6. Crapbag
Malam itu begitu tenang dan santai bagi Shinsuke. Setelah makan malam dan mencuci piring, ia mulai belajar untuk mata pelajaran besok.
Sebagai siswa tingkat akhir SMA, jadwal dalam mempelajari materi harus bisa maksimal agar nanti ujian akhir bisa lolos seleksi masuk ujian perkuliahan.
Namun baru saja membuka buku tulis Kimia untuk membuat PR esai, terdengar suara dari ponselnya. Ponsel yang tengah diisi daya baterainya berbunyi kencang. Nada sambung dari lagu 'Blue Emotion' oleh WWC Dream membuyarkan Shinsuke untuk belajar dan segera menghampiri.
"Kenapa lagunya berubah?" Perasaan ia membuat lagunya nada default seperti biasa. Apa karena ponselnya tidak dikunci pakai pin atau garis?
Suara lagunya cukup menggelegar, dan lagunya berbahasa asing. Nanti ia akan ganti setelah ini.
Pasti ulah Miya kembar, pikirnya sebelum memperhatikan nama panggilan.
[Ainamida Navira is calling....]
Shinsuke lari secepat kilat, membuka jendela dan ke luar balkon, baru menjawab panggilan.
"Halo, Shin-chan?" Suara seorang gadis memanggilnya.
Entah mengapa dadanya membuncah, dan sang pemuda menjawab lembut.
"Ah.. Iya. Halo. Ada apa, Navira?"
Ada suara kekehan kecil yang gugup menyertai. "Tidak, tak apa... maaf mengganggumu malam-malam begini. Kau sedang belajar, ya?"
Langsung diucap cepat oleh Shinsuke. "Tidak, belum, kok. Tumben teleponnya mendadak. Kenapa?"
"Anu, aku ingin bicara. Jadi begini..."
Shinsuke mendengarkan perkataan teman masa kecilnya tersebut tanpa menyela, sampai sekitar 5 menit barulah Navira kelar memberitahu ceritanya.
"Suna-san mengatakan kalau kau mulai tidak fokus latihan dan belajar, aku takut hubungan pertemanan kita mengganggu Shin-chan. Jadi kalau bisa kita jangan terlalu banyak berhubungan, misalnya kalau perlu saja baru sms atau teleponan... maaf, ya, Shin-chan. Kau pasti kecewa."
Shinsuke hanya diam saja mendengarkan semuanya. Ia tahu kalau kelakuan setelah bertemu kembali membuat dirinya sedikit agak oleng, tapi ia tak menyangka kalau tindakannya membuat orang sekitar frustasi.
"Shin-chan? Kau masih di sana?"
Shinsuke menghela nafas singkat dan menjawab, "Ya, aku masih di sini."
"Maafkan aku, Shin-chan. Karena aku, kau jadi begini..." Suara Navira begitu menyesal dan terdengar lelah. Mungkin rasa kantuk.
"Aku juga minta maaf, malah buat kalian semua jadi kerepotan."
"Jangan minta maaf padaku, tapi pada teman-teman dan rekanmu. Bahkan katanya Suna-san kalau Miya Atsumu menangis setiap pulang latihan karena melihat kau sikapnya begitu."
"Hmm." Tipikal Atsumu sampai bertingkah dramatis.
"Tapi dari awal aku heran, kenapa mereka malah membuatku harus bicara ini kepadamu?"
"Mungkin saja mereka tidak berani bilang padaku." Shinsuke memegang pagar balkon sambil melihat kompleks rumah yang ramai dari lantai 2.
"Iya juga, sih. Kudengar kau kapten yang ketat dan tanpa ampun. Ampun, puh, sepuh~"
Shinsuke tersenyum tipis akan candaannya. "Aku tidak begitu, Navira."
"Tapi, yah... Aku hanya ingin bilang soal pesan dari Suna-san. Tolong kembali seperti kau yang biasanya, sebagai kapten dan kawan mereka, Shin-chan."
Shinsuke terdiam sebentar. Dengan segala kenyataan dan pemikiran yang terpatri, ia pun bertanya.
"Lalu bagaimana denganmu?"
"Eh?"
Hening menyapa terasa seperti satu jam dari sepuluh detik Shinsuke menunggu Navira membalas.
Merasa telah lama diam, pemuda itu menghela nafas singkat. "Maaf, lupakan saja-"
"Tentu saja..."
Shinsuke menghentikan bicaranya saat mendengar selaan Navira dari sambungan telepon.
"Aku akan selalu mendukung Shin-chan, mau kau tetap seperti yang kukenal atau berubah drastis. Aku suka semua versi dirimu."
Shinsuke membisu di tempat.
Ia tetap seperti itu selama beberapa detik sebelum Navira bertanya lagi.
"Shin-chan? Kau tidak apa? Masih di sana? Sudah ngantuk, belum??"
Shinsuke mulai membalas, walau sedikit tidak jelas. "Ya..."
Tanpa disadari, Shinsuke berjongkok dengan kedua kaki ditekuk dan kepala menunduk. Jemari tangan kanan yang bebas memegang bagian bawah wajahnya sendiri, sedang menyembunyikan senyum tipis dan semburat merah di satu sisi pipi.
"Aku tidak apa-apa. Kau tenang saja."
Senyum itu sedikit melebar tulus.
Lontaran itu diiringi kelanjutan percakapan singkat di topik lain sebelum mereka menutup telepon karena sudah larut.
Navira melontarkan ucapan. "Aku tidur dulu, Shin-chan. Selamat malam."
"Selamat tidur. Mimpi yang indah." Shinsuke membalas dan terlihat layar 'call ended 8:35'.
Memasukkan ponsel ke saku, Shinsuke menghela nafas panjang. Ia berusaha berdiri lagi dan memegang erat pagar balkon dengan sedikit erangan.
Matanya menutup sambil kedua tangan menutup muka yang memerah bak tomat.
"Semua versiku... Astaga." Hatinya benar-benar meledak dan masih terngiang jawaban sang gadis. Muka memanas sampai telinga, badan seakan ingin melompat tinggi, sampai berteriak sampai seantero Jepang karena dapat pernyataan indah nan manis tersebut.
Seakan mengatakan kalau Navira menyukai Shinsuke apa adanya.
Percakapan ini benar-benar diluar dugaan.
Shinsuke menghela nafas dan menggeleng pelan kelakuan imajineri.
"Aku harus mengabaikannya." Karena ia tahu kalau Navira orangnya memang polos dan perkataannya tidak ada maksud apa pun.
Shinsuke masuk ke dalam dan menutup jendela geser, dan mulai mengerjakan PR karena besok lusa sudah pengumpulan esai atom.
Sementara itu, Navira tidak beraksi apa-apa saat selesai menelpon, karena sudah mengatakan yang dipesan.
"Hoam... aku tidur, deh. Matematika bikin ngantuk..."
Navira tentu tidur dengan lelap, tapi di sisi lain Shinsuke malah melamun indah memikirkan perkataan Navira hingga tertidur di meja belajar dan kepala diatas buku tulis terbuka.
.
.
.
.
.
Beberapa hari telah berlalu. Tidak ada telepon lagi seintens awal mereka bertukar kontak. Selama tidak ada berita, maka bisa dipastikan Navira kalau Shinsuke sudah bersikap seperti biasa. Akhirnya.
Navira menutup pintu loker sepatu dan mulai keluar dari gedung sekolah. Hari itu klub libur karena harus mempersiapkan laga Winter Interhigh yang akan mulai kualifikasi musim depan.
Terdengar nada singkat pemberitahuan dan Navira mengambil ponselnya. Ada pesan dari Suna Rintarou.
Inti dari pesannya adalah berterima kasih.
[ Trims. {Attachment: 2 photos}
-Suna Rintarou- ]
Navira membuka file foto tersebut dan terkekeh pelan.
Terlihat di foto pertama, ada Shinsuke dan Aran duduk di bangku pinggir menyaksikan Miya kembar bergulat.
Di foto kedua, ada Shinsuke yang tengah memakai pakaian untuk persenjataan bersih-bersih gedung tengah mengarahkan lainnya untuk bersih-bersih di sekitar.
Manisnya, pikir Navira sambil terkekeh lagi dan membalas juga sebelum berjalan keluar sebelum terheran-heran.
Ichiira sudah berdiri di sisi pagar gerbang tebal dan melirik sang sepupu.
"Lho, Ichiira-chan? Kenapa kau di sini-Eh, tunggu! Jangan geret begini!"
Tanpa banyak cing cong, Ichiira langsung menggeret tangan Navira dan pergi ke arah lain.
Setelah beberapa saat berjalan dan tiba di kedai crepe, Ichiira melepasnya.
"Ada apa? Kok malah menyeretku begini??"
Muka Ichiira penuh determinasi walau ekspresi macam papan talenan polos.
"Kak, aku mau minta nomor kontak Aone-san."
Hening sejenak macam orang yang menertawai dan baru berakhir setelah batuk.
Menatap penuh keheranan tak terkira, Navira coba bertanya. "Anu... Ichiira-chan, kenapa kau mau tahu soal Aone-san?"
"Hanya ingin tahu saja."
Alasan.
"Aku tidak punya, jadi kau tanya pada Natsume-san saja."
Ichiira tetap tak bergeming. "Tapi kau yang punya koneksi kontak mereka. Bukannya kau pernah kencan dengan Futakuchi?"
"Itu karena dia kaptennya, makanya aku tahu nomor Natsume-chan dan dia."
"Nah, makanya mana? Aku butuh nomornya."
Sang sepupu memang keras kepala, sama sepertinya. Pantas mereka dibilang kakak adik kandung.
"Biar kutebak. Kau ingin mengincarnya?"
Hanya ada senyuman tipis berarti yang terlihat ambigu di wajah sang sepupu.
Semakin mengindikasikan kalau Aone akan jadi target cinta Ichiira.
Navira merasakan kasihan dan hanya bisa mendo'akan kesabaran Aone dalam menghadapi Ichiira.
Gadis Karasuno tersebut menggeleng dan berkata, "Kau tahu kalau aku orangnya tidak bisa dinego-"
"Aku akan belikan sushi tamagoyaki dan california masing-masing 20 kotak."
"Deal."
Tapi soal negosiasi yang ini lain cerita.
Keduanya berjabat tangan, dan segera Navira memberikan kontak nomor kepada Ichiira.
Asalkan sesuai permintaan, bisa diatur.
.
.
~*~
Preview
~*~
"Aku bukan konsultan cinta, jadi percuma kau bicara padaku soal ini."
.
"Bayangkan saja. Raut cemburunya keterlaluan sekali, tapi masih terlihat manis di mataku! Argh, rasanya aku mau gila!!!"
.
"Katakan ada apa."
.
.
.
See you on the next chapter!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro