Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

24. Dengan Karel, Fian Bahagia

Hayyyy ada yang kangen sama indah?? nggak yaa.. oke nggak usah dijawab udah tau ko aku jawabannya*baper

Wkwk maaf karena update lma pake banget karna emang baru selesa ujian praktek dan minggu besok aku dinas di rumah sakit selama tiga minggu..

Langsung aja deh happy reading guys.. maaf kalau belum puas

🍁🍁🍁

Fian menguap lebar, matanya masih sedikit berat untuh terbuka. Disampingnya, Karel masih tertidur nyenyak sembari memeluk pinggang Fian dengan erat.

Senyum Fian mengembang, semalam mereka baru saja melewati tahap usaha untuk memiliki anak lagi. Mengingat sudah tiga bulan berlalu pasca dirinya mengalami keguguran. Namun, semua kata-kata tentang ada hikmah dibalik setiap cobaan itu memang benar adanya. Sekarang semua berubah, Karelnya begitu hangat dan rumah tangga yang ia jalani juga sudah berubah menjadi normal.

"Karel.." bisik Fian. Kening Karel berkerut namun matanya masih tidak terbuka. Fian gemas dengan suaminya itu. Jemari Fian terangkat, menulusuri wajah suaminya yang nampak tenang dalam tidurnya.

Fian mendekatkan diri dan mengecup bibir Karel berkali-kali hingga ia merasa Karel tersenyum. "Aku tau kamu sudah bangun," ucap Fian dengan geli.

Mata Karel terbuka, sorot hangat itu membuat Fian merasa sangat beruntung memiliki Karel. "Apa kamu tidak bisa membiarkanku tidur sebentar lagi?" tanya Karel.

Fian terkekeh, "sudah pagi, kamu harus ke kantor."

"Aku ingin libur," jawab Karel sembari kembali memejamkan mata. Fian menyubit pinggang suaminya itu.

"Sejak kapan kamu malas bekerja? sudah sana bangun!" suruh Fian. Karel menghela nafas pasrah dan bangun dengan wajah tertekuk lesu. Ia masih ingin tidur dengan Fian.

Fian menyiapkan semua untuk Karel, ia tersenyum melihat kemeja yang sudah ia sampirkan. Mengingat dulu saat ia rindu pada Karel ia hanya bisa memeluk kemeja ini.

"Kamu bisa memandangiku, kenapa harus memandang kemejaku," bisik Karel sembari memeluk Fian dari belakang. Air menetes dari rambut Karel yang basah.

Fian mendengus geli, "lepas, aku ingin mandi," ucap wanita itu.

"Lima menit," pinta Karel.

Kepala Fian menggeleng, "lepas Karel, kalau nggak no jatah selama seminggu," setelah mendengar kalimat horor yang akhir-akhir ini Fian ucapkan itu Karel langsung menjauh dan cepat-cepat memakai kemejanya.

"Ck sudah sana mandi! kenapa masih disini?" tanya Karel dengan sewot. Fian tertawa dan menggelengkan kepala, suaminya itu sekarang sangat lucu. Hanya butuh kata itu agar Karel menuruti semua ucapan Fian.

Fian mandi dan bersiap-siap dengan kecepatan ekstra. Polesan make up tipis membuat wanita itu nampak cantik natural seperti biasa. Kakinya berlari menuruni tangga dengan luwes.

Seperti hari biasanya mereka sarapan bersama sebelum berangkat ke kantor. Karel menyuapi Fian roti tawar yang tadi sudah ia beri selai coklat kesukaan Fian.

"Nanthi akkhuu ma.."

"Fian!" geram Karel karena istrinya itu bicara saat mulutnya penuh dengan roti tawar hingga serpihan dari roti menyembur kemana-mana. "Bisa lebih jorok lagi?" sindir Karel sembari merapikan jasnya yang terkena semburan.

Fian tertawa dan menelan hingga habis, "maaf.." ringis wanita itu. Karel mendengus geli, wanita dihadapannya ini memang selalu selebor dalam melakukan apapun.

Keduanya berangkat setelah menghabiskan sarapan mereka. Karel dan Fian sudah seperti benda dan bayangan di mata para penghuni perusahaan. Pasangan itu tidak terpisahkan, hangatnya sikap Karel yang hanya ditunjukan pada Fian membuat para gadis ingin menjerit karena iri.

"Bu bos sama pak bos makin lengket yahh.." gumam Anindi dengan mata memerawang, dalam hati ia berharap ada di posisi Fian.

Putri yang melihat perubahan itu hanya bisa tersenyum bahagia, semua tidak tau proses apa yang harus Fian lewati agar sampai pada titik ini. Yang orang lain tau Fian selalu bahagia, kenyataannya wanita itu harus jatuh berkali-kali sebelum ini.

Hari ini Karel harus melakukan survei dengan beberapa investor tentang produk yang akan diluncurkan bulan depan. Sesuai kesepakatan terdahulu, Fian hanya bertugas di kantor dan jika keluar maka ia akan digantikan dengan Yuki.

"Nanti istirahat aku akan kembali," pamit Karel setelah mengecup kening Fian.

Fian tersenyum dan menganggukkan kepala, "hati-hati," jawab Fian. Karel tersenyum kecil dan mengangguk sebelum pergi. Melihat Karel berjalan menjauh Fian hanya bisa menghela nafas. Suaminya itu tidak kenal kata lelah.

Karel pergi, dan pekerjaan Fian sudah beres karena memang sangat sedikit, jadi wanita itu hanya bisa bersantai ria di ruangan Karel yang luas. "Huhh bosen," keluhnya.

Fian memainkan ponselnya, akhir-akhir ini ia jarang membuka sosmed karena tidak ada waktu. Ia melihat akun sosmed milik Aldi adiknya. Di samping adiknya itu ada gadis manis yang tersenyum lebar.

"Hemm pasti pacarnya," gumam Fian. Ponselnya berdering menandakan panggilan masuk. Nama Rain muncul dilayar ponselnya.

"Yaa haloo.." sapa Fian.

"Hay Fi.. ingat yaa besok ada acara ulang tahun Keyla," oceh Rain. Sejak berdamai mereka memang memutuskan untuk menjalin persahabatan.

Fian mendengus, "yaaa ya daya ingat gue masih bagus Rain," protes Fian.

Rain terkekeh geli. "Baguslah, nanti sore datanglah kita masak bersama ohh ajak Putri,"

"Sipp nanti gue ajak Putri, yaudah yaa lo ganggu waktu istirahat gue tau!" ucap Fian.

"Ck dasar! aku tau kamu istri bos tapi ini bukan jam istirahat kalo kamu lupa, sudah ahh bye Fi," balasnya sebelum mematikan sambungan telfon. Fian cemberut, Rain itu ternyata tidak anggun-anggun amat. Wanita itu kalau sudah akrab maka berubah menjadi cerewet mengalahkan nenek-nenek tetangga Fian saat di Solo.

Dengan malas ia bangkit dan pergi menuju bagian HRD untuk menghampiri Putri. Sudah menjadi hal umum kalau Putri dipanggil saat jam kerja. Mereka semua sudah tau kalau Putri itu sahabat dekat Fian jadi semua sudah memakluminya.

Mereka duduk di kantin kantor seperti dulu, sudah lama rasanya tidak menikmati waktu di tempat ini.

"Gue males," ucap Putri.

"Lohh kenapa? jangan bilang lo masih nggak suka sama dia?" tanya Fian.

Putri mengangguk, "lo bisa maafin, tapi gue nggak.. gara-gara dia lo jadi menderita gitu," sinisnya.

Fian menggelengkan kepala, "lo tau? kalo bukan karna Rain mungkin gue nggak akan nikah sama Karel."

"Tau dong.. dan kalo lo nggak nikah sama si bos, lebih bagus lagi.. lo nggak akan ngerasain disakitin terus," jawab Putri dengan kekeh.

Fian tersenyum, "lo liat gue bahagia banget sekarang? semua udah takdir, ini emang jalan hidup yang harus gue laluin."

Putri menggeleng, "gue bukan orang sebaik lo Fi.. jangan paksa gue," ujarnya.

"Huhh lo pikir gue bukan baik, gue cuma berusaha untuk bahagia dengan melepas semua kebencian yang gue pendem," gumam Fian jujur. "Lo harus coba, lepas semuanya, dan lo akan rasain ketenangan, Ayoo coba.." ajak Fian dengan antusias.

"Gimana?" tanya Putri dengan wajah bingung karena terkadang sahabatnya ini memang aneh.

"Maafin Cakra," ucap Fian. Sebulan yang lalu Putrj mendapatkan undangan pertunangan pria itu dengan wanita lain padahal selama ini semua tau kalau Cakra dekat dengan Putri.

Putri menundukan kepalanya, "gue nggak.."

"Bukan nggak bisa.. lo nya aja yang nggak mau," potong Fian. Putri terdiam, Fian benar, dirinyalah yang tidak pernah berniat memaafkan Cakra.

Fian menyuruh Putri untuk kembali keruangan sedangkan dirinya sendiri lebih memilih untuk menunggu Karel di kantin. Sebentar lagi jam istirahat jadi suaminya itu datang.

Pukul 12.00 siang kantin sudah mulai ramai. Fian mengetuk jemarinya ke meja untuk menghilangkan bosan.

"Sudah makan?" tanya suara berat itu. Fian mendongak dan tersenyum senang.

"Belum.." jawabnya.

Karel mengusap kepala Fian, dia mengulurkan makanan favorit wanita itu. "Wahh.." saat Fian akan menarik plastik itu Karel menjauhkanya.

"Kita makan di ruanganku," ucap Karel sembari merangkul pinggang Fian dan membawa istrinya itu masuk ke kantor.

Di ruangan Karel seperti biasa, Fian sibuk dengan makanannya sedangkan Karel sibuk dengan pekerjaannya.

"Memang kamu sudah makan?" tanya Fian. Karel menggeleng, dia masih fokus dengan laptop di hadapannya. Fian mendengus, yaa ia tau pekerjaan sangat banyak tapi tidak harus melupakan makan juga kan.

Karel menoleh ke samping karena suasana hening. Ada Fian disampingnya jadi tidak akan mungkin suasana jadi hening.

"Fi ada apa?" tanya Karel saat melihat wanita itu diam saja.

Fian menggeleng, kepalanya sedikit pusing. "Aku ke toilet dulu, makanlah Karel," ucapnya sembari bangkit. Karel tau ada yang tidak beres jadi pria itu menarik Fian untuk kembali duduk.

"Ada apa?" ulang Karel dengan lembut. Sorot matanya membuat Fian selalu ingin meleleh.

"Emm kepalaku sedikit pusing."

Karel mengerutkan kening, ia menyentuh kening Fian. "Tidak demam," gumamnya. "Yasudah, setelah ini istirahat saja." Fian mengangguk dan menyandarkan kepalanya di bahu Karel.

Kenyamanan yang Fian dapatkan dari Karel membuat wanita itu dengan mudah jatuh tertidur.

🍁🍁🍁

"Besok acaranya jam berapa?" tanya Fian disela kesibukannya memotong sayuran. Ia sedang ada di dapur rumah Rain. Tadi setelah bangun tidur kepalanya sudah tidak pusing.

"Jam sembilan mungkin, tidak terlalu panas kan untuk anak-anak kalau ingin main di taman luar?" tanya Rain dengan antusias.

Fian mengangguk setuju, "oke deh, gue juga harus ngurusin Karel dulu," ucap Fian dengan cengiran.

Rain tertawa dan mengangguk, "aku juga harus mengurus Fatar,"

Putri membanting sayur dengan kesal, "please deh.. ada jomblo di tengah kalian! bisa nggak yaa kondisiin pembicaraan biar gue nggak ngerasa jones?" tanya gadis itu dengan sewot.

Fian dan Rain saling tatap dan tertawa pecah. "Hahaaa yang sabar ini ujian.." kekeh Fian.

"Kampret emang! bodo ahh gue mau nyari udara seger, siapa tau jodoh gue ada di luar." Putri pergi meninggalkan Fian dan Rain yang masih sibuk tertawa.

"Dia marah?" tanya Rain.

Fian menggeleng, "tu orang nggak bisa bener-bener marah," ucapnya. Rain terkekeh geli dan mereka kembali melanjutkan kegiatam potong memotong sayur.

"Gimana lo sama Fatar?" tanya Fian.

Rain mendongak, "baik tapi kalau ingat ucapannya malam itu rasanya jantungku akan berhenti," gumamnya.

Fian mengangguk setuju, ia juga sama syoknya malam itu saat mereka sedang makan malam bersama.

"Apa ada sesuatu yang kalian sembunyikan dariku?" tanya Fatar saat itu. Wajah Rain, Karel dan Fian jelas langsung kaku.

Fatar tersenyum kecil, "lupakan, aku hanya bercanda.. ohh haha lihat wajah syok kalian," ucap pria itu.

"Mungkin tidak kalau sebenarnya Fatar sudah tau semua?" tanya Rain.

"Mana mungkin? Fatar tidak mungkin diam kalau dia sudah tau semua," jawab Fian.

Rain mengangguk, "suatu saat nanti semua pasti akan terbongkar," gumam wanita itu. Satu tetes air jatuh dari matanya. "Aku tidak bisa membayangkan dia pergi meninggalkanku dan membawa kedua anak-anakku nanti,"

"Rain.." lirih Fian.

Rain menggeleng, "sampai saat itu tiba aku akan berusaha menjadi istri dan ibu yang baik untuk sedikit menebus semua kesalahanku," isaknya. Rain menoleh dan menggenggam kedua tangan Fian. "Berjanjilah Fi, jaga Keyla dan Rasya saat nanti aku tidak bisa melihat keduanya,"

Fian mengerutkan kening, "kalau semua terbongkar Fatar pasti benci gue juga Rain," ucapnya.

Rain menggeleng, "Fatar tidak akan benci kamu, karna dia tau kamu juga korban disini," ucapnya yakin.

Fian tersenyum dan mengangguk, "gue akan jaga mereka semampu gue, sekarang lo nggak usah mikir macem-macem.. fokus aja untuk jadi yang terbaik."

Rain mengangguk, ia tersenyum lega. Jika itu Fian maka Rain yakin kedua anaknya akan baik-baik saja. Mengingat itu lagi airmatanya kembali mengalir. Jika semua terjadi maka alasan untuknya bahagia akan menghilang.

"Dulu aku fikir aku akan bahagia kalau aku terus bersama Karel," gumam Rain.

"Rain, nilai kebahagiaan itu tidak bisa berpatokan dengan sesuatu. Kebahagiaan itu ada dari hati, tapi terkadang kita butuh bantuan orang lain untuk menemukannya," ucap Fian.

"Sejak awal lo selalu membantasi diri, lo selalu berpatokan kalau Karel adalah kebahagiaan lo, sampai mata lo tertutup, dan saat lo mencoba untuk sedikit membuka mata lo akhirnya sadar kalau selama ini Fatar menjadi sumber kebahagiaan lo."

Rain menyeka airmatanya dia membenarkan semua ucapan Fian barusan, "terima kasih karna kamu mau berteman dengan orang seperti aku, ohh sampaikan juga pada Putri." Fian mengangguk dan memeluk Rain untuk menyalurkan ketenangan.

🍁🍁🍁

Fian termenung menatap langit kamarnya. Ia memikirnya obrolannya dengan Rain tadi. Menjaga Keyla dan Rasya bukan masalah, yang menjadi masalah adalah perasaan anak-anak itu nantinya jika kedua orang tuanya berpisah.

"Wajahmu akan terlihat tua kalau banyak berfikir," ledek Karel yang baru saja merebahkan diri.

Fian memiringkan tubuhnya menghadap Karel. "Kalau aku tua memang kenapa? bosan? yasudah sana," ketusnya. Karel mengerutkan kening, tidak biasanya Fian seketus ini.

Bukannya menanggapi Fian, Karel justru memejamkan matanya. Hari ini ia cukup lelah. "Karel.. jangan tidur!" rengek Fian.

Dengan sabar Karel kembali membuka matanya. "Ada apa?" tanya pria itu. Fian menceritakan semua pembicaraannya dengan Rain tadi sore pada Karel. Biasanya Karel selalu punya solusi setiap Fian memikirkan sesuatu.

Karel terdiam, kaget dengan apa yang diceritakan Fian. "Tidurlah Fi," ucap pria itu.

Fian menggeleng, "aku tidak bisa tidur," tolaknya.

"Jangan pikirkan tentang itu, biar itu jadi urusanku dengan Rain," ucap pria itu. Karel menarik Fian mendekat dan memeluk wanita itu. "Sekarang tidur, kamu butuh istirahat." Fian menenggelamkan wajahnya di dada Karel, ia berusaha memejamkan mata hingga akhirnya jatuh tertidur.

"Kami tidak boleh terlibat lebih jauh lagi Fi," gumam Karel.

Pagi ini Fian terbangun tanpa Karel di sampingnya. Tumben sekali suaminya itu sudah bangun. Fian bangun dan mencepol rambutnya dengan asal. Kakinya melangkah menuju balkon kamar ini.

Fian bersandar di dinding dan menikmati wajah Karel yang sedang serius menekuni laptopnya. "Apa kamu sesibuk itu?" tanya Fian.

Karel menoleh pada Fian, ia tersenyum dan menarik lembut wanita itu hingga duduk dipangkuannya. "Apa tidurmu nyenyak?" tanya Karel.

Fian mengangguk, tangannya meraba wajah Karel. "Harusnya aku yang bertanya begitu," gumamnya karena wajah Karel jelas memperlihatkan bahwa pria itu kurang tidur.

Karel memejamkan mata menikmati usapa tangan lembut Fian. "Hari ini aku harus ke Jerman," ucapnya. Fian terdiam, ia menjauhkan lengannya. Perlahan mata Karel terbuka, "kenapa memasang wajah sedih begitu?"

"Kamu tidak punya agenda ke luar bulan ini, kenapa mendadak?" tanya Fian.

Karel menghela nafas, "ada yang harus aku urus, hanya satu minggu Fi," bujuk pria itu.

Fian menundukkan kepala, "memangnya harus?" Karel mengangguk. "Hari ini? bisa besok?" tawarnya.

Karel terkekeh melihat istrinya yang manja ini. "Nanti setelah aku pulang kita akan liburan, aku janji." Fian menggeleng dan langsung memeluk erat Karel.

"Tidak usah, kamu kembali dengan selamat saja aku sudah bersyukur," ucap Fian. Beginilah Fian yang selalu membuat Karel jatuh cinta lagi dan lagi.

"Nanti sore aku berangkat," ucap Karel. Fian mengangguk meski dalam hati ia sedih. Karel mengecup sekilas bibir Fian. "Senyumlah, aku tidak bisa pergi kalau wajahmu begitu." Fian tersenyum dan menyandarkan tubuhnya pada Karel.

Sarapan pagi ini Fian membuat masakan spesial untuk Karel. Karena nanti sore Karel berangkat ke Jerman jadi hari ini mereka tidak pergi ke kantor.

"Di sana pasti banyak wanita cantik," gumamnya sembari mengerucutkan bibir.

Karel mengerutkan kening geli, "aku terlalu sibuk dengan pekerjaan, tidak ada waktu untuk cuci mata."

Fian mendengus, "huhh tetap saja, pasti kalau lihat yang bening langsung lupa yang dirumah, iya kan?"

"Hahh yang dirumah saja tidak ada habisnya kenapa harus mencari yang lain?" Karel bertopang dagu menatap wajah cemberut Fian.

Melihat wajah Karel yang nampak sangat manis saat bicara begitu membuat Fian akhirnya tersenyum, "cihh gombal!" ucap Fian. Karel tersenyum dan mengacak rambut Fian dengan gemas.

Pukul setengah sembilan Karel mengantar Fian ke rumah Fatar. Di tangan Fian ada kado ulang tahun untuk Keyla.

Fian langsung bergabung dengan Rain dan Putri yang ternyata sudah datang duluan. Mereka mengobrol hangat dan saling tertawa seperti tidak ada masalah sebelumnya.

"Gue haus nih, yang seger-seger enak kayanya," kode Fian setelah acara selesai.

Rain mendengus geli, "Bi tolong buatin minuman yang seger yaa buat tamu ini," ucap Rain.

"Es batunya yang banyak yaa.." pinta Fian. Hari ini cuaca cukup panas, wajah Fian bahkan memerah karena kepanasan.

Lima menit kemudian asisten rumah tangga di rumah Rain membawa baki tiga gelas sirup dengan es batu yang terlihat segar. "Ini Nonya saja sediakan tambahannya kalau kurang," ucap wanita paruh baya itu sembari mengulurkan semangkuk es batu.

Mata Fian berbinar senang, "wahhh makasih Bi.." ucapnya dengan ceria.

Dari jauh Fatar dan Karel tertawa melihat tingkah Fian. "Apa dia nggak masalah ditinggal?" tanya Fatar.

Karel tersenyum kecil, "gue udah bilang tadi, lo tenang aja.. gue akan berusaha bantu perusahaan lo," ucap pria itu dengan yakin.

"Kenapa lo kekeh bantu gue? gue bisa ke sana sendiri,"

"Keyla baru aja ulangtahun, kasian kalau papanya harus pergi," jawab Karel dengan santai. "Ck jangan merusak acara ini," ucapnya sembari menepuk bahu sahabatnya itu.

Fian mengunyah es batu tanpa peduli risihnya Putri dan yang lain mendengar suara kraukk gigitan es batu itu. Dia sudah menghabiskan beberapa es batu. Rasanya sangat enak ketika air itu meleleh dilidahnya.

"Rain minta lagi dong es batunya.." pinta Fian tanpa malu.

"Aisshh ni orang! berenti nggak? gue linu dengernya!" protes Putri.

Kraaukk kraaukkkk suara itu terdengar jelas di telinga orang sekitar Fian.

"Karel!! ada yang tidak beres dengan istrimu.." teriak Rain.

Karel dan Fatar langsung mendekati kumpulan wanita itu. Karel duduk di samping Fian. "Kenapa kamu makan es batu sebanyak ini?" tanya pria itu heran.

Fian terkekeh. "Enak.. setiap aku gigit maka ada sensasi dingin yang pecah dimulutku," ucapnya.

Bi Mimin datang membawakan satu mangkuk es batu lagi untuk Fian dan wanita itu lanjut dengan asiknya.

"Stop Fi, gigimu bisa sakit," ucap Karel.

"Tau nih, lo aneh banget.. lo nyidam? masa nyidamnya gini?" tanya Putri dengan asal.

Karel dan Fian terdiam, Fian berfikir sejenak beberapa hari kemarin ia merasa tidak enak badan dan siklus haidnya, Fian bahkan belum dapat tamu bulanan.

Kepala Fian menggeleng, ia takut berharap dan takut kecewa. "Gue cuma haus, yaudah Rel kita pulang, kamu harus siap-siap kan?"

Dalam perjalanan pulang Fian hanya diam tidak seperti biasanya. "Apa perlu cek ke dokter?" tanya Karel.

"Ak-aku takut." Karel menghela nafas, ia tau maksud dari kata-kata Fian. Pria itu menghentikan mobilnya di pinggir jalan.

"Cek saja Fi, masalah hasilnya aku tidak peduli, kalaupun belum hamil berarti kita masih harus usaha," ucap Karel.

Fian menundukan kepala, "aku takut kecewa," lirihnya.

Karel mengangkat dagu Fian agar mata itu bisa ia tatap. "Kenapa harus kecewa? cek Fi, aku tidak ingin kejadian kemarin terulang, kita harus memastikannya." Yahh dia tidak ingin kejadian saat dia tidak tau apa-apa tentang kehamilan Fian terulang lagi.

Melihat harapan besar di mata Karel mau tidak mau Fian mengangguk. Semoga feelingnya benar kalau ada janin di dalam rahimnya saat ini.

Dokter Hani tersenyum melihat USG di layar. Fian tau pasti apa itu, senyumnya mengembang, ia sudah pernah mengalami ini.

Karel membantu Fian untuk duduk di kursi. "Selamat untuk kalian berdua," ucap dokter itu. Mata Karel melebar, ada perasaan bahagia yang tidak terlukiskan mengalir di seluruh tubuhnya.

"Tapi tolong, bu Fian harus menjaga kehamilannya karena ditakutkan rahimnya masih rentan akibat keguguran kemarin, jangan kelelahan dan jangan stress, saya akan memberi resep obat untuk ibu."

Karel mengangguk, "terimakasih dok," ucapnya dengan senyum lebar.

Karena terlalu bahagia Karel langsung membopong Fian saat mereka tiba di rumah. Dengan hati-hati Karel mendaratkan Fian di sofa.

"Terima kasih Fi," gumamnya tulus.

Fian tersenyum dan merangkum wajah Karel. "Kamu bahagia?"

Karel mengangguk, "sangat," jawabnya. "Rasanya aku tidak ingin pergi."

"Kalau begitu jangan pergi," rengek Fian.

"Aku harus pergi sayang, dan ingat jaga dirimu selama aku pergi, jangan kelelahan, aku akan telfon Mama agar dia tinggal disini sementara," ucapnya. Fian mengerucutkan bibirnya.

"Yaa nasib, hamil muda dan suami sibuk kerja.." oceh Fian. Karel tertawa geli dan memeluk Fian.

Di depan rumah Fian terus memegangi kemeja Karel agar suaminya itu tidak berangkat. "Fian.. kalau suami kamu dipegangin gitu kapan berangkatnya?" tanya Mariska dengan geli.

"Cepet pulang.." rengek Fian.

"Iya,"

"Jangan macam-macam disana.."

"Iya sayang,"

"Kalau aku kangen gimana?" tanya Fian lagi. Mariska sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah manja Fian yang bertambah.

"Aku akan menelfonmu, sudah yaa aku bisa terlambat," ucap Karel.

"Ada yang kamu lupa?" tanya Fian.

Karel mengerutkan kening, "semua sudah kubawa," gumamnya.

"Aisshh bukan itu.." Fian merentangkan tangan. "Peluk.." Karel tertawa dan memeluk erat Fian. Ia mencium kening Fian.

"Jaga kesehatanmu," ucap Karel. "Maa bisa berbalik sebentar?" tanya pria itu. Mariska awalnya bingung tapi akhinya ia tersenyum mengerti dan menganggukkan kepala.

Karel menarik tengkuk Fian dan mencium bibir Fian. Menyesap rasa manis yang membuatnya tidak pernah bosan. "I love you sweet cupcakes," gumam Karel. Fian mengangguk dan airmatanya menetes.

Karel masuk ke dalam mobil dan mobil itu langsung melaju pergi. Fian termenung, bagaimana mungkin dalam hitungan satu menit Fian sudah sangat merindukan Karel.

🍁🍁🍁

Eaa see you in the next chapter guyss


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro