1. Pacar pura-pura (Repost)
Happy reading 😉
🍁🍁🍁
Hari ini seperti biasa, Fian sibuk dengan tumpukan dokumen yang harus dicek ulang sebelum dia serahkan pada Karel untuk ditanda tangani. Bahkan tadi pagi dia harus berangkat lebih awal karena belum sempat menulis agenda Karel selama satu minggu kedepan. Kegiatan bosnya itu sangat padat, dia harus ekstra hati-hati dalam menyusun semua.
Sudah lima bulan Fian bekerja di perusahaan ini, pada akhirnya dia mengerti makna doa dari Ratih saat pertama masuk ke kantor ini. Semoga dirinya bisa bertahan untuk bekerja disini, terlebih sebagai sekretaris dari CEO perusahaan. Karel benar-benar menuntut kesempurnaan saat bekerja. Tidak ada kesempatan untuk kesalahan, ternyata bukan hanya test masuknya saja yang susah, bertahan untuk tetap bekerja di perusahaan inipun sangat susah.
Selama bekerja di sini Fian jarang sekali bicara dengan Karel, jika bukan untuk urusan pekerjaan maka Fian lebih baik menghindar. Pria itu terlalu dingin dan sedikit galak jika masalah pekerjaan. Untung saja wajahnya tampan, jika tidak Fian rasanya ingin menendang pria itu ke antariksa.
Semua sudah beres, Fian segera masuk ke dalam ruangan Karel. Dia menunggu saat melihat bosnya sedang menghubungi seseorang.
"Ini berkas yang kemarin diajukan Pak, nanti pukul dua siang ada jadwal rapat antar direksi," ucapnya.
Karel mengangguk, "hubungi bagian arsip, suruh kepala bagian arsip membawa catatan produksi dua bulan ke belakang," ucapnya sembari memeriksa berkas yang baru saja Fian berikan.
"Baik Pak, permisi," ucapnya sebelum pergi. Fian menggelengkan kepala, benar-benar arogan, setidaknya harus ada kata tolong yang terselip dari perintah itu. Berada di dekat Karel, membuatnya menjadi labil antara ingin memeluk dan menimpuk, dua rasa yang sangat berbahaya jika benar-benar dia lakukan.
Jam istirahat adalah jam yang paling Fian tunggu, dia segera mengeluarkan dompet dan ponselnya sebelum pergi ke kantin. Senyumnya mengembang lebar, bayangan soto ayam kantin sudah memenuhi otaknya.
"Fian," panggil suara berat yang langsung menghancurkan lamunan Fian.
Aktivitas Fian langsung terhenti total, dia mendongak dengan ekspresi bertanya. Biasanya bos ini akan langsung pergi melewatinya tanpa menyapa. "Ada apa Pak?"
"Jika ada yang mencari saya, bilang saya sedang sibuk," ucap Karel. Pria itu langsung pergi tanpa mengucapkan apapun lagi.
Fian menggeram kesal dia mencibir pelan. "Iya Pak saya akan mengikuti perintah Bapak, terima kasih Fian, iya Pak sama-sama," ucapnya sendiri.
🍁🍁🍁
Seperti hari-hari biasa, kantin selalu ramai oleh karyawan kantor ini. Suara-suara gosip terdengar saut menyaut. Pokok bahasannya tentu saja tentang bos besar perusahaan ini. Bagi karyawan wanita, Karel memang hal yang menarik untuk dibicarakan saat makan siang seperti ini.
Fian duduk dengan sahabat barunya, dia Putri orang yang pertama menyapanya saat masuk di kantor ini. Mereka memilih untuk duduk di kursi pojok karena di bagian tengah adalah tempat wanita-wanita hits di kantor ini. Fian tidak percaya bahkan di kantor dia masih bisa menemukan kehidupan ala SMA.
Putri sedang sibuk melahap gorengan yang selalu disediakan di tengah meja kantin ini. Dia tampak cuek dengan obrolan-obrolan di sekitarnya. Ini yang membuat Fian suka berteman dengan Putri. Mereka sama-sama tidak suka bergosip.
"Gimana kerjaan lo sama bos? hehe wajah gantengnya masih sedatar tembok?" kekeh Putri.
Fian mengangkat bahunya acuh. "Seperti biasa kerjaan gue selalu banyak, dan tentang wajahnya dia mungkin itu udah dari sananya, datar banget! bayangin aja selama lima bulan kerja disini gue baru ngeliat senyum dia satu kali Put!!" ocehnya.
Putri terbatuk dan langsung meminum minuman Fian. "Bos senyum sama lo??" tanyanya dengan antusias.
Fian meringis kecil sembari menggelengkan kepalanya. "Sama Mbak Ratih," jawabnya.
Pletak, kepala Fian menjadi korban jitakan Putri. "Mbak Ratih itu udah lama kerja sama si bos, jelas kalau dapet senyuman, lagian heran deh gue ganteng tapi kok senyumnya mahal banget," sungutnya.
Fian tersenyum geli, tumben sekali anak ini membicarakan Karel. "Mungkin dia sakit gigi, makanya enggak bisa senyum. Positif thinking aja," kekehnya.
Putri tertawa geli, kepalanya mengangguk setuju. "Mungkin."
Makanan mereka datang, keduanya mulai sibuk dengan makanan masing-masing. "Ehh kalau sekretaris bos bukan lo, gue yakin pasti orang itu udah ngambil kesempatan buat deket-deket enggak jelas sama si bos. Lo bener-bener enggak tertarik sama dia?" tanya Putri.
Bukan menjawab pertanyaan Putri, Fian hanya menampilkan cengiran bodohnya. Siapa yang tidak tertarik dengan pria seperti Karel, sudah mapan tampan pula. Sisi misterius juga menjadi nilai plus bagi pria itu. Karena kelebihan-kelebihan itulah Fian tidak berani berharap. Karel itu hanya akan menjadi angan, siapa dia sampai berharap pria itu mau meliriknya.
Lagipula tujuan awalnya ke Jakarta hanyalah bekerja untuk mendapatkan banyak uang dan yang pasti pengalaman. Dia adalah anak pertama, dan adik-adiknya membutuhkan tanggungan yang besar.
Jam istirahat telah habis, Fian langsung kembali ke tempat kerjanya. Masih banyak pekerjaan yang harus dia lakukan. Semua dokumen yang Karel butuhkan untuk rapat nanti langsung Fian siapkan. Dia membaca ulang dokumen agar tidak ada kesalahan.
Saat mulai tenggelam dalam pekerjaannya, tiba-tiba dehaman seseorang memecah konsenterasinya. Fian mendongak kaget, dia langsung bangkit dan tersenyum ramah pada perempuan di hadapannya ini.
Perempuan dengan wajah cantik itu tersenyum hangat pada Fian, rambut panjangnya tergerai indah, tingginya menjulang dengan postur tubuh yang pas. Fian hampir ternganga, dia belum pernah melihat artis secara langsung sebelumnya.
"Siang, Karel ada?" tanya perempuan itu dengan suara lembut.
"Maaf apa sudah membuat janji sebelumnya? Pak Karel sedang tidak bisa diganggu sekarang," jawab Fian dengan ramah. Mungkin ini kekasih bosnya, yang seperti ini baru pantas untuk Karel.
"Mbak sekretaris baru yaa?" tanya perempuan itu dengan senyum gelinya.
Fian mengerutkan keningnya, "iya saya baru lima bulan disini," jawabnya dengan ragu. Memang ada yang salah dengan pertanyaannya tadi.
Tangan perempuan itu terulur, "aku Kinan adik Karel," ucapnya.
Mata Fian melebar, di langsung menjabat tangan Kinan. "Maaf Bu, saya tidak tahu."
Kinan tertawa dan mengibaskan tangannya, sikap hangat itu sangat berbanding dengan Karel. Fian pikir seluruh keluarga Karel memiliki sifat yang sama dinginnya dengan pria itu.
"Panggil Kinan aja, tampangku tidak tua kan?" tanya Kinan dengan wajah gelinya. "Kakak sedang sibuk apa?" tanyanya lagi.
"Emm saya kurang tahu, tapi nanti jam dua siang akan ada rapat direksi. Mungkin kamu bisa kemari setelah rapat," tawar Fian.
Kinan terdiam dengan mata menyipit curiga. "Mencurigakan, awas kalau dia makan siang dengan wanita itu!" ucapnya dengan nada emosi.
Fian memiringkan kepalanya, dia memperhatikan wajah kesal itu. Ternyata adik Karel juga sama anehnya.
"Ck nanti sampaikan saja kalau aku mencarinya," ucap Kinan.
Fian menganggukan kepalanya dan Kinan langung pamit untuk pulang. Sebenarnya ada apa dengan bosnya. Siapa wanita yang Kinan bicarakan tadi, masalahnya selama lima bulan dia bekerja disini dia tidak pernah melihat Karel membawa seorang perempuan. Pria itu selalu sendiri.
Setelah kepergian Kinan, Fian kembali sibuk dengan pekerjaannya. Pukul setengah dua siang Karel sudah kembali. Pria itu langsung menuju ruangan. Fian bangkit dari kursinya dan menyapa Karel seperti biasa. "Siang Pak, materi rapat sudah ada di meja, lalu tadi adik Bapak datang mencari katanya dia ingin bicara."
Karel menghentikan langkahnya, pria itu menatap Fian yang masih tersenyum sopan. Dengan mata elang itu, Karel mengamat Fian dari atas hingga ke bawah. "Ikut ke ruangan saya," ucapnya sebelum masuk ke ruangannya.
Fian duduk di ruangan Karel dengan wajah bingung. Kali ini apa kesalahan yang dia buat sampai harus dipanggil langsung. Cukup lama mereka duduk dalam diam, Fian menunggu Karel bicara dengan waswas.
Dehaman Karel memecah keheningan. Fian bersyukur akhirnya bosnya ini mengeluarkan suara, tadinya dia sudah berniat untuk kabur kalau lima menit lagi Karel tetap diam.
"Saya butuh sedikit bantuan," ucap Karel.
Alis Fian terangkat, jadi sejak tadi bosnya ini ingin meminta tolong. Apakah terlalu sulit mengatakan kata tolong sampai pria ini harus berpikir panjang. Fian tidak bicara, dia menunggu ucapan selanjutnya dari Karel.
Karel meletakan kedua lengannya di meja, jarinya bertautan. Matanya menatap tajam manik mata Fian. "Akan ada makan malam di rumah, berpura-puralah menjadi kekasih saya nanti," ucapnya to the point, tanpa basa-basi, lugas dan tidak terbantahkan. Fian bahkan ragu ini adalah permintaan tolong, mungkin ini lebih tepat disebut perintah.
Fian terdiam lama, matanya mengerjap. Apa ini adalah bagian dari halusinasinya. "Maaf?" tanyanya. Dia benar-benar masih bingung.
"Setelah rapat kita pergi mencari keperluanmu nanti malam," ucap Karel tanpa mau mengulangi ucapannya.
Masih dalam tahap kaget dengan terpaksa Fian keluar dari ruangan Karel. Pikirannya masih di awang. Permintaan tolong macam apa ini, dia tidak pernah mengharapkan hal seperti ini. Kepalanya menggeleng pelan. "Ini bener-bener nyata?" tanyanya pada diri sendiri. Kenapa dirinya yang harus dimintai tolong oleh Karel, dia bahkan baru mengenal pria itu lima bulan ini. Tidak bisa dibilang kenal, karena bicara hal selain pekerjaan saja tidak pernah.
🍁🍁🍁
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro