26. Pengkhianatan
Hoy guyss mohon maaf, sepurane, hampura, i'm sorry, joesonghabnida.. update lama karena emang bener-bener lagi sibuk.. yang kesel sama author boleh cungkan tangan.. cungin doang yakss jangan ngehajar wkwk
Langsung ajadeh, happy reading guys.. wish you enjoy it ;)
Ehh yang baca jam segini masih manusia kann?? hehe piss
🍁🍁🍁
Rain dengan cekatan memotong bahan-bahan untuk sup kesukaan Fatar. Pagi ini dirinya sengaja bangun lebih pagi agar bisa menyiapkan sarapan untuk semua.
"Pagi," bisik Fatar sembari memeluk Rain dari belakang.
Rain tersenyum dan menoleh pada Fatar yang sedang asik bersandar dibahunya. "Mandilah, aku siapkan sup untuk sarapan," kata Rain.
Fatar mengecup bibir Rain dan tersenyum manis. "Terima kasih," ucapnya sebelum pergi meninggalkan Rain.
Seperti itulah Fatar, pria paling hangat yang pernah Rain kenal. Wajar jika saat ini Rain merasa tidak pantas untuk menjadi seorang istri dari pria sebaik Fatar.
Dulu semua terasa mudah sebelum Karel datang. Meski rumah tangganya sulit karena dirinya tidak mencintai Fatar tapi dia selalu berusaha menjadi istri yang baik dan melayani Fatar sebaik mungkin.
Bukannya dia menyalahkan Karel, ini salahnya sendiri. Seharusnya dia sejak awal sadar kalau nasi sudah menjadi bubur. Dirinya telah menikah dengan Fatar dan tidak akan mungkin melanjutkan cinta butanya dengan Karel.
Airmatanya kembali menetes, hidupnya terasa sangat berat karena menanggung beban kebohongan besar.
Karena hari ini hari minggu jadi semua bisa makan dengan santai tanpa harus mengejar waktu. Keyla dan Rasya sibuk dengan makanannya masing-masing dan mengabaikan ocehan Rain tentang kebiasaan buruk kedua anaknya itu.
"Aduh!! Mama udah bilang sebelum sarapan cuci muka dulu kalau malas mandi.." oceh Rain masih dengan apron masaknya.
Fatar terkekeh geli melihat wajah kesal istrinya itu. "Heyy apa kalian sangat suka membuat Mama marah?" tanya Fatar pada kedua anaknya.
Rain mendengus kesal, "itu semua menurun darimu," gerutu wanita itu. Dia melepas apronnya dan duduk disamping si kecil Keyla.
"Loh apa salahku?" tanya Fatar.
Rain bertopang dagu dan melotot pada suaminya. "Masih tanya?"
"Ohh oke-oke sayang, jangan kesal begitu," kekeh Fatar. Rain menghela nafas dan mulai sarapannya. Sudah biasa begini, Rain mengomel dan Fatar yang bisa meredakannya.
Biasanya jika hari minggu Fatar akan mengajak kedua anaknya jalan-jalan sedangkan Rain lebih memilih berdiam diri di rumah dan menonton televisi, tapi untuk beberapa minggu terakhir ini Rain ingin ikut. Alasannya tentu saja karena dia tidak ingin menyia-nyiakan waktunya.
Rain menatap pantulan tubuhnya di cermin yang ada di hadapannya. Tubuhnya masih ramping meski telah melahirkan dua kali.
"Kamu pucat," gumam Fatar.
Rain menoleh dan tersenyum kecil. "Mungkin kelelahan," jawabnya.
Fatar menghela nafas dan menarik Rain hingga wanita itu terduduk dipangkuannya. "Sudah kubilang jangan terlalu banyak kegiatan," katanya.
Rain melingkarkan lengannya di leher Fatar. "Aku tidak apa, jangan khawatir," jawab Rain.
"Kamu yakin akan ikut?"
Rain mengangguk antusias, "aku bosan di rumah," ucapnya manja.
Fatar tersenyum dan mengusap kepala Rain. "Kita ke rumah Karel saja hari ini, anak itu kemarin mengeluh padaku karna Fian sangat manja," kekehnya.
Rain mengerutkan keningnya, geli dengan cerita Fatar. "Bukannya wajar kalau sedang hamil yaa memang manja.. apa kamu juga mengeluh saat aku manja dulu?" tanya Rain.
Fatar menggeleng, "aku tidak akan mengeluh, Karel mungkin kebingungan menghadapi Fian, dia itukan cuek sekali.. sedangkan Fian? tidak hamil saja manja apalagi saat hamil." Rain tertawa dan mengangguk setuju. Dia senang Karel mendapatkan wanita sebaik Fian.
Di perjalanan Keyla terus saja mengoceh tentang kegiatannya saat di sekolah. Sejak dulu Keyla memang paling aktif dibanding Rasya.
"Maa.. nanti ketemu saja Tante Fi kan?" tanya Keyla untuk ketiga kalinya.
Rain menoleh ke kursi belakang. "Iya sayang," jawabnya lagi.
"Dedek bayinya udah keluar belum?" tanya Keyla lagi.
"Belum sayang, kan masih tujuh bulan," jawab Rain.
Keyla mengerucutkan bibirnya. "Lama banget sih, dedeknya nggak mau ketemu Key yaa?" Rain hanya tertawa dan tidak menjawab pertanyaan anaknya itu.
Tiba di rumah Karel, anak-anak langsung masuk dan lari ke taman belakang karena Meri sudah mengajaknya. Rain dan Fatar duduk di ruang tamu menunggu Bi Peni yang sedang memanggi Karel.
Rain dan Fatar bertatapan bingung saat Karel muncul dengan wajah kacau. Kantung mata terlihat jelas, wajah lelah dan rambut yang acak-acakan.
"Lo abis ngapain semaleman?" goda Fatar.
Karel mendengus kesal, dia memilih duduk di soda dan beristirahat sejenak dan mengabaikan godaan sahabatnya itu. Sejak semalam dirinya memang belum tidur karena Fian selalu merengek pegal dan keluhan-keluhan lainnya.
"Mana Fian?" tanya Rain.
Karel mengangkat tangannya, "biarkan aku istirahat lima menit," gumamnya dengan memejamkan mata.
Fian menuruni tangga dengan semangat, wajahnya terlihat segar berbanding terbalik dengan Karel. Dia terkekeh geli melihat Karel. Sebenarnya semalam ia memang sengaja mengerjai Karel karena minggu kemarin Karel sangat sibuk dan mengabaikannya.
"Hay Fi.." sapa Rain dengan ceria.
Fian melambai dan menghampiri Rain. "Hay.. mana anak-anak?" tanya Fian setelah memeluk akrab Rain.
"Di belakang sama Meri," jawab Rain.
Karel membuka matanya, dia mengerutkan kening melihat Fian sudah segar seperti biasa padahal tadi terlihat lemas. "Kamu sudah sehat?" tanya Karel.
Fian mengangguk, "ternyata cuma butuh teman dan perhatian," sindirnya sebelum menarik Rain untuk main dengan anak-anak.
Karel ternganga, matanya mengerjap bingung. Dia baru sadar kalau semalam Fian hanya mengerjainya. Kesal pria itu mengetuk-ngetukan kepalanya sendiri ke meja.
"Haha lo oke?" tanya Fatar.
"Diam!" kata Karel masih dengan mengetukan kepalanya. Baginya lebih baik menghadapi puluhan klien apapun jenisnya asalkan jangan Fian yang merengek dengan wajah memelas. Semalam dirinya benar-benar panik dengan keadaan Fian.
🍁🍁🍁
Rain menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Matanya menatap Keyla dan Rasya yang sedang berlarian dengan Meri dan tertawa riang. Wajah keduanya sangat menggemaskan dengan pipi bulat yang kemerahan akibat lelah berlari.
"Nanti kamu main sama kak Keyla sama kak Rasya yaa.." ucap Fian sembari mengusap perutnya yang membuncit. Senyumnya semakin melebar saat merasakan tendangan anaknya.
Rain ikut tersenyum dan mengusap perut Fian. "Gimana kondisi kandunganmu?"
"Alhamdulillah baik," jawabnya.
Rain mendekatkan wajahnya ke perut Fian. "Jadi anak yang baik yaa sayang," ucapnya.
"Iya tante.." ucap Fian dengan suara anak kecil mewakili anaknya yang masih ada di dalam kandungan. "Wajah lo pucat, sakit?" tanya Fian.
Rain menggeleng, "beberapa hari ini lemas, mungkin aku hanya kelelahan," jawabnya.
"Udah ke dokter?"
Rain menggeleng, "nanti aja, kalau tidak baikan."
Fian berdecak kesal, Rain itu sudah dia anggap sebagai kakak setelah berdamai. Jadi jika Rain sakit dia akan khawatir. "Lo jangan begitu, nanti kalau ada apa-apa gimana? kasian Fatar sama anak-anak, Gavyn juga.. mereka pasti khawatir sama lo," ucap Fian.
Rain terdiam, sudah lama sekali dia tidak menghubungi Gavyn. Lebih tepatnya, Gavyn tidak pernah mau berhubungan lagi dengannya karena setiap kali dia menelfon maka kakaknya itu tidak akan mengangkatnya.
"Kamu masih berhubungan dengan Kakak?" tanya Rain.
Fian mengangguk, "kemarin guse ketemu dia di supermarket, dia itu.. kenapa sih dia nyebelin banget?"
Rain mencoba tersenyum, "oh ya? memangnya dia kenapa?"
Fian mengerucutkan bibirnya dan menceritakan semuanya dari awal. "Udah tau gue hamil, masa dia masih manggil gue gembrot, buncit kaya kendi." Sadar tidak ada tanggapan dari Rain, Fian menoleh dan terdiam melihat Rain menangis.
"Dia baik-baik saja?" tanya Rain.
Fian menangguk bingung, "dia baik Rain.. lo kenapa?"
Rain menggeleng, "kami belum berhubungan lagi karna dia sibuk kerja di luar."
"Yaahh dia memang sibuk ke luar, tapi gue masih sering ketemu dia, apa dia nggak nemuin lo?" tanya Fian.
Rain menghela nafas, dia menghapus airmatanya. "Kami tidak berhubungan, sejak aku lebih memilih Karel daripada dia," akunya. Saat itu, dia berdebat dengan Gavyn bahkan sampai membentak kakaknya itu. "Dulu aku memintanya untuk tidak ikut campur urusanku, tapi aku tidak tau rasanya sesakit ini diabaikan olehnya," gumam Rain.
Fian menggenggam lengan Rain. "Dia mengawasi lo dari jauh," hiburnya.
Rain mengangguk, "aku tau.. dia selalu menjagaku. Sampaikan padanya aku minta maaf." Fian mengangguk dan tersenyum menenangkan.
🍁🍁🍁
Rain dan Fatar memutuskan pulang nanti malam karena Fian meminta bantuan Rain untuk memasak aneka cake untuk Keyla dan Rasya. Kedua wanita itu sangat asik dengan kegiatan memasaknya. Lain dengan Fatar dan Karel yang ngobrol di teras rumah dengan ditemani teh tangat dan beberapa cemilan.
Fatar meminum tehnya yang masih hangat. "Gue cukup terganggu dengan Brian," ucapnya. Karel membenarkan kacamatanya dan lanjut membaca koran hari ini. "Dia masih berusaha menjatuhkan perusahaan gue," keluh pria itu.
"Dia bukan tandingan, biarkan dia berulah," jawab Karel dengan cuek.
Fatar berdecak kesal. "Gue tau, sekali pukul dia pasti kalah, tapi bukan itu pokok permasalahannya. Lo tau orangtuanya masih sahabat karib bokap gue dan bokap lo kan?"
Karel melepas kacamatanya dan meletakan koran itu di atas meja. Ritual membacanya benar-benar terganggu karena Fatar sejak tadi mengoceh. Brian itu hanya laki-laki muda yang labil dan ambisius sangat jauh dari sifat ayahnya yang sudah lama kenal dengan Karel.
"Lalu?"
Fatar memutar bola matanya. "Kadang, orang ambisius bisa berubah menjadi menyeramkan, berhati-hatilah karena tarketnya bukan hanya gue tapi lo juga," jawabnya. Dia benar-benar khawatir karena beberapa kali mendapat teror dari Brian.
Mengingat teror terakhir dari Brian, Fatar hanya bisa diam dan tidak menceritakannya pada siapapun karena itu masalah yang sangat sensitif.
Usai makan malam Fatar mengajak Rain dan kedua anaknya pulang. Keyla menenteng dua kotak berisi cake yang tadi dibuat Fian dan Rain sedangkan Rasya sudah mengantuk dan tidur digendongan Fatar.
"Hati-hati yaa.." teriak Fian. Fatar berdada ria sebelum menjalankan mobilnya.
Fatar sesekali melirik Rain yang tertidur disampingnya. Wajah Rain nampak gelisah, terlihat beberapa kali wanita itu mengerutkan kening. Dengan lembut ia mengusap kepala Rain agar istrinya itu kembali tenang dalam tidur.
Tiba di rumah Fatar menggendong Rasya dan Rain menggendong Keyla ke kamar anak-anak. Rain yang lelah langsung pergi ke kamar dan tidur tanpa mengganti bajunya.
"Ganti bajumu sayang," ucap Fatar. Rain bergumam kecil tanpa membuka matanya. Fatar tersenyum geli dan berjalan ke lemari untuk mengambil pakaian tidur Rain.
Fatar membuka pakaian Rain dengan hati-hati dan menggantinya dengan yang barusan ia ambil. Setelah itu dia baru ikut berbaring di samping Rain. Wajah Rain selalu terlihat cantik dimatanya meski saat tidur seperti ini.
Tangan Fatar dengan setia mengusap kepala Rain hingga wanita itu membuka matanya. Mereka bertatapan lama seolah bicara dengan kontak batin. Tidak ada yang membuka suara. Hanya senyum hangat Fatar yang mewakili semuanya.
Rasa cintanya pada wanita dihadapannya ini sangat besar. Semua akan dia berikan pada ibu dari anak-anaknya. Semua termasuk kepercayaan sepenuhnya.
"Kenapa?" tanya Rain yang tidak tahan di tatap seperti itu.
Fatar menggeleng, "tidurlah, aku akan menjagamu," katanya.
Rain tersenyum dan memeluk Fatar, mencari posisi nyaman untuk tidur. Jantungnya berdetak lebuh cepat layaknya remaja yang sedang jatuh cinta sekarang. "Kenapa kamu tidak tidur?"
Fatar menempelkan pipinya ke kepala Rain dan menepuk-nepuk pelan bahu istrinya itu. "Aku hanya memikirkan banyak hal," jawabnya jujur.
"Tentang apa?"
"Tentang seberapa jujurnya kamu padaku," jawabnya telak. Bagaikan bom Rain langsung terdiam. Jantungnya terasa berhenti berdetak selama beberapa waktu karena rasa kagetnya. Rain menenggelamkan wajahnya di dada Fatar.
"Aku lelah," gumam Rain sembari menahan tetesan airmatanya. "Aku boleh tidur?" tanya Rain lagi.
Fatar tersenyum dan memeluk erat Rain. "Tidurlah, jangan pikirkan ucapanku tadi. Aku percaya kamu tidak akan menghianatiku," ucapnya.
Rain mengangguk dan mengucapkan maaf berkali-kali dalam hatinya. Seandainya ribuan maaf bisa mengobati hati Fatar yang sudah ia hianati maka ia akan rela menghabiskan sisa hidupnya dengan mengatakan maaf.
Karena pelukan Fatar yang menenangkan akhirnya Rain jatuh tertidur dengan nyenyak.
🍁🍁🍁
Pagi ini Fatar sudah siap dengan kemeja dan jasnya. Rain kembali merapikan jas Fatar dan tersenyum puas melihat penampilan suaminya itu.
"Aku tampan?" tanya Fatar.
Rain mengangguk dan terkekeh geli, "selalu," jawabnya. Fatar mengacak rambut Rain dan mengecup bibir merah Rain. Mereka turun bersama untuk sarapan dengan anak-anak yang sudah siap di meja makan.
"Sayang.. nanti Mama jemputnya telat dikit yaa.." kata Rain pada kedua anaknya.
Fatar mendongak bingung. "Ada apa?"
Rain tersenyum dan menggelengkan kepala. "Aku harus ke dokter," jawabnya.
"Perlu aku temani?" tanya Fatar dengan wajah khawatir.
"Tidak usah," jawab Rain dengan wajah menenangkan.
Fatar masih sedikit ragu tapi akhirnya dia mengangguk juga. Ia berangkat ke kantor dengan tidak tenang. Jika hari ini tidak ada jadwal meeting penting maka dirinya akan memilih untuk menemani Rain ke dokter.
Tiba di kantor Fatar langsung ke ruangannya karena dokumen sudah menunggu untuk dipelajari.
Nanti sore meeting dengan para investor akan dilaksanakan jadi dia harus berusaha keras agar para penyandang dana untuk perusahaannya itu tetap akan menanam modal di sini.
Brian yang kemarin dia bahas dengan Karel juga akan datang karena mau tidak mau Fatar mengakui andil besar pria itu untuk perusahaannya. Jika saja sikap Brian tidak ambisius dan labil mungkin pria itu akan bisa menyaingi dirinya dan Karel.
Tangan Fatar terkepal dengan sendirinya mengingat ucapan Brian minggu lalu. Hari ini dia bisa menebak kalau Brian akan membahas hal menyebalkan itu lagi.
Fatar masuk ke ruang rapat dengan langkah pasti dan percaya diri yang kuat seperti biasa. Senyum ramahnya menyambut semua yang telah duduk manis di kursi masing-masing.
Dengan lugas ia menjelaskan proyek terbaru yang ia rencanakan untuk membangun kembali perusahaan yang beberapa bulan lalu hampir hancur karena beberapa orang.
"Seberapa besar prospek keberhasilannya?" tanya Brian dengan sinis.
Fatar tersenyum miring. "95% dan 5% kita sisakan jika ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, seperti misal orang dalam yang akan dengan sengaja menghancurkan proyek ini," jawabnya telak.
Brian diam dan mengepalkan tangannya karena emosi. Setelah rapat selesai Brian tidak langsung keluar dan menunggu Fatar yang sedang bicara dengan sekretarisnya.
"Ada apa?" tanya Fatar to the point.
Brian memasukan tangannya ke kantung celana. "Apa kau sudah memikirkan ucapanku munggu kemarin?"
"Aku bahkan sudah lupa," jawab Fatar santai.
Brian tertawa kesal dan memukul meja di hadapannya. "Jangan main-main denganku! jual perusahaanmu padaku dan aku akan membantumu membuka kedok istrimu dan sahabatmu itu," katanya.
Fatar menghela nafas. "Sudah ku bilang mereka hanya bersahabat."
"Hahaa kau ini bodoh atau pura-pura bodoh!" bentak Brian.
Fatar diam dan menatap dingin Brian, tidak peduli semua orang bicara apapun tentang Rain jika dia tidak melihatnya langsung maka ia akan mempercayai Rain sepenuhnya meski rasanya seperti tercekik karena penasaran dan ketakutan mendalam.
Fatar melangkah pergi meninggalkan Brian. Perusahaan ini akan tetap ia pertahankan meski dirinya harus berjuang mati-matian karena ini adalah perusahaan keluarganya.
Melihat Fatar pergi begitu saja Brian semakin berang. Malam nanti dia sendiri yang akan mengeksekusi Fatar dan Karel sekaligus.
🍁🍁🍁
Malam ini karena meeting berjalan lancar, Fatar mentraktir para staf yang terlibat dalam proyek di cafe dekat kantor. Dia memang sudah berjanji pada mereka kemarin malam.
"Apa kata dokter?" tanya Fatar di telfon. Dia memang langsung menelfon Rain untuk mengabari istrinya itu.
"Baik, katanya aku hanya kelelahan, ohh aku punya hadiah, cepat pulang yaa.." ucap Rain dengan nada manja.
Fatar mengerutkan keningnya. "Ada apa?"
Di sebrang Rain hanya tersenyum mendengar nada penasaran Fatar. "Nanti saja.. yaudah nikmati pestanya sayang, aku tunggu di rumah, daa." Klik sambungan langsung ditutup sebelum Fatar sempat bicara.
Fatar tersenyum gemas, dia jadi tidak sabar untuk pulang dan memeluk Rain sampai pagi.
"Pak ada kiriman untuk Bapak," kata Nayla sekretasi Fatar. Gadis itu memberikan amplop coklat besar pada Fatar.
"Ohh iya makasih Nay," jawab Fatar. Nayla mengangguk dan kembali bergabung dengan para karyawan wanita.
Fatar membuka ampop itu dan mengeluarkan isinya. Matanya melebar saat melihat kumpulan foto Rain dan Karel yang diambil secara tidak sadar. Dengan nafas cepat dia menggilir setiap lembarnya.
Inilah yang ia takutkan selama ini. Sejak lama semua rumor dia telan mentah-mentah karena berusaha mempercayai Rain dan Karel. Rasanya seperti ada yang menghunus pedang ke jantungnya.
Foto saat Karel mencium mesra Rain membuat Fatar kalap. Dia segera mengambil jasnya dan keluar dari cafe sembari membawa amplop tadi. Ini pasti kerjaan Brian.
Fatar mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Ia abaikan semua bunyi klakson dari kendaraan lain. Satu hal yang ingin ia lakukan, bertanya hal yang sudah jelas pada Rain. Jika wanita itu menjawab bahwa semua ini bohong maka ia akan percaya pada Rain meski dirinya sudah tau kebenarannya.
Terlalu bodoh, yaa dia akui bahwa mungkin dirinya pria yang paling bodoh karena selalu diam. Tapi rasa cintanya pada Rain benar-benar kuat hingga ia rela berubah menjadi bodoh.
Sampai di rumah Fatar langsung turun dan menghampiri kamar asisten rumah tangga mereka.
"Bi mana anak-anak?" tanya Fatar.
Bi Zizah yang sudah seperti orang tua di rumah ini mnatap bingung majikannya yang terlihat sangat kacau itu. "Sedang belajar Tuan," jawabnya.
Fatar tersenyum kecil, "tolong siapkan barang-barang mereka, suruh Dino mengantarkan Bibi Zizah, Mimin dan anak-anak ke rumah Ibu," ucapnya dengan cepat namun masih cukup tenang.
"Ada apa Tuan?" tanya Bi Zizah bingung.
"Ada sedikit masalah, aku hanya tidak ingin anak-anak terganggu, tolong yaa Bi." Fatar berbalik dan langsung pergi ke kamar anaknya.
Keyla dan Rasya bersorak girang melihat papanya pulang. Keyla bahkan langsung loncat ke pelukan Fatar dan bergelantung di leher papanya itu.
"Sayang.. malam ini kalian nginap di rumah Oma ya?" kata Fatar.
Rasya mengerutkan kening. "Mama dan Papa juga kan?"
Fatar tersenyum dan mengacak rambut putranya. "Enggak, Papa dan Mama sedang ada urusan jadi besok baru Papa akan jemput kalian, oke?"
Keyla merengut kesal, "aku mau Papa," katanya.
"Iyaa besok Papa jemput, yaudah tuh Bibi mau siapin baju-baju kalian." Bi Zizah sibuk merapikan pakaian Keyla dan Rasya sedangkan Fatar hanya duduk di ranjang memangku Keyla.
"Dimana Rain?" tanya Fatar.
"Di kamar Tuan, sejak tadi siang belum keluar katanya ingin istirahat," jawab Bi Zizah. Fatar menganggukan kepala mengerti. Setelah memastikan semua telah pergi dari rumah Fatar baru pergi ke kamarnya.
Di ranjang Rain sudah mengenakan pakaian tidurnya. Senyumnya mengembang saat Fatar masuk ke dalam kamar.
"Sudah pulang?" tanya Rain.
Fatar mengangguk, dia berjalan ke arah Rain. "Aku ingin bertanya sesuatu," katanya dengan dingin. Rain terdiam, bukankah dirinya pernah bilang bahwa Fatar adalah pria terhangat yang pernah ia kenal, dan sekarang yang dihadapannya ini seolah orang berbeda. Sorot matanya sangat dingin dan membekukan.
"Apa?" tanya Rain dengan suara bergetar.
Fatar menghela nafasnya. "Apa semua rumor itu benar?"
Rain langsung tau arah pembicaraan Fatar, matanya suda berkaca-kaca, dia tau waktu ini akan tiba tapi kenapa harus secepat ini dan kenapa harus saat dia akan memberikan hadiah pada Fatar. "Maafin aku Mas," gumamnya dengan setetes air bening dan siap jatuh di ujung mata. DIa tidak ingin membohongi Fatar lebih lama lagi.
Fatar menggeleng pelan, "kamu dan Karel hanya bersahabat Rain, mereka salah paham dengan kedekatan kalian kan?" tanya Fatar lagi.
Rain mengangis, kepalanya menggeleng. "Mereka benar, aku yang salah Mas," jawabnya.
Fatar mendekat dan berjongkok di hadapan Rain. "Bilang padaku bahwa ini bohong sayang, aku akan percaya padamu," ucapnya.
Rain mengusap wajah Fatar, "maafkan aku.. aku memang berselingkuh dengan Karel," jawabnya bagaikan sambaran petir untuk Fatar. Pria itu terduduk dan menggelengkan kepala, matanya menerawang jauh, dua orang yang sangat dia percaya ternyata adalah musuhnya selama ini.
"Kurang apa aku selama ini?" tanya Fatar pahit. Rain tidak menjawab dan hanya bisa menangis sesenggukan. "Apa kamu tidak pernah melihatku sedikitpun?" tanya Fatar lagi.
Fatar mengacak rambutnya frustasi, dia bangkit dan meraih foto pernikahan mereka yang ada di dinding kemudia membantignya hingga serpihan kaca berserakan dimana-mana. Kemarahan sudah membakar dirinya. Hatinya terlalu sakit menghadapi langsung semua fakta itu. Kembali dia menghampiri Rain.
"Mas!!!" teriak Rain melihat Fatar berjalan tanpa peduli kakinya terkena pecahan kaca dari foto pernikahan mereka. "Mas aku mohon jangan begini!!" teriaknya lagi saat melihat darah mengalir dari kaki itu. Rasa sakit hati Fatar mengalahkan sakit dari luka di kakinya sekarang.
"Puas kamu mnghancurkan semua yang telah aku bangunsejak awal?" tanya Fatar mengabaikan Rain.
"Mas kaki kamu.."
"Jawab aku!!" bentaknya. Rain ikut turun ke lantai dan menginjak pecahan kaca itu. "Apa yang kamu lakukan? naik ke ranjang!!" bentak Fatar melihat kaki Rain mengeluarkan darah.
Rain meringis menahan sakit. "Karena aku tau, rasa sakit yang aku goreskan sangat kuat dan tidak mungkin aku sembuhkan, tapi setidaknya untuk malam ini aku ingin merasakan sakit yang sederhana ini."
Nafas Fatar masih memburu, emosinya masih berada di puncak. "Kenapa kamu menghancurkan semua? apa aku dan anak-anak tidak memiliki arti sedikitpun untukmu?" tidakkah aku berfikir tentang anak-anak sedikit saja?" gumam Fatar masih tidak habis pikir dengan wanita di hadapannya ini.
Fatar duduk di ranjang, dia meremas kepalanya. "Astagfirullah, aku benar-benar gagal membimbing istriku," gumamnya. Akhirya satu tetes airmatanya turun. Fatar menangis menyalahkan dirinya sendiri yang telah gagal menjadi suami.
Rain berlutut, pipinya sudah banjir dengan airmata. "Pukul aku Mas, apapun itu asalkan kamu jangan menangis, aku memang salah. Tolong maafkan aku.." isaknya.
Fatar menepis tangan Rain yang menyentuh angannya. Untuknya pengkhianatan adalah hal yang tidak termaafkan. "Sekarang kamu bebas, pergilah dengan Karel sesukamu dan jangan temui anak-anaku lagi." Dingin Fatar pergi meninggalkan Rain yang menangis sembari memohon padanya. "Surat cerai akan kupastikan sampi ke tanganmu besok," katanya sebelum menutup pintu kamar.
Mobil Fatar melaju kencang, ada seseorang yang harus ikut bertanggung jawab. Tangannya memukul dashboard karena terlalu emosi. Hanya butuh setengah jam dia sampai di depan rumah besar milik Karel.
Karena satpam rumah ini sudah tau mobil Fatar maka tanpa curiga satpam membuka pagar rumah dan membiarkan Fatar masuk. Fatar turun dan langsung masuk ke rumah tanpa mengetuk ataupun memencet bel.
"Karel!!!" teriaknya. Fatar yang terkenal bisa mengontrol emosinya malam ini hilang digantikan Fatar yang kacau dan kalut.
Karel menuruni tangga dengan Fian, Fian membekap mulutnya kaget melihat betapa kacau Fatar malam ini.
"Fatar ada apa?" tanya Fian khawatir.
"Maaf Fi, malam ini aku harus menghabisi suamimu," gumam Fatar dingin. Fatar menarik kerah baju Karel dan memukul sahabatnya itu dengan kalap dan membabi buta. Ditinjunya wajah Karel berkali-kali hingga mulut dan hidung Karel mengeluarkan darah.
"Fatar stop!!" seru Fian.
"Biarkan dia Fian!" seru Karel yang memang sejak tadi tidak melawan. Dirinya memang merasa pantas mendapatkan semua ini bahkan jika mendapatkan lebih maka Karel sudah rela menerimanya.
"Brengsek lo! gue percaya lo!!" teriak Fatar.
"Lo berhak marah," jawab Karel. Mendengar jawaban itu Fatar justru semakin tersulut emosi dan semakin menghajar Karel. Semua terhenti saat Karel dan Fatar jatuh pingsan. Karel karena babak belur sedangkan Fatar karena kelelahan.
Fian membawa keduanya ke rumah sakit terdekat di bantu satpam rumahnya dan Meri. Tadi dirinya tidak bisa melakukan apapun karena itu hak Fatar untuk meluapkan semua emosinya. Di rumah sakit Fian hanya bisa nelangsa menatap kedau sahabat ini. Semua hubungan baik telah hancur karena sebuah pengkhianatan.
Fatar telah sadar, pria itu hanya duduk diam mengabaikan Fian yang duduk di hadapannya.
"Maaf karena aku menutupi semuanya," gumam Fian.
"Apa menurut kalian pernikahan adalah suatu permainan?" tanya Fatar.
Fian menggeleng, "karena itu aku dulu menerima Karel, aku yakin aku bisa memperbaiki semua," ucapnya.
Fatar mendengus geli, "tidak ada gunanya memperbaiki apa yang sejak awal tidak terbentuk." Mata itu penuh dengan kekecewaan, dan Fian bisa melihat itu.
"Rain mencintaimu sekarang," ucap Fian.
Fatar menggeleng, "itu bukan cinta, itu hanya perasaan bersalahnya." Dia bangkit dan meninggalkan Fian. Saat membuka pintu Karel ada di sana dengan wajah penuh lebam. "Kalau lo dulu bukan sahabat gue, mungkin Fian udah nemuin mayat lo," gumamnya sebelum benar-benar pergi.
🍁🍁🍁
Siang ini Fatar pulang ke rumahnya. Rumah yang biasanya selalu ramai dengan suara kedua anaknya dan rumah yang selalu dipenuhi kehangatan kini terasa begitu sepi dan dingin. Matanya menelusuri setiap sudut rumah yang tampak lengang.
Jika kemarin rasanya dia selalu rindu untuk pulang maka sekarang rumah ini seperti rumah hantu yang segera ingin ia hindari. Ada banyak kenangan manis yang menjadi pahit di dalamnya. Ada luka di setiap langkah saat masuk ke dalam rumah ini.
"Mas tolong maafin aku.." isak Rain yang baru keluar dari kamar masih dengan pakaian semalam, tampangnya tidak kalah kacau dari Fatar.
Fatar mengacuhkan Rain dan bergegas ke kamarnya untuk mengemasi pakaian.
"Kamu mau kemana?" tanya Rain.
"Rumah ini milikmu, aku tidak akan mengurus harta gono-gini toh semua yang kucari memang untukmu dan anak-anak, jadi semuanya adalah hakmu. Aku hanya akan mengambil Keyla dan Rasya," kataku sembari memasukan pakaian ke dalam koper.
Rain menggeleng, "aku tidak butuh semuanya, aku ingin kamu dan anak-anak," katanya.
Fatar menghela nafas, dia akhirnya mneoleh pada Rain. "Apa kamu tidak berpikir ini semua akan terjadi saat kamu bermesraan dengan Karel?" tanya pria itu dengan sinis.
Rain kembali memangis, "aku menyesal.. tolong jangan pergi, jangan pisahkan aku dari Keyla dan Rasya Mas.. aku mohon.." Rain memeluk kaki Fatar dan menangis disana.
"Maaf Rain, semua sudah terlambat. Aku akan memperjuangkan hak asuk anak-anak, kamu isirahatlah, sampai bertemu di pengadilan." Fatar mengangkat kopernya dan berbalik pergi meninggalkan Riin yang sudah menangis kencang. Seandainya Rain sadar, Fatar juga sangat terluka karena meninggalkan Rain dalam kondisi begini.
🍁🍁🍁
Rain berlari pontang-panting ke kamar anak-anak. Dia mengusap tempat tidur Keyla dan duduk di sana. Matanya sudah memerah karena menangis semalaman. Jika memang ini akhir dari rumah tangganya maka ia harus rela karena ini pasti yang terbaik untuk semua terlebih untuk Fatar.
"Mama nggak bisa kalau nggak ada kalian.." isak Rain sembari memeluk bantal Keyla. "Maafin Mama karena merusak semua, maafin Mama sayang.." Lelah menangis Rain jatuh tertidur dalam kondisi kamar yang gelap. Tidak ada niat untuk makan sedikitpun meski perutnya terasa perih.
Sama sekali tidak ia pikirkan Fatar adalah pria yang bisa membuat hatinya sesakit ini. Rain menerima semua, tidak perlu ada yang tau kalau dirinya juga sangat sakit apalagi saat melihat mata Fatar yang menatapnya kecewa. Jika bukan karena Keyla dan Rasya mungkin Fatar akan menemukan dirinya tergeletak dengan nadi tangannya yang telah terputus.
"Keyla.. Rasya.." gumam Rain dengar suara nyaris seperti orang tercekik.
🍁🍁🍁
Hay semuaa yang udah nunggu reaksi Fatar gimanaa.. udah yaaa.. mohon maaf kaalu biasa aja, nggak ada adegan nampar atau apalah, intinya yang merasa ini biasa aja moho maaf..
Cerita Fatar Rain belum berakhir karena masih ada proses perceraian hehe.. next part mau Karel Fian apa Fatar Rain nih? :)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro