7. Under Cherry Blossom
Pemuda dengan surai seputih salju itu menatap dengan pandangan kosong pada pohon sakura di depannya. "...kenapa..?" Lisannya kembali bersuara setelah keheningan panjang.
Tangannya meraba batang pohon sakura tua itu—meniti tiap guratan yang ada. "...apa kau membenciku..?" Ia menghela napasnya berat. "...apa aku pernah melakukan suatu kesalahan padamu..?"
Ia menutup permata ungu buramnya beberapa saat. Cukup lama—sebagai usaha menekan rasa sepi yang mencabik. "...aku merindukanmu, [name]..." ia mengucapkannya pelan—berharap agar suaranya dapat meraih orang itu. Rasanya ia ingin menangis, namun tidak bisa.
Karena, ia sudah terlampau mati rasa untuk mengeluarkan emosi yang terpendam. Seluruh kepahitan dunia yang dihujamkan padanya telah membuatnya menjadi seperti ini.
Dirinya tak pernah menangis saat dihajar habis-habisan oleh ayahnya—bahkan, tak sejumput keputusasaan 'pun berhasil tertorehkan pada perasaannya.
Tapi, kenapa ia malah merasa putus asa karena [full name]—teman masakecil-nya menyuruhnya untuk saling melupakan?
Lagipula, tujuan awalnya ke sini adalah untuk menyelesaikan sebuah misi. Tapi ia malah berakhir mengenang masalalu di bawah pohon tua itu.
Bodoh memang.
Suara pintu yang didobrak membuat—pemuda itu—Sanemi menoleh kearah suara. Dari pintu belakang rumah keluarga [surname] yang sudah agak reot. Rumah itu memang tidak didominasi oleh bahan kayu, tapi tetap saja api dapat melahapnya hingga menyisakan warna kelabu nan usang. Salahkan furnitur rumah yang mayoritasnya terbuat dari kayu.
Dia berdiri di ambang pintu. [Name] berada di sana sambil mengenggam pedang hitamnya. Manik [eyecolor] itu terlihat mencari sesuatu dengan gusar. Lalu terhenti saat melihat Sanemi.
[Name] tersenyum samar—berusaha menahan senyumannya. Sebab sosok yang selalu ia rindukan kini berada di hadapannya.
"..kau..? Sedang apa kau di sini..?" Gadis itu bertanya pada pemuda di hadapannya.
"Ha? Harusnya aku yang bertanya padamu, aku sedang ada misi di sini. Kau sendiri sedang apa?" Sanemi balik bertanya.
"Iblis itu. Dia kabur ke arah sini. Apa kau melihatnya?" Sanemi menggeleng pelan.
"Kau ada misi 'kan..?" Tanya [name] memastikan. Sanemi mengangguk. "Ya, memangnya kenapa?"
Gadis itu menekuk alisnya lalu memasukkan nichirin-nya. "...kenapa kau malah terdiam di sini?"
Sanemi tersenyum tipis. "...aku suka tempat ini..." ia memberi jawaban sederhana.
"...ya, memang menenangkan. Namun, bukankah banyak nyamuk saat malam hari..?"
Pemuda bersurai salju itu menoleh—menatap langsung gadis itu. "Seharusnya kau mengkhawatirkan dirimu sendiri. Dari dulu, kulitmu lebih sensitif akan serangga di banding aku!"
Gadis bersurai [hair color] itu terlihat mengingat-ingat. "...ahahaha. Iya juga. Dulu saat merayakan tahun baru di sini, aku yang paling banyak kena gigitan nyamuk, bukan begitu 'Shinazugawa?"
Mendengar [name] tertawa pada awal kalimatnya memberikan secercah perasaan lega pada Sanemi. "Ya, waktu itu terasa begitu menyenangkan..."
"...kira-kira sudah berapa lama 'ya sejak kita bersenang-senang seperti itu?" Sejujurnya, mendengar kata "kita" membuat Sanemi senang. Bukankah menyenangkan menggunakan kata "kita" untuk menyebut dirimu dengan orang yang istimewa?
Membuatnya kembali teringat pada hal-hal manis di masalalu yang telah sukses menjeratnya. "Kurasa beberapa tahun. Kau dulu agak pendiam, dan sekarang kau sudah lebih terbuka 'ya, [name]?"
"Ya, mungkin. Sudah sepatutnya kita berubah untuk kedepannya, menjadi lebih baik dari sebelumnya. Bukannya malah terjebak di masalalu, iya 'kan?" [Name] tersenyum lebar membuat matanya agak menyipit. Sungguh ekspresi yang terlihat manis bagi Sanemi.
"Ya, memang. Tapi tak ada salahnya mengenang masalalu. Terlebih jika itu memori yang indah..." Sanemi tersenyum simpul pada [name].
"Ah, bicara tentang memori—" Sanemi menggantungkan kalimatnya. Gadis itu menatapnya menunggu lanjutan perkataannya.
"Aku jadi teringat bahwa, dulu kau sangat polos," Sanemi sedikit tertawa geli di akhir perkataannya, sementara [name] menatapnya heran.
"Polos bagaimana?" Keheranan tersirat pada wajah itu.
"Kau dulu berpikir bahwa berciuman bisa menyebabkan kehamilan. Dan kau memintaku bertanggung jawab untuk itu," Sanemi tertawa di akhir kalimatnya.
Wajah [name] memerah. "I-itu—pada saat itu aku tidak tahu. Jadi itu wajar 'kan? L-lagipula saat itu kau menciumku dengan lidah 'bodoh!" Gadis itu mendengus tidak terima. Namun, suaranya semakin mengecil di akhir kalimatnya. Merah semakin pekat mewarnai wajahnya.
"Padahal kau yang mencium pipiku duluan! Saat kucium balik kenapa reaksimu begitu?" Pemuda itu tertawa di akhir kalimatnya.
"Hentikan 'Shinazugawa..! I-itu 'kan kau yang minta..." [Name] cemberut.
"Ya, ya, maaf. Kau sudah lumayan berubah 'ya?"
[Name] menghedikkan bahu-nya pelan. "Mungkin... menurutmu begitu?"
"Ya, kau jadi lebih terbuka. Lalu, kau memanggilku dengan margaku," Sanemi tersenyum dengan tatapan sendu saat otaknya memutar ingatan bahwa dulu [name] memanggilnya dengan nama panggilan khusus: Nemi.
"...ya, kurasa lebih sopan saat memanggil seseorang yang pangkatnya lebih tinggi dengan marga-nya..." jawaban itu membuat Sanemi agak kecewa. Sejujurnya, ia agak merindukan masa-masa di mana gadis itu memanggilnya dengan nama panggilan khusus.
"...ya, terserah... kau tidak marah?" Sanemi bertanya dengan suara pelan. Gadis itu agak terdiam—membuat Sanemi merasakan sedikit penyesalan atas pertanyaan yang ia lontarkan. Ia mungkin saja telah membuat suasana menjadi canggung.
"Mun? Marah soal apa?" [Name] mengernyitkan alisnya. Pemuda bernetra ungu buram itu menghela napasnya pelan untuk melepaskan beban yang memberatkan hatinya. Lalu kembali melontarkan pertanyaan dengan hati-hati.
"...ya, kau 'tahu? Kata-katamu beberapa waktu lalu..."
[Name] sedikit tersentak. "...oh, soal itu. Aku tidak marah, lagipula untuk apa aku marah padamu? Hanya saja—"
"Kenapa..?" Netra ungu buram itu memancarkan dengan jelas kekhawatiran yang merayapi pemuda itu.
"Aku tidak ingin pertemanan kita mengganggu tugas yang ada dan—"-aku tidak ingin menggangu hubunganmu dengan kekasihmu...
Sanemi menatap [name] yang agak tertunduk dengan kekhawatiran lebih mendalam—menunggu kalimat selanjutnya.
"Aku tidak ingin menghambatmu melangkah maju... jadi, kupikir akan lebih bagus jika kita hanya memiliki hubungan sebatas rekan sesama pemburu."
Sanemi tersenyum manis mendengarnya. "Ah, begitu. Kau membuatku cemas."
"...kau tidak marah akan kata-kataku..?"
Sanemi menatap lamat gadis itu sebentar. "Tidak 'kok!" Ia tersenyum simpul lalu melanjutkan, "malah entah kenapa—itu membuatku semakin merindukanmu..." suaranya semakin menghilang di tiap kata.
[Name] benar-benar terkejut kali ini. Sensasi hangat yang agak menggelitik menjalari perasaannya. Merah tipis yang terlihat manis mewarnai wajahnya. "...begitukah..?" Sanemi meresponnya dengan mengangguk singkat.
"..ya, dan itu membuatku ingin memelukmu sepanjang hari..." warna merah delima menjalari wajah Sanemi. Tapi, gadis itu tak dapat melihat warna yang ada. Karena, pemuda itu melingkarkan tangannya pada [name].
Membalutnya dalam pelukan hangat. "...S-Shinazugawa..?" Wajah [name] semakin memerah.
"..kumohon, aku ingin kita seperti ini. Sebentar saja..." gumamnya di samping telinga [name]. Kerinduannya dapat terdengar begitu jelas dari tiap kata-nya. Gadis itu merespon dengan melingkarkan lengannya pada Sanemi.
Pemuda bersurai salju itu tersenyum manis. Ia senang gadis itu membalas rengkuhannya. "Suki..." Sanemi berhasil mengucapkan kata yang selalu tertahan di pangkal tenggorokannya saat ia ingin mengatakannya dulu. Jantungnya berdegup dengan kecepatan tinggi seolah ia barusaja lari marathon.
Ia tak lagi peduli dengan potensi akan penolakan yang akan ia terima. Di dalam benaknya hanya ada satu hal: ia harus menyatakannya selagi masih ada kesempatan. Karena, tak ada yang bisa menebak apa yang akan terjadi di hari esok. Bisa saja saat ia bangun dari tidurnya esok hari, gadis itu sudah tidak ada. Ia akan kembali tenggelam dalam penyesalan.
Manik [eye color] gadis itu melirik sang rembulan sekilas. "...ya, bulannya memang indah, Shinazugawa..."
***
Siap. Ni alur makin gaje slurr :"> padahal gua niatnya bikin mereka adu bacod, eh malah ketulisnya pelukan dan bucin bucinan gini asw :"). But gua harap feelsnya dapet :">. And sorry up nya rada lama, chapter 11nya gua rada stuck euy :"v. And kalo ada typo tolong kasih tau yha :"v biar gua revisi
Btw ini ada reader persona :"v. Moga kalian suka :". Maap kalo kurang cakep atau kawaii :"). Btw sorot matanya dapet ndak sih ekspresi sendu nya? :"> but kalo kalian ngebayangin nya pake OC kalian yha gpp kok :"v
Sengaja BG nya kincir ( ͡° ͜ʖ ͡°). Itu rambutnya di iket model messy bun longgar. Btw, rambut reader kalo di gerai kira" se siku :"v. Sebenernya hairpin nya itu mawar putih, tp kan susah yha ngegambar mawar :") jd itu bunga anggep aja mawar—. And ini ada tradinya :")
Versi filteran
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro