11. First Night With Mr. Karel
Hayy maaf baru update karena aku lagi dinas, next part aku update setelah selesai dinas yaa...
langsung aja deh Happy reading guyss
************
Author POV
Karel terdiam menatap Fian dengan busana lengeri yang sangat pas di tubuh rampingnya. Ia mengerjapkan mata untuk memastikan penglihatannya.
"Fian.. apa-apaan kamu?" geram Karel. Bukan apa-apa, ia pria normal. Siapa yang tidak tertarik disuguhi pemandangan seperti ini, tapi yang menjadi masalah adalah jika ia tidak bisa mengontrol diri dan menyerang Fian. Fian gadis baik-baik dan ia tau pasti itu. Merusak gadis baik adalah pantangan besar untuknya.
Fian bergerak gelisah di tempatnya berdiri. "Emm baju di koperku sudah diganti dengan pakaian begini,"
"Apa?" tanya Karel dengan kaget. Ia memijat keningnya, ini pasti ulah ibunya yahh tidak salah lagi. Karel mengambil koper Fian dan ikut memeriksanya. "Baju apa ini?" tanya Karel dengan membentangkan lingeri berwarna merah berbahan sangat tipis. "Apa yang ditutupi?" lanjut Karel masih dengan memperhatikan semua yang ada di koper Fian.
"Aissh jangan pikirkan itu Karel!! sekarang bagaimana ini??" seru Fian dengan kesal.
Karel membuka kopernya, ia mengambil kemeja berwarna hitam dan mengulurkannya pada Fian. "Pakailah, setidaknya ini lebih baik daripada itu," ucapnya. Mata Karel tidak berani menatap Fian secara lama, ia lebih memilih untuk lanjut membaca buku yang sengaja di bawa sebelum acara resepsi.
Fian segera memakai kemeja Karel untuk menutupi lingeri yang ia kenakan. Yahh setidaknya ia beruntung karena Karel mau meminjamkan kemejanya meski rasanya kemeja ini sangat besar di tubuh mungilnya
Karena malam sudah larut Fian segera melompat ke kasur dan bergulung diselimut. Rasanya ia sudah tidak sabar untuk tidur setelah acara yang sangat melelahkan seharian ini.
"Fian tolong lemparkan satu bantal," pinta Karel yang sudah meletakkan bukunya.
Ohh benar, Fian hampir lupa dengan Karel. "Apa kamu akan tidur di sofa?" tanya Fian setelah melempar bantal.
"Dimana lagi Fian?" tanya Karel yang kesal akan pertanyaan bodoh Fian. "Apa kamu mau kita tidur dalam satu ranjang?"
Wajah Fian memanas mendengar pertanyaan Karel. Ia menggeleng pelan, "maksudku, apa kamu tidak pegal? sofa itu terlalu kecil untukmu,"
Karel merebahkan dirinya di sofa, yahh benar sofa ini terlalu kecil tapi Karel tetap memejamkan mata untuk tidur. "Tidur Fian, besok kita harus bangun pagi," ucap Karel tanpa menjawab pertanyaan Fian. Ia sudah banyak merepotkan Fian jadi pegal sedikit bukan masalah untuknya.
Dari ranjang Fian terus memperhatikan Karel yang sudah mulai terlelap dengan nafas yang teratur. Perlahan ia bangkit dan mengambil selimut, lalu tanpa menimbulkan suara Fian menyelimuti Karel.
Wajah Karel saat tidur membuat Fian tersenyum, seandainya keseharian Karel adalah wajah tenang seperti ini mungkin ia tidak mungkin memiliki rasa kesal.
"Huhh pikiran gue mulai error," gumamnya. Ia kembali ke ranjang dan langsung terlelap meski tanpa selimut.
-------
Karel mengerang kecil karena merasa badannya pegal. Matanya terbuka perlahan, melihat selimut ada pada dirinya ia langsung menoleh pada Fian.
"Dia terlalu baik," gumam Karel.
Kakinya melangkah menuju ranjang dan langsung menyelimuti Fian. Ia melihat jam di nakas yang memunjukkan pukul satu dini hari.
"Arrgg kenapa lama sekali paginya!" seru Karel karena sudah tidak sanggup tidur di sofa itu. Ia melirik sisi ranjang lain yang kosong. Lebih baik tidur di sini daripada di sofa itu lagipula aku tidak melakukan apapun, batin Karel.
Ia berbaring di samping Fian dan memberi batasan guling diantara mereka. Dalam beberapa menit matanya kembali berat dan tertidur pulas.
Rasanya jarum jam berjalan cepat ketika sedang tidur dan tanpa terasa fajar telah datang. Fian bergumam kecil dalam tidurnya. Ketika ingin menggerakkan tubuh, ia merasa tidak bisa bergerak. Fian juga merasa hangat di tengkuknya, dengan malas ia membuka mata.
Beberapa kali ia mengerjapkan mata agar pandangannya jelas. Saat tangannya ingin memegang selimut yang ia dapati justru lengan seseorang. Seketika matanya langsung melebar, kepalanya menoleh sedikit dan mendapati Karel sedang memeluknya dan hangat di tengkuknya tadi adalah nafas Karel.
"Karel!!" jerit Fian.
Karel hanya bergumam dan semakin menarik Fian kedalam pelukannya. Ia merasa nyaman dan tidak ingin membuka mata.
Kesal, Fian berusaha melepas lengan Karel yang memeluk erat pinggangnya. Ia kemudian berbalik menghadap Karel.
"Karel bangun!!"
Karel kembali bergumam dan lengannya kembali meraih pinggang Fian hingga sekarang jarak mereka semakin dekat.
Fian terdiam merasakan detak jantungnya. Ia mendongakan sedikit kepalanya hingga kini tepat di depan wajahnya ada wajah Karel yang sekarang sudah berstatus menjadi suaminya.
Dalam hati Fian merutuki dirinya sendiri, kenapa jantungnya berdetak kencang. Telapak tangan Fian tepat berada di dada Karel, ia bisa merasakan detak jantung Karel yang teratur sangat berbeda jauh dengannya saat ini.
"Haisshhh Karel.. bangun!" seru Fian. Tidak ada respon juga dan akhirnya dengan mengumpulkan tenaga Fian menendang Karel hingga jatuh dari ranjang.
"Aww!!" ringis Karel. Matanya langsung terbuka lebar. "Fian..." geram Karel.
Fian meringis kecil, "maaf.. tapi kenapa kamu tidur di sini?"
"Ck badanku sakit jadi semalam aku pindah," jelas Karel.
Suara ketukan pintu membuat perhatian mereka langsung beralih, Karel segera menghampiri pintu. Decakan kecil Karel membuat Fian menoleh.
Karel berjalan menuju Fian, "buka kemeja itu.. Mama datang,"
Karel juga melepas t-shirt yang ia gunakan lalu menyerahkannya pada Fian. "Simpan dibalik selimut," perintah Karel.
Fian akhirnya mengerti apa maksud Karel, ia segera menyimpan kemejanya dibalik selimut dan pura-pura tidur.
"Ehh sayang.. mana Fian?" terdengar suara Mariska menyapa Karel yang membuka pintu.
"Masih tidur, ada apa pagi-pagi kemari?"
"Mama masuk yaa.." Mariska segera masuk dan melihat Fian yang masih memejamkan mata. "Wahh nggak salah pilih, cocok di tubuh Fian," gumamnya.
Karel menggelengkan kepala, ibunya ini memang selalu begitu. "Sudahlah ma.. ini masih pagi, kasihan Fian butuh istirahat,"
Mariska mengerling jail pada putra sulungnya. "Semalam pasti capek ya.. haha Mama nggak sabar gendong cucu,"
Karel hanya bisa memberikan senyum paksa. "Sudah ya.. sekarang lebih baik Mama kembali ke kamar, ini masih pukul lima,"
"Huhh.. yaa ya jangan lupa sholat sayangku, kewajiban tetap nomer satu, nanti turunlah, kita sarapan sama-sama. Ohh iya.. ini baju untuk Fian," Mariska menyerahkan paper bag berwarna pink pada Karel.
"Ya nanti akan Karel berikan pada Fian," ucap Karel. Mariska tersenyum dan mencium pipi putranya sebelum pergi keluar.
Karel segera menghembuskan nafas lega. Ia kembali ke ranjang dan merebahkan diri di samping Fian.
"Mama sudah pergi?" tanya Fian. Karel membalas pertanyaan Fian dengan gumaman. Ia ingin melanjutkan tidurnya lagi.
Fian mengerucutkan bibir, tanganya mengambir t-shirt milik Karel dan melemparkannya pada wajah tampan yang sedang terpejam itu. "Pakai bajumu, aku tidak ingin mengotori penglihatanku,"
Karel membuka matanya, ia duduk menghadap Fian. Wajahnya dimajukan untuk memperhatikan wajah bangun tidur Fian yang masih tampak cantik meski tanpa make up.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Fian gugup. Kepalanya menjauh dari Karel.
"Mencari kebohongan, karena aku adalah pemandangan indah bagi para wanita," ucap Karel dengan datar tanpa ekspresi apapun. Jika bukan Karel yang mengucapkan itu pasti Fian mengira itu hanya guyonan semata. Tapi ini Karel, pria datar ini bicara begitu.
"Hah mimpi saja sana! awas.. aku ingin solat," ucap Fian. Ia lebih baik menjauh daripada melihat tubuh Karel yang emm yah harus diakui memang menggoda dengan otot dan perut sixpacknya ditambah wajahnya yang super tampan.
Karel tersenyum miring melihat jelas Fian yang salah tingkah. Ia kembali berbaring dan memejamkan mata hingga tertidur.
--------
Usai menjalankan kewajibannya Fian segera membuka balkon kamar hotel ini. Mentari pagi belum muncul, udara masih negitu segar. Saat semilir angin membelai wajahnya, Fian bergidik kedinginan. Rasanya sudah lama ia tidak menikmati udara pagi. Setiap hari setelah solat subuh ia pasti disibukkan oleh berkas-berkas yang akan dibawa ke kantor.
Ponsel yang ia genggang bergetar, ada sms masuk dari nomor yang tak ia kenal.
Morning princess
Ku harap harimu menyenangkan,
Aku akan segera merebutmu dari orang itu. Jadi persiakan dirimu,
Your prince :)
0821xxxxxxx
Kening Fian berkerut, sms dari siapa ini. Kepalanya berikir dan menerka siapa kira-kira yang berani mengirim pesan seperti ini. "Arrggg siapa yaa.." gumamnya saat pikirannya buntu.
Lebih baik ini menjadi rahasianya, siapa tau ini hanya sms nyasar. Bahaya jika Karel mengetahuinya.
Fian memutuskan untuk mandi agar pikirannya kembali segar. Ia menemukan paper bag berwarna pink di meja dekat sofa. Penasaran Fian membukanya, dress cantik berwarna kuning.
Senyumnya mengembang, ibu mertuanya itu begitu baik.
Masih dengan senyum lebarnya Fian membawa paper bag itu ke dalam kamar mandi.
Siraman air ke tubuhnya membuat Fian kembali segar. Ia betah berlama-lama di bawah shower. Bermain busa yang ada di tangannya.
"Fian!! kamu ini sedang apa? cepatlah.." teriak Karel dari luar.
Fian menggeram pelan, ia lebih senang moment disaat Karel tidur. Rasanya seperti bisa hidup damai meski hanya benerapa menit atau jam.
"Sabar!!" balas Fian. Ia segera membersihkan diri dan menggunakan handuk. Fian segera mengenakan dress itu dan keluar dari kamar mandi.
Karel kembali terdiam melihat tubuh indah Fian yang dibalut oleh dress cantik itu. Tadi ia sudah melihat dress itu dan biasa saja, tapi setelah Fian memakainya dress itu menjadi sangat indah.
"Sudah sana masuk.. kenapa sekarang diam?" tanya Fian. Karel menggelengkan kepala dan berlalu melewati Fian.
Fian segera merapikan rambutnya. Ia merias wajahnya dengan make up sederhana dan natural hingga wajahnya semakin terlihat segar. Puas dengan penampilannya ia duduk di sofa untuk menunggu Karel.
Beberapa menit kemudian Karel keluar hanya menggunakan handuk hingga membuat Fian melongo.
"Karel!!! kamu ini apa-apaan sih? memangnya tidak bisa pakai baju di dalam?" tanya Fian dengan menutup matanya. Ia takut jika handuk itu jatuh ke lantai.
Karel terdiam, jujur ia lupa kalau sekarang ia tidak tinggal sendiri. "Pejamkan matamu, jangan buka sampai aku bilang kamu bisa membukanya." ucap Karel.
"Yaa tentu saja, memangnya aku mau mengintip," sungut Fian.
Karel segera mengenakan pakaiannya hingga lengkap dan menyuruh Fian membuka mata.
Bulu mata lentik Fian tergerak hingga matanya terbuka. Dihadapannya ada Karel, suaminya yang sangat tampan tapi juga menyebalkan.
"Ayo kita turun, semua sudah menunggu." ajak Karel.
Mereka keluar dari kamar hotel dan menuju restoran yang ada di lantai bawah. Tangan Karel tidak pernah lepas dari pinggang Fian hingga mengundang tatapan iri dari orang di sekitar mereka berdua.
"Fian sayang.." sambut Mariska melihat menantunya itu datang dengan putranya.
Fian tersenyum dan Mariska langsung menarik Fian agar duduk diantara Mariska dan Nita. "Fian duduk disini yaa.. Karel sana kamu gabung sama laki-laki, Kamukan semalaman udah sama Fian,"
Nita tertawa melihat besannya. "Benar.. oh iya Karel, ibu titip Fian selama kalian pergi,"
Karel mengangguk pasti. "Fian tanggung jawab Karel bu.. ibu tenang saja," jawabnya. Jelas Nita semakin terharu karena memiliki menantu seperti Karel. Tidak seperti Fian yang hanya bisa mencibir dari dalam hati.
"Ohh iya sayang.. kamu suka nggak sama hadiah dari mama dan ibu yang semalam?" tanya Mariska.
Fian mengerutkan keningnya bingung. "Hadiah apa?"
Mariska tertawa pelan. "Itulohh yang ada di koper kamu.."
Fian meringis kecil, "ehh haha iyaa bagus Ma.."
Karel menggelengkan kepala, ia tau pasti ini ide gila dari mamanya. Mereka kembali berbincang hangat hingga jam dipergelangan tangan Karel menunjukkan pukul 09.00 WIB. Sudah saatnya mereka berangkat ke Bandara.
"Sayang.. kita harus berangkat ke Bandara sebentar lagi," ucap Karel.
Fian menganggukan kepala, "Ohh yaudah aku siapin keperluan kita dulu."
Karel tersenyum dan menghampiri Fian, ia merangkul mesra istrinya ini. "Aku bantu,"
Mariska menatap kepergian putra dan menantunya. Matanya berbinar bahagia melihat akhirnya Karel bisa menemukan wanita yang pantas untuk dirinya.
------
Di kamar Fian mempersiapkan keperluannya sendiri sama halnya dengan Karel. Mereka sibuk memasukkan barang-barang ke koper.
"Di sana kita akan sewa dua kamar kan?" tanya Fian disela kegiatan mereka.
"Tidak, Papa memiliki banyak mata-mata. Gawat jika ada yang tau kalu kita pisah kamar." Melihat Fian yang seperti tidak terima Karel menghela nafas, "hanya seminggu Fian. Setelah kita kembali dan tinggal di rumah kita aku janji kita akan pisah kamar, mengerti?"
Wajah Karel yang terlihat lelah membuat Fian luluh. Yahh ini memang permainan Karel. Jadi dirinya hanyanya pion yang tinggal menunggu perintah dari komandannya.
Semua telah siap dan merekapun berangkat ke Bandara. Supir yang mengantar Karel dan Fian menunduk hormat saat majikannya akan menaiki mobil.
Diperjalanan menuju Bandara, Fian menguap beberapa kali hingga jatuh tertidur di bahu Karel. Karel sedikit kaget karena sejak tadi ia sibuk dengan iphonenya.
Saat Fian bergumam kecil dengan lembut Karel mengusap kepala Fian agar tenang. Kembali Karel sibuk mengirim pesan pada Rain.
"Sudah sampai Tuan,"
Karel mendongak dan melihat sekitar, ia segera menepuk pelan pipi Fian yang masih tidur dibahunya.
"Bangun Fian, kita sudah sampai,"
Fian kembali menguap, ia membuka matanya secara perlahan. "Cepat sekali," gumam Fian.
Karel tersenyum geli, ia segera turun dan mengeluarkan koper membantu supirnya. Fian merapikan rambutnya dan turun menghampiri Karel.
Mereka berjalan dengan bergandengan tangan. Dalam hati Fian merasa jika ini bukanlah pura-pura maka ia akan menjadi wanita yang paling beruntung. Memiliki suami seperfect Karel dan diperlakukan romantis seperti ini. Tapi sekali lagi, jika ini bukanlah pura-pura. Sayangnya ini adalah panggung sandiwara dan yang pasti akan ada akhirnya. Entah akhir yang bahagia atau akhir yang mengenaskan.
Kepala Fian menoleh pada Karel yang menatap ke depan. Genggaman tangan yang hangat ini, bisakah ia memiliki selamanya. Bisakah tangan yang sedang menggenggamnya ini hanya menggenggam tangannya dan tidak menggenggam tangan wanita lain.
Kata-kata Putri terngiang di otak Fian. "Bikin Pak Karel jatuh cinta sama lo,"
Mungkin sekarang saatnya ia mulai mendekati Karel. Fian mendekatkan dirinya pada Karel. Tanganya melingkar manja pada lengan Karel.
"Kepalaku pusing," rengek Fian. Tidak sepenuhnya bohong karena kepalanya memang sedikit pusing efek bangun tidur saat diperjalanan tadi.
Karel merangkul pinggang Fian, takut jika Fian nanti pingsan. "Kamu ini, apa hobimu itu tidur?"
Fian mengerucutkan bibirnya, selalu ada saja ucapan Karel yang membuatnya kesal. "Yaa yaa terserah,"
Mereka kembali berjalan hingga seorang pria bertubuh sedikit lebih tinggi dari Karel menghadang. Pria itu menggunaan kacamata hitam hingga Fian tidak mengenalinya.
"Kenapa kau disini?" tanya Karel dengan tajam. Ia mengeratkan rangkulannya pada pinggang Fian.
"Ini tempat umum, aku bebas berkeliaran disini," jawabnya dengan santai. Pria itu beralih pada Fian. "Hay cantik, masih ingat aku?"
Fian memiringkan kepalanya, mencoba untuk ingat siapa pria dihadapannya ini. "Dia siapa?" tanya Fian sembari mendongak ke arah Karel.
Pria itu tersenyum geli, Fian benar-benar tidak mengingatnya. Ia membuka kacamata hitamnya. Mata coklat pria itu membuat Fian terdiam. Ingatannya kembali saat semalam pria itu dengan seenak jidat memeluk dirinya.
"LO!!" teriak Fian.
Gavyn terkekeh geli melihat reaksi heboh Fian. "Hay sayang.." sapanya.
Fian merinding karena panggilan itu. "Karel lebih baik kita pergi, jangan berurusan dengan orang gila," ucap Fian sembari menarik Karel agar menjauh. Ia tidak ingin ada keributan di sini.
"Gila? yaa mungkin.. kau gadis yang bisa membuat pria tergila-gila, jadi apa sms dariku sudah kau baca?" tanya Gavyn.
Fian terdiam, ia merutuk. Jadi sms aneh itu dari pria gila ini. Ohh bagaimana ini, Fian menoleh takut kearah Karel yang menatap tajam dirinya.
Gawat, teriaknya dalam hati.
********
To be continue :) :) :)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro