Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. why?

Rembulan memancarkan sinarnya cukup terang kali ini. Ia sedang bertengger manis di puncaknya. Perlahan, tanpa diketahui rembulan sedikit bergeser. Menandakan subuh hari sebentar lagi tiba.

Tomioka Giyuu keluar dari kediaman Ubuyashiki setelah selesai melapor atas misinya. Sebenarnya, ia diperintahan untuk menjalankan misi bersama [name]. Tapi gadis itu berkata "aku akan melapor belakangan. Kamu saja yang duluan".

Giyuu menghela napasnya lembut. Ia masih agak kecewa dengan jarak yang ada antara dirinya dengan gadis itu. Ya, memang mereka berteman. Tapi, yang namanya teman pasti ada batasan tertentu yang tak boleh dilewati—misal, tentang bagaimana kehidupan [name] dulu sebelum bergabung dengan organisasi Kisatsutai.

Gadis itu hampir selalu menolak menceritakan hal-hal yang berkaitan dengan dirinya. Terutama masalalunya. Giyuu penasaran, tapi ia tak mau membuat gadis itu tak nyaman hanya karena ia ingin tahu lebih banyak tentangnya.

Yah, lagipula masih ada hari esok. Masih ada banyak kesempatan baginya untuk membuat hubungan mereka jadi lebih dekat.

***

[Name] berjalan pelan di sekitar kediaman Ubuyashiki. Kepalanya mulai terasa berat dan berdentum-dentum. Mungkin efek kekurangan darah? Entahlah, serangan oni tadi berhasil membuat rusuk kanannya terkoyak. Sebenarnya, ia bisa saja melapor perihal misi esok hari. Toh, pemimpin klan Ubuyashiki itu pasti mengerti.

Gadis itu memijat pangkal hidungnya pelan. Sorot matanya yang terlihat kusut menangkap sebuah figur. Rambut putih, tubuh maskulin, banyak bekas luka. Ah, itu Sanemi. Sosok yang paling dihindarinya ada di sana.

[Name] mendecakkan lidahnya sebal. "... sial... harus putar balik..."

Gadis pucat bersurai [hair color] itu benar-benar mengambil jalan memutar. Tak peduli seberapa berat langkahnya, ia hanya tak ingin bertemu Sanemi. Tidak dalam keadaan begini.

Manik violet buram Sanemi menangkap sekelebatan warna [fav color]. Matanya sedikit melebar saat melihat kearah sumber warna. Itu [full name], seragamnya memiliki shade [fav color] gelap. Orang yang paling ia tunggu seumur hidupnya.

Kebetulan mereka bertemu di sini. Mungkin ini memang jalan takdir mempertemukan mereka. Sudah lama ia ingin mengobrol dengannya. Yah, sekedar topik ringan seperti, "apa yang akan kamu makan untuk sarapan?" Atau sekedar menyapa dengan "bagaimana kabarmu? Lama tak jumpa!".

Jadi, dengan senyum yang tak dapat ia tahan, ia berseru "hoi, [name]!!!"

Gadis itu terhenyak sekilas. Agak terkejut sebab nada tinggi dari si surai salju. Jantungnya seperti berhenti sesaat lalu kembali berdegup dengan tempo cepat karena mendengar nada tinggi yang selalu ia rindukan. Ia mengatur napasnya. "... tenangkan dirimu, [name]... abaikan saja dia, pura-puralah tak dengar..." gumam [name] pelan.

Gadis itu mempercepat langkahnya. Tak peduli akan kepalanya yang semakin berat dan pengelihatannya yang kian berganti dari berputar menjadi semakin buram dan menggelap.

Sanemi membuka mulutnya sebab terkejut. Sapaannya tak digubris sama-sekali. Bahkan, gadis itu malah berjalan dengan tempo lebih cepat. "Oi, [name]-cha eh?!"

Tubuh gadis itu ambruk ke bebatuan taman. Darah menetes dari lukanya. "Hoi kau kenapa?!" Sanemi berseru sembari berlari menghampiri gadis itu.

"Sial, ini buruk!!!"

***

Baru limabelas menit Kanae terlelap, ia sudah terbangun dari istirahatnya selepas menjalankan misi karena gedoran keras di pintu Butterfly Estate-nya. "Siapa yang datang malam-malam begini?" Batinnya.

"Tolong rawat dia! Lukanya cukup parah, kumohon... sembuhkan dia, Kanae!" Gadis bermanik fuschia itu bisa melihat dengan jelas ekspresi kekhawatiran dari Sanemi.

Nada bicaranya juga menunjukkan hal demikian. Sesuatu yang hampir tak pernah terjadi— sejauh ingatan Kanae. Pandangannya beralih pada orang yang ada di gendongan bridal style Sanemi.

[Full name].

"Tadi aku sudah menyuruhnya ke ruang perawatan langsung, aku juga sudah bilang biar aku dan Shinobu-sama yang merawatnya besok. Tapi pria ini keras kepala!!" Gadis serba biru, Aoi Kanzaki menggerutu.

"Maaf istirahat anda jadi terganggu, Kanae-sama!" Kanzaki membungkukkan badannya.

Kanae tersenyum lembut menahan gemuruh di hati. "Tak apa-apa. Lagipula dia memang membutuhkan perawatan segera. Ayo, Shinazugawa-kun kita bawa dia ke ruang perawatan."

***

Kanae menyuruh laki-laki itu menunggu di luar ruang perawatan sementara ia dan Aoi serta Shinobu merawat luka gadis itu.

Selama proses perawatan, Sanemi tampak gusar. Perasaan takut menyesakkan dadanya. Bagaimana jika ia kehilangan [name] lagi? Memikirkannya saja sudah membuatnya sesak dan ingin mati.

Sesekali ia menggerutu sambil menarik surai putihnya sebagai bentuk hukuman terhadap diri sendiri. "Kenapa bukan aku saja yang menjalankan misi dengannya?!"

"Argh! Si wajah datar itu tidak becus jadi pilar!! Melindungi seorang rekan saja tidak bisa!!"

Kanae yang melihatnya hanya bisa tersenyum kecut. Ingin rasanya ia mengambil gunting perak yang ada di atas nakas di sampingnya lalu menusuk-nusukkannya pada gadis yang sedang tak sadar itu.

Atau mungkin, meracuninya agar ia mati perlahan dan menderita juga boleh 'kok. Yang penting gadis itu enyah dari hidupnya juga hidup Sanemi.

Tapi, ia tak bisa melakukan itu sekarang. Bukan hanya image-nya di hadapan sang pujaan hati yang akan hancur, namun image-nya di hadapan semua orang juga akan musnah.

***

Cahaya matahari menembus melalui jendela. Menyorot wajah berbekas luka Sanemi membuatnya terbangun dari tidurnya. Ia merenggangkan otot lehernya yang kaku akibat semalaman menginap di ruang kesehatan demi menemani gadis-nya.

Kanae sudah menawarinya untuk menginap di kamar kosong, atau setidaknya sebuah futon untuk di ruang kesehatan jika ia mau satu ruangan dengan [name]. Tapi Sanemi menolak dengan alasan, dia takkan tahu [name] sudah sadar jika terlalu pulas tertidur.

Kanae hanya pasrah akan keputusan Sanemi pada waktu itu.

Lima menit berlalu, dan [name] belum juga sadar. Yah, setidaknya ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Sanemi. Ia bisa menatap lamat-lamat wajah yang selalu ia rindukan.

Kulit pucat mulus dengan rona alami, mata yang terpejam dengan ekspresi damai, juga bibir mungil merah muda yang terlihat seolah sedang cemberut membuatnya semakin gemas ingin melumatnya dengan ganas—atau sekedar kecupan singkat di bibir.

Jadi, ia melakukannya. Ia mendaratkan sebuah kecupan singkat di dahi. Sebentar saja. Ya, hanya sebentar. Lagipula, soal ciuman di bibir—mereka sudah pernah melakukannya dulu. Jadi, itu tidak begitu diperlukan untuk saat ini.

***

Akhirnya saat yang dinantikan pun tiba. [Name] tersadar dari "tidur panjang"-nya. Ia menerjap-nerjapkan matanya sekilas untuk membiasakan pengelihatannya dengan intensitas cahaya.

Tangannya meraba rusuknya. Sudah tertutup sempurna seperti yang ia duga, hanya saja keberadaan perban di sana agak mengganggunya. "Mereka tak perlu lakukan itu 'kan..?"

Perlahan, ia bangkit dari posisi berbaringnya. Belum sampai lima menit ia duduk, seseorang menerjang—memeluknya dengan erat hingga ia kembali terbaring.

"Dasar bodoh! Kau membuatku khawatir tau!"

***

Kanae mengigit bibir bawahnya melihat pemandangan di hadapannya. Perasaan cemburu, sedih dan kecewa meremat hatinya kuat-kuat. Tapi, ia juga sadar akan fakta bahwa ia bukan siapa-siapa dari Shinazugawa Sanemi.

"Nee-san..?" Kanae menoleh pada adiknya. "Tampaknya do'a-mu dulu terkabul 'ya, Shinobu..."

Shinobu menoleh pada apa yang dilihat kakaknya lalu menundukkan kepalanya dalam-dalam. "Soal itu... aku minta maaf..."

"Tak apa."

***

Detik yang berlalu terasa melambat. Waktu seakan berhenti. Rasanya seakan mereka berada di ruang hampa tanpa siapapun, tetapi saling memiliki satu-sama lainnya.

Sanemi mengeratkan pelukannya sementara yang dipeluk hanya diam tanpa respon. "Kau membuatku khawatir bodoh!! Ish kau ini!! Selalu begini!!"

"...maaf..?"

"Tak apa, mulai sekarang kau hanya boleh menjalankan misi denganku, abaikan saja si muka datar itu, oke?"

Respon [name] selanjutnya membuat Sanemi seakan terjatuh dari tebing dan menghantam batu-batu cadas. "...kau siapa..?"

Sanemi tersentak. "Ini... ini aku, Sanemi 'dasar bodoh! Apa yang kaubicarakan?!"

"Kau pilar angin 'ya?"

"Ya, dan juga teman masa kecilmu. Aku merindukanmu..." Sanemi berbisik pelan di telinga [name]. Tapi, lagi-lagi respon gadis itu menyakitinya.

"... oh, aku mengingatmu. Mulai sekarang... lupakan saja aku 'ya... anggap saja aku tak pernah ada dalam hidupmu... aku juga akan lakukan hal yang sama 'kok..! Jadi, tenang saja..."

***

Asiyap makin disakitin si Nemi aowkwokw :"v sekali kali husbu gitu yang disakitin, jgn reader mulu :"). Tenang, reader begini ada alasannya koq— karena takkan ada asap tanpa api aokwwowk

Btw maap lama up :"> gua ngestuck njir. And mungkin chapter selanjutnya bakal rada lama up nya karena gua ngerencanain buat bikin something :"v itupun kalo jadi. Dan dichapter selanjutnya bakal ada alasan kenapa reader ngomong begitu :">

Sanemi: tapi kan gaada yang nungguin fic ini ('<')

Astagaa :") kalo ngomong jan terus terang dong :"). But gua ngebikin ini buat have fun aja sih :"v

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro