Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8. Ability

(Note: ni chapter rada gaje karena ini buat nunjukin kalo reader itu bukan hooman :"v)

***

"...ya, bulannya memang indah, Shinazugawa..."

Perkataan [name] masih terngiang di benak Sanemi. Dalam hati, ia sedikit sebal. -dasar tidak peka...

Tapi, ia terlalu malu untuk mengatakan maksud sebenarnya di balik ucapannya. Lagipula yang terpenting adalah ia sudah menyatakan perasaannya, masalah gadis itu tak paham bisa ia urus nanti.

Beberapa tahun saat mereka terpisah merupakan waktu yang terasa begitu panjang. Bisa saja, di tahun-tahun itu perasaan [name] sudah memudar. Jika begitu, ia harus menumbuhkan kembali perasaan itu dan bersaing dengan Tomioka Giyuu.

Ya, bagi Sanemi, Tomioka Giyuu adalah rival-nya. Orang yang seenaknya mengambil garis start-nya.

Sanemi mengeratkan pelukannya. Seolah jika ia melonggarkannya sedikit saja, [name] akan lenyap dan menyisakan sepi yang mencabik. Ia tak ingin melepasnya samasekali. Ia ingin memeluk tubuh ramping itu hingga ia hapal betul setiap inci dari lekuknya.

Lagipula, sudah lama mereka tak menghabiskan waktu bersama. Gadis itu masih bertahan dalam posisinya. Berusaha menahan bulir bening yang siap mengalir kapan saja.

Ini terlalu menyakitkan.

Ia merutuki dirinya sendiri. Perasaan bersalah melilitnya kuat. Ia tidak seharusnya merasa nyaman dalam rengkuhan seseorang yang bukan miliknya. Perasaan hangat dan nyaman seolah dirinya benar-benar utuh itu tidak seharusnya hadir.

Namun, perasaan itu digantikan oleh perasaan dingin yang memenuhi hatinya begitu ia ingat bahwa―seseorang yang menariknya dalam rengkuhan hangat ini bukanlah miliknya.

Perasaan itu membuatnya merasa bahwa—ia hanya sendirian di dunia yang sempit dan gelap ini. Tanpa seorang 'pun. Begitu menyesakkan.

Jika saja [name] lebih cepat daripada Kocho Kanae, mungkin ia masih memiliki kesempatan lebih besar. Tapi, semuanya sudah berlalu. Yang bisa ia lakukan hanyalah merelakan yang sudah terjadi dan melangkah maju—sesulit apapun itu.

Rengkuhan hangat itu terlepas setelah beberapa saat. Gadis bersurai [hair color] itu tertunduk. Sementara pemuda bersurai salju itu tersenyum manis.

"Ada ada, [name]?" Ia bertanya karena melihat gadis itu tertunduk.

Gadis itu bergeming. Ia meremas rok-nya. Perilakunya membuat pemuda ber-marga Shinazugawa itu menjadi cemas. "Hei... kau kenapa?"

Bulir bening tanpa isakan itu terlepas. Sanemi meraba pipi halus itu menyeka bulir kesedihan. "Kau baik-baik saja'kan?"

Dengan agak gemetar gadis itu menjawab, "ya, aku baik 'kok!" Ia terkekeh pelan di akhir kalimatnya. "Lalu, kenapa menangis?" Sanemi kembali bertanya sembari berusaha menahan intonasi suaranya agar tetap rendah. Ia tidak mau sampai tak sengaja mengeluarkan nada tinggi pada [name] karena balutan cemas yang ia rasa.

"Aku hanya senang kau tidak marah karena kata-kataku. Itu saja!" Gadis ber-marga [surname] itu menyunggingkan senyum manis. Menahan perasaan yang mengoyak.

"Sungguh?" Pemuda itu memastikan. Karena, melihat [name] kesakitan adalah salah satu kelemahan terbesarnya. Ia tidak mau melihat orang yang berarti bagi-nya tersakiti. Oleh siapapun, oleh apapun. Gadis itu mengangguk sebagai respon.

Mata [eye color] itu membulat begitu melihat apa yang ada di belakang Sanemi. Dengan cepat ia mendorong pemuda itu kesamping. "Minggir!" Pemuda ber-marga Shinazugawa itu agak terkejut.

Tapi ia lebih terkejut akan dua benda tajam yang menembus solar plexus [name]. Gadis itu mengerang pelan lalu mengambil nichirin-nya.

Sanemi juga sudah bersiap dengan nichirin hijau-nya. Iblis itu mendecih sebal. "Tadinya kupikir bisa menepuk dua serangga dengan sekali pukulan, cih!"

Api transparan dengan sedikit pendar cahaya ungu membakar dari luka [name]. Perlahan, luka itu menutup. Iblis itu kembali menyerang. Gadis itu menangkis dengan teknik hujan-nya.

Sanemi melepaskan serangan. Iblis itu membuat perisai di sekelilingnya dengan besi-besi tajam yang tersusun rapat. [Name] memasang raut wajah serius lalu melepaskan serangannya.

Pernapasan hujan—bentuk ke-lima, tebasan hujan silang.

Serangan berbentuk silang itu menghancurkan perisai besi milik Si Iblis. Sadar akan adanya peluang, Sanemi melancarkan serangan bertubi-tubi hingga iblis itu terpojok.

Iblis itu tidak tinggal diam, ia memunculkan banyak besi tajam dari bawah tanah. Kedua pemburu itu melompat untuk menghindari serangannya.

Setelah besi-besi itu menghilang—karena memang teknik darah itu tak dapat bertahan lebih dari lima detik— kedua pemburu itu menoleh pada tempat iblis tadi.

Iblis dengan kulit pucat dan rambut perak itu sudah menghilang dari tempatnya. [Name] menghela napas-nya lelah. "...dia kabur lagi..."

"Itu iblis yang kau cari sedari tadi?" Sanemi bertanya.

"Ya, dan sekarang dia—ugh..!" Tiga besi tajam menembus batang tubuh [name]. Gadis itu berbalik dan menatap langsung iblis itu tepat pada mata emas-nya.

"...berhentilah bermain-main..." lagi-lagi api transparan dengan sedikit pendar ungu menyala—membakar besi-besi tajam hingga menjadi abu tanpa sisa. Sanemi melihat pemandangan itu dengan sorot penuh tanda tanya.

"B-bagaimana... bisa..?" Gumamnya. Ia terpaku di tempat. Sementara gadis itu mulai melancarkan serangan bertubi-tubi pada iblis itu. Lagipula, manusia bangsa mana yang tidak akan terkejut melihat batang tubuh seseorang mengeluarkan api? Tidak ada.

Pemuda itu bisa melihat kemarahan yang ada di balik ekspresi stoic itu—juga dibalik manik sendu bak langit mendung. Ini pertama kalinya ia melihat [name] seperti itu. Entah apa yang membuat gadis itu begitu marah.

Mungkinkah karena iblis itu menusuknya dengan besi tajam? Atau—mungkinkah karena iblis itu mengganggu waktu mereka berdua?

Opsi kedua adalah perkiraan terbaik yang bisa dibuat oleh pikiran Sanemi. Wajar toh, ia juga tidak senang ada yang mengganggu waktu nostalgia mereka.

Iblis itu terpental ke hadapan Sanemi—tampaknya mulai terpojok. Pemuda bersurai salju itu tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia langsung memotong kepala iblis itu menjadi beberapa bagian.

Membuat mata, hidung, tempurung kepala, telinga, serta mulut iblis itu tercerai-berai. Iblis itu berdecak sebal, "sial! Aku tidak menyadari yang satunya!" Itu adalah kalimat terakhirnya sebelum menjadi abu.

"...kerja bagus... Shinazugawa..!" Gadis itu tersenyum tipis. Pemuda itu membalas dengan hal yang sama. Tapi, lekuk bahagia itu memudar ketika ia melihat [name] menjadi lebih pucat.

"Kau baik-baik saja?" Gadis itu mengangguk pelan. "...karena misi sudah selesai, ayo pulang..." gadis itu berucap dengan nada lebih rendah.

"Kau yakin? Dan... api tadi..?" [Name] menoleh dengan alis bertaut. "Kau melihatnya?" Pertanyaan itu dibalas anggukkan singkat. Gadis itu menghela napasnya pasrah.

"... apa kau selamat dari insiden itu karena api tadi..?" Pemuda dengan banyak bekas luka itu melontarkan pertanyaan dengan hati-hati.

"...ya, semacamnya... jadi, pertolongan medis dalam bentuk apapun tidaklah benar-benar diperlukan..."

"Tapi, sejak kapan kau—"

[Name] memotong pertanyaannya dengan jawaban langsung. "...sejak Eren menyelesaikan obat itu..."

Pemuda itu tertegun sejenak—berusaha mengingat pemilik nama itu. "Oh! Si Pucat yang hampir tidak bisa keluar rumah saat terik?—murid ayahmu yang katanya membantu ayahmu menciptakan obat-obatan?"

".......ya... yang membuat proyek obat untuk manusia agar bisa melihat dalam gelap...."

Sanemi melemparkan pandangannya pada solar plexus gadis itu. Luka-nya sudah menutup rapat tanpa bekas. Gadis itu menghela napasnya berat. "...aku akan pulang... matta ashita..."

Sebenarnya, Sanemi ingin bertanya lebih banyak tentang Si Pemilik Nama Eren—dan proyek aneh yang dibuatnya, karena bisa saja [name] menjadi bahan eksperimennya. Tapi, melihat gadis itu agak terhuyung membuatnya mengurungkan niat dan kembali menguburnya dalam-dalam.

"Kau tampak pucat. Kau yakin baik-baik saja?" Kekhawatiran tampak jelas. Sanemi meletakkan punggung telapak tangannya pada dahi gadis itu yang ditepis olehnya.

Terasa dingin.

".....ya, aku baik..." [name] berucap pelan untuk menjawab pertanyaan Sanemi.

Lalu, gadis itu ambruk.

***

Maap lama up euy. Gua keasikan coret-coret manjah astagaa lagian jarang jarang gua punya ide mo gambar apa. But ni book tetep gua lanjut kok :3 w dah nyiapin outline nya dan konflik lainnya. Ditambah, ini cerita kan tiap bab nya gua revisi minimal tiga kali. Karena gua gk mau ada typo, typo itu haram dalam menulis cerita (bagi gua).

Btw gua gabisa nulis adegan action njir :"v. Bukannya gua mo nge nerf nemi, but siapa sih yg gk kaget liat badan orang keluar api :"v. Macem kasus spontaneous human combustion gitu :"v, alias pembakaran tubuh manusia secara spontan :")

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro