Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13. Pasangan Menyebalkan

Happy weekend guys

Langsung aja yaa happy reading ;)

********

Author POV

Fian masih terdiam, mencerna ucapan Karel tapi pikirannya benar-benar buntu. Dia tidak mengerti apa maksud ucapan itu. Keadaan kembali canggung. Dalam hati Fian merutuki jantungnya yang berdebar keras.

Saat makanan datang Fian bersyukur dalam hati. Dia langsung melahap makanan yang dipesan tanpa bicara apapun. Berada dalam posisi canggung membuatnya lapar.

"Wahh kenyangnya," ucap Fian. Senyumnya mengembang karena perutnya telah terisi. Sudah dia lupakan perkataan Karel yang mengganggu pikirannya tadi.

Kaki Fian melangkah menuju kursi malas yang berada di dekat televisi besar fasilitas resort mewah ini. Kebetulan ada film favorit Fian jadi dia bisa menghabiskan waktu di depan televisi.

Karel lebih memilih kembali menekuni pekerjaannya. Ia kembali ke ranjang dan sibuk dengan laptop dan beberapa berkas yang sengaja ia bawa dari Jakarta.

Tidak terasa sekarang sudah pukul 02.00 dini hari waktu Indonesia tengah. Karel meregangkan ototnya, matanya sudah berat dan lehernya juga sudah pegal. Karel melepas kaca mata dan mematikan laptop. Semua ia letakkan di nakas yang berada di samping ranjang.

Karel menghampiri Fian yang sejak tadi masih di depan televisi. Di kursi malas itu Fian ternyata Fian sudah tertidur pulas dengan memeluk bantal. Karel meraih remote dan mematikan televisi lalu membopong Fian menuji ranjang.

Dengan hati-hati Karel meletakkan Fian di ranjang agar tidak membangunkannya, memastikan posisi nyaman untuk Fian lalu menyelimuti istrinya itu. Istri, Karel tersenyum dengan fakta baru yang masih asing di telinganya.

Karel ikut berbaring di sisi ranjang satunya. Tangannya terulur untuk merapikan anak rambut Fian, "selamat tidur Fian," ucapnya sebelum memejamkan mata.

--------

Fian bergerak gelisah hingga ia membuka matanya perlahan, dihadapannya ada Karel yang tertidur nyenyak menghadapnya. Kening Fian mengerut bingung, bukankah semalam dirinya tertidur di depan televisi.

Beberapa detik hingga akhirnya ia sadar dan tersenyum, Karel pasti yang memindahkannya. Fian senang di saat Karel tidur, bukan karena hidupnya tenang seperti alasan kemarin, tapi karena saat-saat inilah ia bisa leluasa memandang wajah tampan suaminya.

Jantungnya mulai tidak beraturan seperti kemarin. Mau bagaimanapun ia tidak bisa mengelak, dirinya sudah kalah, bahkan mungkin sejak sebelum menikah dirinya sudah kalah. Yaa kalah, dirinyalah yang jatuh cinta pada pesona suaminya itu.

Fian tersenyum miris, "kamu menyebalkan, bagaimana mungkin hanya dalam waktu dua hari kamu bisa membuat aku jatuh cinta begitu dalam?" lirih Fian.

Ia betah berlama-lama memandangi wajah tidur Karel. Dirinya merasa beruntung karena setiap bangun tidur bisa menikmati wajah Karel. Fian meraih iphonenya dan mengambil foto Karel yang masih tertidur pulas.

"Hihi lumayan," kekeh Fian sembari melihat foto yang baru saja ia ambil. Tidak, ia harus tetap bersikap seperti biasa di depan Karel. Karel tidak boleh tau bahwa Fian sudah jatuh cinta padanya.

Masih pukul lima tapi Fian memutuskan untuk mandi dan bersiap-siap. Bersenandung kecil di bawah guyuran air, hari ini ia sangat bersemangat karena akan melihat sunrise di tepi pantai.

Usai mandi Fian segera bersiap-siap. Ia sekali lagi memandang pantulan dirinya di kaca untuk memastikan penampilannya.

"Fian.." gumam Karel yang baru saja bangun, matanya menatap heran Fian yang sudah rapi sepagi ini.

Fian menoleh dan tersenyum cerah menyambut Karel. "Pagi Karel..." sapanya dengan riang. "Aku ingin melihat sunrise, bolehkan?" lanjutnya.

Karel menguap dan bangkit berjalan mendekati Fian, "tunggu sebentar," ucap Karel sembari mengusap puncak kepala Fian sebelum masuk ke dala kamar mandi.

"Kamu ikut???" tanya Fain dengan suara agak kencang karena sekarang Karel sudah ada di dalam kamar mandi.

"Hemm.." hanya itu jawaban yang diberikan Karel. Sebenarnya matanya masih sangat berat karena memandang laptop semalam tapi dia tidak akan tenang tidur saat Fain berkeliaran sendiri di luar. Fian istrinya, dan ia harus bertanggung jawab penuh atas Fian meski pernikahan ini bisa dibilang tidak normal.

Karel keluar dengan wajah yang lebih segar meski ada kantung mata yang masih terlihat jelas.

"Kamu tidak mandi?" tanya Fain yang melihat Karel masih dengan pakaian semalam.

"Kamu tidak ingin terlambatkan?" Karel bertanya balik pada Fian dan detik itu juga Fian sadar kalau dia banyak bertanya. Fian segera melangkah mendahului Karel.

Di sana, di tepi pantai teryata sudah banyak pasangan yang juga ingin melihat sunrise, Fian berseru riang, ia langsung berlari ke tepi pantai melihat gradiasi warna yang bergitu indah meski masih sedikit yang muncul. Mulutnya membentuk huruf o karena begitu takjub dengan pemandangan di depannya ini.

Karel tersenyum melihat tingkah polos Fian, ia berdiri di samping Fain dan ikut menikmati pemandangan.

"Wahh kapan-kapan aku ingin melihat sunrise lagi di tepi pantai," gumam Fian. Senyum sejak tadi tidak luntur dari wajahnya. "Ehh.." serunya dengan kaget saat pandangannya jatuh pada pasangan yang sedang berciuman. Fian segera mengalihkan pandangan ke tempat lain dan ternyata pemandangan yang sama telah menunggu.

Fian ternganga karena ternyata dia sekarang dikelilingi pasangan yang sedang menikmati waktu.

Karel tersenyum geli melihat wajah panik Fian. Ia sudah tau akan melihat pemandangan seperti ini karena sudah beberapa kali ia liburan kemari sendiri atau dengan keluarganya.

"Kenapa?" tanya Karel dengan nada meledek.

Fian menyipitkan mata curiga Karel sudah tau ia akan melihat ini. "Aisshh.." desisnya kesal. "Karel!!" jeritnya karena gemas melihat wajah menyebalkan suaminya itu.

Beberapa orang menoleh kearah mereka berdua dengan pandangan seolah mereka adalah penggangu momen manis pagi ini. Karel segera menarik Fian untuk lebih mendekat ke pantai hingga kaki mereka menyentuh ombak yang datang.

"Kamu ini," geram Karel. Karel segera memeluk Fian dari belakang hingga sekarang Fian membeku di tempat, bukan karena dinginnya air yang menerpa kakinya tapi karena pelukan Karel yang begitu mendadak.

"Ka-Karel.." bicaranya menjadi gagap karena kaget.

"Ssstt diam, lihat ke depan dan jangan menoleh ke arah mereka," ucap Karel. Ia meletakkah dagunya di bahu Fian, matanya terpejam menikmati hangatnya sinar matahari yang semakin naik.

Karel melakukan ini karena ia tidak ingin mengambil resiko ada orang yang mengenalinya dan curiga pada pernikahannya sekaligus juga untuk melindungi Fian dari pemandangan yang tadi membuat Fian risih.

Fian melirik ke arah bahunya, Karel masih santai bersandar disana tidak seperti dirinya yang kaku tidak tau harus bagaimana.

Lama mereka hanya diam hingga akhirnya Fian rileks dan bersandar pada Karel dan berpegangan pada lengan Karel yang memeluk erat perutnya.

"Karel.."

"Hemm.."

"Aku pegal," ucap Fian. Benar, bahunya sudah pegal dan sekarang sinar matahari mulai menyilaukan. Karel membuka mata dan melepas pelukannya.

"Ayo kita harus kembali ke kamar, aku ingin mandi," ucap Karel.

Fian diam dan mengikuti Karel. Selama Karel mandi , Fian memilih duduk di sofa yang menghadap jendela besar dengan pemandangan indah di depannya.

"Kamu ingin kemana setelah ini?" tanya Karel sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Ke pantai saja jalan-jalan. Siapa tau aku bertemu bule tampan," jawab Fian dengan asal.

Karel menoleh, keningnya berkerut. "Lalu?" Karel duduk di samping Fian yang masih memandang ke depan.

Fian menoleh pada Karel, "yaa aku akan mengajak bule itu kenalan, mungkin dia akan suka denganku. Jujur saja, aku ini lumayan cantik kan?" tanya Fian dengan serius pada Karel.

Karel mendengus dan meninggalkan Fian begitu saja tanpa menjawab pertanyaan itu karena sudah jelas jawabannya apa. Tidak, bukan lumayan tapi memang cantik.

"Kenapa tidak di jawab? aku benarkan??" ujar Fian dengan tawa yang tertahan.

"Sudahlah, ayoo kamu harus sarapan!!" acuh Karel berjalan keluar kamar meninggalkan Fian yang sedang tertawa.

-----

Usai sarapan mereka langsung berjalan-jalan di tepi pantai. Hari ini matahari lumayan terik, bagus untuk berjemur. Orang-orang berlalu lalang, sibuk tertawa bersama.

"Karel aku ingin main itu.." Fian menunjuk pasangan yang sedang berpain voli pantai. Mungkin mereka suami istri.

"Ayo.. siapa tau kita boleh bergabung," Karel menarik lengan Fian mendekat ke pasangan itu.

"Hai, apa boleh kami bergabung?" tanya Karel to the point pada si wanita yang mengenakan pakaian renang yang terbuka lain dengan Fian yang menggunakan pakaian santai dengan celana jeans satu jengkal di atas lutut.

Wanita itu terdiam melihat wajah Karel, ia mengerjapkan mata hingga sekarang matanya berbinar senang.

Memangnya aku sekecil itu, rutuk Fian dalam hati karena sepertinya wanita itu tidak melihatnya.

"Boleh-boleh.. ohh bawa adik?" tanya wanita itu sembari tersenyum pada Fian.

Fian semakin cemberut disebut begitu. Penampilan Fian memang tidak dewasa seperti wanita itu jadi yahh wajar saja.

Karel tersenyum tipis kemudian merangkul pinggang Fian agar mendekat. "Dia istriku," jelasnya dengan singkat.

Mata bulat wanita itu semakin membulat, "ohh maaf, ku kiraa.." pandangannya pada Fian berubah seperti menilai.

"Jadi boleh tidak?" tanya Fian dengan tidak sabar.

"Boleh, nama kalian siapa?" jelas wanita itu bertanya nama Karel bukan Fian.

"Karel," jawabnya dengan singkat.

"Fian,"

Wanita itu tersenyum dan merangkul lengan pria di sampingnya. "Aku Sesil dan ini suamiku Galang." Pria itu tersenyum dan menyalami Karel dan Fian. "Ayo kita mulai main, tapi kita harus hom pim pa untuk menentukan tim,"

"Lohh kenapa tidak langsung saja? kamu dengan suamimu, aku dengan Karel?" tanya Fian yang bingung.

Wanita itu tertawa kecil dan menjelaskan pada Fian seolah memberikan penjelasan pada anak kecil, "hom pim pa akan lebih seru, kalau timnya pasangan sendiri sudah bosan,"

Fian mendekat pada Karel dan berbisik, "Percaya deh, itu karena dia ingin satu tim dengan mu," Karel tersenyum geli mendengar bisikan Fian.

Dan benar saja, wanita itu berhasil satu tim dengan Karel. Terlihat jelas wajah girang itu. Untuk Fian itu tidak masalah, satu tim dengan siapapun yang penting ia bisa bermain.

Permaian di mulai, beberapa kali kali bola jatuh di daerah Fian hingga membuatnya kesal. "Kamu ini bisa tidak?" tanya Fian pada Galang.

Galang tersenyum meminta maaf, "aku tidak terlalu mengerti voli," jelasnya.

Fian menghela nafas, ingin marah-marah tapi tidak tega karena wajah Galang yang memelas. Kasihan pria lemah mendapat istri yang begitu.

Permaian kembali dimulai. Saat ada kesempatan Sesil melakukan smash keras ke arah Fian yang belum siap hingga kepalanya langsung terkena bola.

Duggg bunyi itu lumayan kencang hingga Karel langsung berjalan menuju Fian yang terduduk. Fian terdiam sebentar merasakan pusing di kepalanya. Pandangannya mengabur beberapa menit sebelum kmbali seperti semula.

"Fian.. Fian.." panggil Karel untuk kesekian kalinya karrna tidak ada respon.

Fian tersadar dan langsung mendelik kesal, "aku tidak papa, ayoo kita lanjut," dengan semangat Fian langsung bangkit berdiri.

"Yakin?" tanya Karel yang melihat Fian berdiri limbung.

"Sudah sana!! kembali ke tempatmu!" Fian mendorong Karel dengan halus.

"Maaf yaa.. aku terlalu kasar," ucapan Sesil tidak singkron dengan ekspresi senang di wajahnya.

Fain mendengus, "ayoo lanjut!!" teriaknya. Ia sudah terlanjur kesal dengan wanita itu dan di permainan ini ia berambisi untuk menang agar kesalnya berkurang.

Permainan kembali berlanjut, Fian lumayan bisa membalik keadaan lewat smash yang ia arahkan pada Sesil untuk membalas kejadian tadi. Tidak sampai mengenai kepala Sesil karena Fian tidak tega.

Galang yang melakukan service, bolah datang ke arah Sesil dengan tanggung dan langsung di sambut senyum kemenangan olehnya. Smash keras kembali mengarah pada Fian, kali ini tepat di wajah dan ia tidak bisa menghindar.

Fian langsung terkapar, beruntung Galang langsung cekatan menangkap Fian sebelum kepala itu membentur pasir.

"Fian!!" kali ini Karel langsung berlari dan menarik Fian dari tangan Galang.

Mata Fian terpejam, darah segar mengalir dari hidungnya. Karel membopong Fian dan meletakkannya di bawah pohon kelapa yang teduh. Fian dibaringkan disana sedangkan kepalanya ada di pangkuan Karel. Perlahan Karel mengusap pipi Fian, "bangun," bisiknya.

Mata Fian mulai tergerak dan membuka perlahan. "Ehh.." ia bingung melihat wajah cemas Karel.

Karel menghembuskan nafas lega dan membantu Fian untuk duduk. Sesil memandang kebersamaan itu dengan tatapan tidak suka.

"Maaf Fian, aku tidak sengaja.. aku akan mengambilkan tissu. Sebentar yaa," Sesil segera berlari menuju tasnya.

"Karel!!! dia sengaja!" rengek Fian dengan kesal.

"Jangan merengek Fian, kamu yang memaksa untuk lanjut bermain."

Galang meringis bersalah pada Fian. "Maafkan istriku, dia memang begitu.." setelah itu Sesil datang dengan sekotak tissue di lengannya.

"Sini aku bantu bersihkan," tawar Sesil lebih tepatnya agar bukan Karel yang membersihkan darah itu.

"Terima kasih, biar aku saja," tolak Karel dengan datar. Tangan Karel meraih dagu Fian agar menghadapnya, dengan serius Karel membersihkan darah yang masih menetes dari hidung Fian.

"Kita lanjut," ucap Fian dengan nada final dan tidak terbantahkan. "Tapi aku akan satu tim dengan Karel, yahh anggap saja saja aku tidak bisa bermain optimal lagi dan suamimu itu tidak bisa bermain jadi kalau kami satu tim itu tidak adil,"

Karel mengerutkan kening tapi ia tidak bicara dan tetap membersihkan wajah Fian.

"Mana bisa begitu???"

"Inikan salahmu juga," jawab Fian dengan cuek.

Sesil menggeram pelan namun akhirnya menganguk setuju, yang terpenting adalah bisa berlama-lama dengan Karel.

"Bisa tinggalkan kami? Fian harus istirahat sebentar," usir Karel dengan halus. Setelah mereka pasangan itu menjauh Fian langsung menumpahkan kekesalannya.

"Dia itu sengaja!! yaa aku tau pasti sengaja, mana mungkin tidak sengaja terjadi dua kali!! awas aja! aku akan balas dia!!" dengan nada berapi-api Fian mengepalkan tinjunya ke udara. Benar-benar semangat membabat habis Sesil.

"Diam dan menghadap ke arahku!" hanya itu respon Karel karena sejak tadi Fian bicara terus hingga darah di hidungnya tidak bisa bersih total. Fian mengerucutkan bibir tapi ia mengikuti perintah Karel.

Wajah Fian sudah bersih kembali. Karel merapikan anak rambut Fian dan menyelipkannya di belakan telinga. "Jangan cemberut begitu,"

"Aku kesal!! pokoknya kita harus menang! ayoo.." Fian bangkit dan menghampiri Sesil yang sedang di pijat oleh suaminya.

Permainan kembali di mulai, Fian benar-benar mengamuk. Smash bertubi-tubi di tujukan pada Sesil hingga wanita itu kewalahan. Beberapa kali bola itu menghantam tubuhnya dengan keras hingga ia mengaduh kesakitan. Senyum Fian mengembang, rasakan! emangnya enak, batinnya.

Permainan dimenangkan oleh Fian dan Karel. Sebenarnya ini permainan antar Fian dan Sesil karena sejak tadi Karel dan Galang jarang mendapat bola.

"Selamat.." ucap Galang pada Fian dan Karel. Fian tersenyum senang dan mengangguk.

"Kita menang!!" bisik Fian untuk ke tiga kalinya pada Karel.

Sesil mengulurkan tangan pada Fian dan mengucapkan selamat, "untuk merayakan kemenangan kalian, gimana kalau kita makan malam bersama.. kami akan siapkan semua jadi kalian hanya datang dan makan, setuju?"

Fian sebenarnya tau itu ajakan untuk Karel tapi ia tidak peduli, lumayan makan gratis jadi terima saja tawarannya.

-----

Malam ini Fian memilih mengenakan dress hitam salah satu pemberian mama mertuanya. Ia akan berpenampilan sedikit lebih dewasa agar tidak di ledek oleh Sesil.

*Dress Fian


Make up Fian masih seperti biasa, natural karena ia merasa tidak suka dengan make up mencolok.

Karel menggenggam lengan Fian meuju meja yang sudah di pesan Sesil dan suaminya. Di sana pasangan itu sudah menunggu dengan berbagai menu makan malam di meja.

Sesil menggunakan gaun coklat dengan make up yang pas meski bibirnya merah merona. Sangat cantik dan tetap terlihat lebih dewasa di banding Fian.

"Haii silahkan duduk," sambut Sesil dengan senyum centil.

Karel menarik kursi untuk Fian dan untuk dirinya sendiri. Fian tersenyum melihat banyaknya makanan di meja ini.

Sesil menarik kursi untuk lebih dekat dengan Karel. Meja berbentuk lingkaran ini menjadi keuntungan untuk Sesil.

"Kamu ingin makan yang mana?" tanya Sesil pada Karel.

Fian langsung menoleh, gerak cepat sekali wanita ini. Yasudahlah, Karel tidak akan menanggapi wanita seperti dia. Fian nampak enjoy dan mulai memilih makanan. Saat akan mengambil ayam panggang piring itu sudah di ambil duluan oleh Sesil.

"Ini untukmu," setelah memotong ayam itu Sesil meletakkannya di piring Karel.

Fian mendengus, ia mengabaikan itu dan kembali mengalihkan diri ke menu di depannya. Tangannya terulur untuk mengambil sate ikan yang terlihat enak tapi lagi-lagi Sesil mengambilnya untuk Karel. Fian berusaha untuk sabar tapi rasanya Sesil memang sengaja karena ini sudah yang ke lima kalinya. Hingga saat ini piring Karel sudah penuh lauk sedangkan piringnya hanya berisi nasi.

Karel hampir tertawa geli melihat amarah Fian seperti sudah sampai ubun-ubun karena sekarang wajahnya memerah.

Karel menukar piringnya dengan piring Fian. "Makanlah," hanya itu. Karel langsung mengambil sendiri makanan yang ia inginkan.

Sesil ternganga, sudah capek-capek ternyata semua tidak dihargai. Fian memeletkan lidahnya pada Sesil, dalam hati Fian bersorak girang.

"Hah kekanak-kanakan," desis Sesil setelah melihat Fian yang mengejeknya.

Fian mengedikkan bahu, "itu lebih baik, daripada masih muda tapi sudah seperti tante-tante," jawabnya. Sesil melempar tatapan membunuh dan dibalas tatapan menantang dari Fian. Karel hanya diam tidak berniat ikut campur dalam perdebatan wanita.

Makan malam selesai, Karel mengucapkan terima kasih dan langsung pamit takut jika nanti Fian membuat keributan karena sejak tadi ada bara api yang tak kasap mata.

Fian yang kelelahan langsung memutuskan untuk tidur sedangkan Karel sibuk dengan ponselnya. Ia akan menelfon Rain karena sudah dua hari ini mereka tidak berkomunikasi.

Paginya Fian merasa lebih segar, ia langsung mandi dan bersantai di kursi malas yang berada di depan televisi. Karel masih tertidur pulas, entah semalam tidur pukul berapa. Hari ini Fian lebih memilih bersantai saja karena lengannya masih pegal.

Iphone yang ia letakkan di meja bergetar tanda pesan masuk. Ia membaca dengan kening berkerut.

"Karel.. bangun!" Fian membangunkan Karel karena pesan tadi dari Sesil yang sudah menunggu di depan resort ini. Karel membuka mata dengan malas. "Ayo kita ke depan, fansmu sudah menunggu,"

Karel menguap dan berdecak, "suruh pergi saja," gumamnya sembar mencari posisi untuk kembali tidur.

Fian menggerutu, ia langsung menelfon nomer itu, "Halo Sesil, Karel susah sekali untuk bangun, memangnya ada apa sih?"

"Ayolah Fian bujuk Karel, aku dan suamiku hanya ingin berpamitan.. hari ini kami pulang ke Jakarta,"

Fian berpikir sejenak, "oke sebentar, aku coba bangunkan lagi,"

Fian kembali pada Karel dan mengguncang bahu suaminya itu. "Karel!! bangun.. Sesil dan suaminya menunggu di depan!"

Karel berdecak kesal dan mengacak rambutnya. "Mengganggu saja!" gerutunya. Ia berjalan malas menuju kamar mandi dan keluar dengan wajah lebih segar.

Mereka berjalan menghampiri Sesil dan Galang yang sudah menunggu. "Mereka ingin pamit," bisik Fian pada Karel saat sudah berdiri di depan Sesil dan Galang.

"Hai.. kami ingin pamit dan.. aku ingin minta maaf padamu Fian, sikapku menyebalkan kemarin,"

Fian yang masih kesal hanya berdeham menjawab ucapan maaf itu. Matanya jatuh pada Karel yang menatapnya seolah menegur. "Ck.. yaa aku maafkan, aku juga menyebalkan kemarin," ucap Fian. Sesil tersenyum dan memeluk Fian sembari mengucapkan terima kasih.

Galang mengulurkan tangan pada Fian, "aku sudah bicara pada istriku, maaf membuatmu tidak nyaman kemarin,"

Fian tersenyum dan membalas uluran tangan Galang, "Oke santai saja,"

Sebelum berbalik Sesil berdada ria pada Fian dan Karel. Setelah pasangan itu menjauh Fian melambaikan tangan. "Dada!! semoga perjalanan kalian menyenangkan..." setelah itu dengan nada rendah ia melanjutkannya, "dan semoga ada teroris di pesawat kalian,"

"Fian.." panggil Karel dengan nada mengingatkan.

Fian menoleh dan nyengir tak bersalah, "hehe hanya bercanda,"

Karel hanya tersenyum geli, dan kembali masuk meninggalkan Fian. Ia akan melanjutkan tidur karena semalam ia bicara dengan Rain cukup lama. Kepalanya langsung mengingat pembicaraan semalam, bagaimana reaksi Fian jika melihat Rain di sini karena semalam yang dirinya bahas dengan Rain adalah tentang Rain yang juga akan berlibur kesini dengan Fatar dan kedua anaknya.

"Karel!!" teriak Fian.

Karel yang pikiranya sedang tidak di sini langsung kaget mendengar teriakan Fian. "Ada apasih??" tanya Karel, kesal pada tingkah istrinya.

"Aku ingin lewat.. kamu menutipi pintu!" jawab Fian dengan berkacak pinggang.

"Ehh.." Karel baru menyadari kalau ia mematung di depan pintu dan menghadang jalan, ia langsung menyingkir untuk memberi jalan pada Fian.

"Dasar aneh," gerutu Fian sembari melewati Karel. Karel hanya bisa menghela nafas dan ikut masuk, ia harus mandi dan mendinginkan kepala. Masalah reaksi Fian nanti, ia akan memikirkan solusinya.

*******

See you guyss :D

Kita liat gimana honeymoon mereka kalau ada Rain ;)

Byee selamat menikmati malam minggu

Salam
Author yang lagi jomblo tapi disuruh nikah :D


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro