kamu dan Karel. Fatar cinta banget sama kamu Rain, dan aku yang lihat dengan jelas pengorbanan dia untuk kamu," ucapnya saat ingat semalaman dia dan Fatar mencari gelang kaki Rain yang hilang.
Rain mengusap pipinya yang basah, dia tau seberapa besar cinta yang dia dapat saat dengan Fatar tapi nasi sudah menjadi bubur. Sidang perceraian sudah dimulai dan tidak ada lagi jalan untuk mundur. Jika itu memang terbaik untuk Fatar maka dirinya harus rela melepas semua kebahagiaan itu.
🍁🍁🍁
Malam ini Karel merasa sulit untuk memejamkan mata. Matanya menerawang ke langit kamar yang berwarna putih. Persahabatannya dengan Fatar kini sudah hancur dan dia sangat menyesali itu. Terlebih sejak dulu Fatar sudah seperti saudara untuknya.
"Kenapa belum tidur?" tanya Fian.
Karel memiringkan tubuhnya, tangannya mengusap wajah Fian. "Aku harus bagaimana?" tanya Karel.
Fian menghela nafas, dia bangun dan duduk bersandar di tepi ranjang. Tangannya menuntun kepala Karel agar tidur di pangkuannya.
Karel mengusap perut Fian yang membuncit. "Hay sayang.. kamu sedang apa di dalam?" tanya pria itu.
Tangan Karel merasakan gerakan dari dalam, senyumnya mengembang sekarang dia menjadi lebih tenang. "Cepatlah keluar, Ayah akan belikan semua mainan untuk kamu," ucapnya.
Fian tersenyum geli dan mengusap kepala Karel. "Sudah tenang?" Karel mengangguk dan tersenyum manis.
"Kamu sudah menolong sebisamu," kata Fian.
"Aku benar-benar menyesal Fi, mereka hancur karena perbuatanku."
"Mereka pasti bisa melewatinya, kita juga harus berdoa untuk Rain dan Fatar, apapun yang terjadi itu adalah yang terbaik untuk mereka." Dalam keadaan seperti ini Fian menjadi sangat dewasa, dia bisa menenangkan suasana hati Karel yang sedang gelisah.
"Apa kamu yang membuat Bundamu sebijak ini?" tanya Karel pada perut Fian.
Fian terkekeh dan mengangguk, "iyaa dong Ayah, aku kan pinter.." jawabnya dengan suara anak kecil seperti biasa saat orang-orang mengajak janinnya bicara.
🍁🍁🍁
Proses mediasi berlangsung percuma, semua sudah tidak bisa diperbaiki. Persidangan berlanjut panjang hingga akhirnya tiba pada saat sidang penentuan.
Semuai gugatan cerai telah dikabulkan oleh Pengadilan Agama dan tinggal menunggu waktu sidang ikrar cerai agar perceraian ini sah menurut hukum dan Agama.
Rain berjalan gontai keluar dari area sidang. Semua proses panjang ini terasa berjalan dengan sangat singkat.
Fian mengusap bahu Rain, selama ini Fian dan Putri selalu berusaha untuk tetap di samping Rain memberikan dukungan meski tidak berpengatuh terlalu banyak.
"Di sidang terakhir nanti, tolong temani aku Fi," pinta Rain. Fian tersenyum dan mengangguk, dia tau kalau saat ini Rain butuh sandaran. Seandainya kedua orang tua Rain bisa menemai wanita itu mungkin akan lebih baik, tapi sayangnya semua sudah terlalu kecewa termasuk Gavyn yang sejak awal tidak pernah menampakan batang hidungnya.
Sidang selanjutnya berlangsung dua minggu kemudia. Fian masih setia menemani Rain meski sekarang ia sedikit dusah bergerak karena hampir memasuki bulan ke sembilan kehamilannya.
Hakim kembali memeriksa berkas perceraian Fatar dan Rain. Setelah memakan waktu cukup lama akhirnya sidang ini selesai pada hari ini.
Fatar berdiri untuk mengucapkam ikrak talak. Matanya menatap redup Rain, suaranya lantang memenuhi ruangan sidang.
"Bismillah, pada hari ini saya Fatar Prasetyo menggugat cerai istri saya yang bernama Rain Kathrina dengan menjatuhkan talak padanya," ucapnya dihadapan para hakim dan saksi.
Dengan selesainya pernyataan talak tersebut Hakim langsung mengetuk palu sebanyak tiga kali menandakan semua telah selesai. Fatar dan Rain telah resmi bercerai.
Semua putusan telah ditetapkan bahwa Fatar menerima hak asuh dari kedua anaknya.
Rain menangis kejar, dia telah kehilangan semangat hidupnya. "Puas kamu Mas? kamu menang.." katanya masih dengan cucuran airmata.
Fatar tersenyum sinis meski dia sebenarnya kasihan pada Rain. "Tidak ada yang menang disini, seharusnya kamu tau sejak awal semua pasti akan berakhir menderita, aku, kamu dan selamat Rain.. Keyla dan Rasya juga akan menyusul," ucapnya pahit.
Rain memukul-mukul Fatar. "Tolong berikan mereka padaku Mas.." mohon wanita itu.
Fatar berbalik untuk pergi meninggalkan Rain tapi saat merasa tubuh wanita di dekatnya itu limbung dia langsung reflek merangkul pinggang Rain.
Rain jatuh pingsan dan beruntung Fatar sempat menangkapny sebelum dia mencium lantai. Semua panik karena Rain pingsan. Fatar langsung membopong mantan istrinya itu ke mobil dan pergi ke klinik terdekat.
Fian menelfon Karel agar cepat datang ke klinik karena tadi pria itu tidak sempat ikut ke pengadilan.
Rain diperiksa oleh dokter dan Fatar menunggu di luar dengan Fian. "Khawatir?" tanya Fian telak.
"Aku hanya niat untuk menolong," elak Fatar. Fian tersenyum maklum, pria dihadapannya ini pasti gengsi mengakuinya.
"Maaf mana suami ibu ini?" tanya dokter setelah keluar dari ruangan. Fian langsung menunjuk Fatar tanpa pikir panjang.
Fatar yang ditunjuk hanya tersenyum kecil ke dokter sembari merutuki Fian dalam hati. Dokter menyuruh Fatar untuk masuk dan bicara kondisi Rain.
"Tolong di jaga istrinya yaa Pak, jangan terlaku stress dan pola makan juga di kontrol agar bayinya sehat," jelas dokter.
Fatar mengerjapkan mata, "apa dok? bayi?"
"Iyaa, bapak belum tau? mungkin ibu ingin kasih kejutan untuk bapak," ledek dokter dengan senyumnya.
Fatar memegang meja limbung, dia ingat terakhir kali obrolan tanpa perdebatan saat di telfon. Inikah hadiah yang disebut Rain.
Palu sidang telah diketuk, talak sudah dijatuhkan, biar bagaimanapun mereka sudah bercerai sekarang. Kenapa Rain tidak bicara terus terang kalau sedang hamil.
Fatar duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur Rain. Kepalanya masih penuh dengan dugaan-dugaan. "Apa sebenarnya maumu?" tanya Fatar pada Rain yang masih memejamkan mata.
Apa kamu tidak bilang karena kamu ragu anak siapa yang ada di kandunganmu sekarang, batin Fatar.
"Aku ingin bertanya padamu," ucap Fatar dingin saat Rain sudah membuka matanya. "Anak siapa yang kamu kandung sekarang?"
Mata Rain reflek melebar, bukan karena Fatar mengetauhi kehamilannya, tapi karena pertanyaan Fatar yang terasa menusuk itu. Serendah itukah dirinya dimata Fatar.
"Jawab Rain!" bentak pria itu.
Rain tersenyum kecil. "Ini anakku,"
"Jangan main-main denganku. Anak siapa itu Rain!" Fatar kembali kalap.
"Dia anakku Mas! aku sudah jawab dia anakku!" balas Rain.
Fatar tertawa sinis, "sejauh itukah hubungammu dengan Karel?" Rain tidak menjawab, dia justru membuang muka. "Keterlaluan kamu," gumam Fatar. Dia keluar meninggalkan Rain begitu saja.
🍁🍁🍁
Fian bersembunyi di balik pintu, dia mendengar semua perdebatan Rain dan Fatar barusan. Kepalanya menggeleng pelan. Mungkinkah Rain sedang mengandung anak Karel.
Ia teringat saat pertama kali memberikan semuanya pada Karel. Pria itu sempat menyebut nama Rain, jadi mungkin saja benar kalau anak itu anak Karel.
Fian duduk di kursi yang ada di dekatnya. "Nggak mungkin," gumamnya sembari menggelengkan kepala lagi.
Fatar kembali dengan Karel, kedua pria itu masuk ke ruang rawat Rain. Fian langsung berdiri untuk ikut masuk ke ruangan tapi Karel menahannya.
"Kamu di luar saja, aku hanya sebentar," ucap Karel. Dia khawatir akan kondisi Fian yang tengah hamil tua. Baginya keselamatan Fian adalah prioritas utama.
"Tapi.." kata Fian. Karel menggeleng pelan, dia butuh Fian yang penurut untuk situasi ini karena saat ini semua sudah cukup runyam. Fian akhirnya pasrah dan menunggu di luar dengan harapan bisa mendengar semua percakapan di dalam.
"Ada apa?" tanya Karel to the point saat masuk ke dalam. Tadi saat baru saja tiba Fatar langsung mengajaknya bicara.
"Bertanggung jawablah," jawab Fatar.
Karel mengerutkan kening. "Apa yang bisa aku lakukan? aku tidak tau cara membuat kalian bersatu lagi," katanya.
Fatar mendengus geli. "Bukan bertanggung jawab tentang rumah tangga gue karena gua juga tau lo nggak akan bisa merubah segalanya! tanggung jawab untuk bayi lo dan Rain!" bentak Fatar sembati menarik kerah Karel.
Wajah Karel semakim bingung, "bayi? apa maksudmu?" tanya Karel.
Rain hanya menggelengkan kepala pasrah. "Mas tolong hentikan semuanya.. sudah ku bilang anak ini anakku," ucapnya lelah.
Karel mulai tau arah pembicaraan ini, dia kaget mengetahui Rain sedang hamil. "Fatar anak ini.." baru akan menjelaskan Rain sudah memotong pembicaraan.
"Karel, tolong suruh Fatar keluar," gumamnya.
"Lo harus tanggung jawab berengsek!!" murka Fatar. Dia meninju rahang Karel hingga pria itu limbung. "Nikahin Rain!" teriaknya lagi.
"Stop Mas!! kamu keterlaluan! kamu udah nggak berhak mengurusku lagi.." teriak Rain.
"Diam!! dia harus bertanggung jawab.. kenapa kamu terlalu bodoh melepas pria ini bahagia dengan orang lain sedangkan kamu jatuh sendiri!!" perkataan itu benar-benar memukul Karel.
Karel mengepalkan tangannya. "Baiklah, jika itu maumu aku akan menikahi Rain. Kuharap kamu tidak menyesali perkataanmu," ucap Karel dengan dingin. Semua seperti membeku, Fatar diam, Rain diam dan Fian yang mendengar dari luar juga diam.
Karel berbalik pergi, diluar saat melihat Fian pria itu hanya melirik sekilas kemudian lanjut berjalan. Dia membutuhkan udara untuk bernafas dan melepas semua emosinya.
Fian menutup mulutnya menahan isak tangis yang akan keluar. Salahkan pendengarannya tadi. Benarkah Karel akan menikahi Rain. Benarkah bayi itu adalah milik Karel.
Jika semua itu benar maka bagaimana dengan nasibnya. Sejak awal dirinya memang bukan pemeran utama. Jika benar apakah dia harus berbagi dengan Rain. Fian menggeleng, anggap dirinya egois tapi memang itu faktanya. Dia tidak ingin berbagi, dia tidak bisa, dia tidak mampu.
"Fian.." panggil Rain saat melihat Fian berdiri di depan pintu. Fian menatap Rain dengan mata tertutup kabut, kepalanya menggeleng kemudian berlari pergi, kemanapun asalkan dia bia berfikir dengan jernih.
🍁🍁🍁
Eng Ing Engg panjang kannnnn?? huahaa iyaa lahh 5000 kata lebih lohh lebih satu sii :D *ditimpuk readers
Satu pertanyaan untuk part ini. Apa yang kalian rasain setelah baca part ini??
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro