Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. Meet Again

"Terimakasih telah datang." Suara laki-laki yang lembut terdengar menenangkan di telinga.

"Pada pertemuan di siang hari ini ada tamu istimewa." Laki-laki berambut hitam sebahu itu—Ubuyashiki Kagaya —kembali berbicara.

Orang-orang di hadapannya yang duduk mendengarkan memasang berbagai macam ekspresi.

Pilar air, Tomioka Giyuu—si pria dengan manik biru gelapnya yang indah—tampak termenung di tempatnya. Seumur hidupnya menjadi seorang Pilar, Oyakata-sama—pria yang berbicara tadi—tidak pernah membawa tamu apapun dalam rapat.

Pria bersurai putih dengan riasan dan berbagai aksesoris, Uzui Tenggen Si Pilar Suara terlihat sedang berpikir. "Yah, kuharap dia adalah seseorang yang flamboyan!!!" Serunya sambil menunjukan cengiran kuda.

Pilar batu, Himejima Gyomei tampak sibuk dengan rosario-nya yang ia genggam dengan kedua tangannya yang bersedekap di depan dada. Seperti biasa, dia selalu berdoa.

Pilar bunga, Kochou Kanae tampak memasang ekspresi berpikir. Lalu ekspresinya berubah antusias untuk sesaat. "Ara~ menurutmu siapa tamu istimewanya, Shinazugawa-kun?" Ia menoleh pada pilar angin.

Pilar angin, Shinazugawa Sanemi melirik sekilas pada Kanae. Lalu mengangkat bahunya sekilas—bersikap acuh. "... huh..? Mana aku tahu!"

Seorang gadis bersurai merah jambu dengan gradasi hijau, Kanroji Mitsuri Si Pilar Cinta tampak antusias sekaligus penasaran. "Ne, ne Iguro-san! Menurutmu, akan seperti apa tamu itu?" Tanya nya pada pria bermanik heterochromia iridium[1] di sebelahnya.

Seorang pria dengan ular putih yang melilit lehernya, Iguro Obanai Si Pilar Ular menoleh pada gadis di sebelahnya. Rona merah tipis tergambar di wajahnya. Untungnya separuh wajahnya ditutupi perban. "Hmm, entahlah. Kuharap dia bukanlah pecundang."

Rengoku Kyojuro Sang Pilar Api menunjukkan senyumannya yang menyilaukan. Sorot matanya menunjukkan semangat seperti biasanya. "Semoga dia orang hebat," komentarnya.

Suara dua orang anak yang monoton mengintrupsi mereka. Mereka adalah anak-anak dari Oyakata-sama atau bisa juga disebut sebagai klan Ubuyashiki. Sang tamu telah tiba.

Seluruh pasang mata para pilar mengamati asal suara. Perlahan namun pasti, langkah kaki terdengar mendekat. Hingga akhirnya seorang gadis dengan perban di kepala bagian kanannya—yang menjadi tamu— berhenti di samping pemimpin klan Ubuyashiki.

Para pilar terpaku menatapnya. Bahkan, Mitsuri sampai membulatkan matanya tidak percaya serta menutup mulutnya yang menganga karena takjub.

Giyuu mematung menatapnya beberapa saat. Lalu terbatuk-batuk karena ia lupa caranya bernapas. Rona merah tipis muncul di kedua pipinya.

Dia manis...

Kyojuro terdiam mematung menatapnya. Dia benar-benar kehabisan kata-kata. Di hadapannya adalah sebuah maha karya yang tersuguh dengan elok ciptaan orangtua, sang malaikat.

Iguro menatap kearah tamu itu yang merupakan seorang gadis muda. Dirinya memincingkan matanya sambil berkata dalam hati: cantik sih... tapi tidak secantik Kanroji-san...

"Wow! Dia kelihatan manis!" Uzui Tengen berkata sambil tersenyum lebar dan mengangkat ibujari nya.

"Wah! Dia cantik..!" Kanae berseru pelan. Membuat Sanemi menoleh dengan malas ke arah si tamu. Pria berambut putih dengan perawakan barbar itu terpaku sejenak lalu lisannya menyebut satu nama.

"[Full.. name]..?"

"Eh? Kau mengenalnya, Shinazugawa-kun?"

"..."

Sanemi tidak menjawab. Ia masih terfokus pada orang itu. Semuanya masih terlihat sama. Tidak ada yang berubah sedikitpun dari orang itu. Apa mungkin itu benar-benar dia? Bukankah dia mati saat rumahnya terbakar?

Ah, memikirkannya membuat Sanemi dirundung peraaaan bersalah. Kalau saja dia tidak terlambat datang waktu itu...

Kebakaran yang terjadi di rumah [surname] disebabkan oleh iblis dengan teknik darah berbasis api. Saat itu Sanemi masih berteman dengan Masachika—dan sempat mengenalkannya pada [name].

Tapi saat mereka tiba, api sudah dipadamkan. Juga, mayat tergeletak di mana-mana. Kecuali satu, mayat [full name].

Itu artinya, [name] selamat pada insiden itu. Ah, Sanemi rasanya sulit untuk membendung rasa senang yang meluap di hatinya. Rasanya ingin sekali ia berlari menghambur dan memeluk [name] dengan erat. Tapi, ia harus menahannya karena ini masih dalam rapat pilar.

"[Name] akan menjadi kandidat pilar selanjutnya bersama Muichiro dan Shinobu." Kagaya membuka lisannya membuat para pilar kembali menoleh--kali ini dengan tatapan tidak percaya.

"Bukankah dia baru duabulan naik pangkat menjadi kinoe?" Iguro bertanya menyebabkan bertambahnya keraguan para pilar.

Kini, para pilar menunjukkan tatapan meremehkan juga komentar berhawa serupa. Gadis itu—[name]— mengernyitkan alisnya melemparkan tatapan tidak suka. Ia benci di remehkan.

Tapi, ia terlalu malas untuk membalas. Sampai Kagaya kembali berkata: "dia dari klan [surname]". Laki-laki dengan rambut sebahu itu melontarkan senyuman menenangkan.

Para pilar sedikit terperangah mendengarnya. Pasalnya, klan [surname] terkenal dalam kalangan pemburu iblis sebagai pemburu yang legendaris. Tapi, mereka memilih berhenti menjadi pemburu iblis dan bekerja sebagai dokter.

"Jika dia benar dari klan [surname], seharusnya ia memiliki tanda di dahi 'kan?" Tanya Tengen.

[Name] menghela napasnya pelan. Tangannya bergerak meraih perban yang melilit kepala kanannya. Membukanya perlahan hingga tak ada lagi perban yang menutupi kepalanya. Ia lalu menyibak sedikit poni kanannya dengan jari telunjuknya.

Sebuah tanda lahir berbentuk kobaran matahari merah gelap kini terlihat.

Ubuyashiki Kiriya—anak laki-laki berambut hitam menatap dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Begitu juga dengan saudarinya yang berambut putih sebahu.

"Apa kau memikirkan apa yang kupikirkan?" Kanata berbisik pada Kiriya.

Kiriya mengangguk pelan. "Un, lukanya tertutup rapat tanpa bekas sedikitpun. Padahal tadi 'kan tengkoraknya pecah sebagian," Kiriya berbisik menanggapi adiknya.

"Iya, aku saja tidak percaya dia masih bisa selamat setelah melawan iblis bulan atas kedua. Dan dengan luka separah itu, mustahil bisa tertutup secepat itu. Apa jangan-jangan dia oni?"

Kiriya menggeleng pelan. "Sepertinya bukan. Aura serta aromanya merupakan aroma manusia—meski sedikit berbeda."

"Atau mungkin... dia itu sesuatu yang lain?" Kanata menekuk alisnya.

"Entahlah."

"Ya, ya, dia memang dari klan [surname], tapi apakah dia se-berbakat leluhurnya?" Kali ini Obanai yang bertanya.

Kagaya menatap lembut kearah [name]. "Wah, benar juga..." ia menggantungkan kalimatnya. [Name] melengkungkan bibirnya dengan ekspresi melankolis.

"Bukankah sebaiknya dibuktikan saja, [name]?" Kagaya kembali berucap.

[Name] melontarkan ekspresi terkejut yang samar. Terlihat sangat manis bagi Sanemi. Gadis bersurai [hair color] itu lalu menghela napasnya malas. "...tapi, itu 'kan melanggar kode etik pemburu iblis..."

"Tidak apa-apa. Untuk yang satu ini kau tidak akan mendapat hukuman," Kagaya mengulas senyum yang menenangkan. Membuat gadis itu lagi-lagi menghela napasnya pasrah. "...baiklah..."

Tangan mulusnya kini sudah berada pada gagang nichirin. Para pilar segera siaga pada nichirin mereka masing-masing.

Pernapasan hujan—bentuk keduabelas, tebasan ekor naga hujan!

Torsonya berputar seolah sekilas sedang terhanyut dalam sebuah tarian yang tenang tapi cukup menonjol. Dalam sekejap, ratusan—atau mungkin ribuan tetes hujan yang tajam bak jarum membentang hendak menebas para pilar. Mereka berusaha sebaik mungkin menangkis serangan itu.

Tapi, beberapa jarum berhasil mengenai para pilar. Mitsuri memekik kesakitan saat kulitnya tergores barang dua atau tiga jarum. Iguro menatap tajam pada [name].

"Serangan macam apa itu tadi?" Kanae membuka lisannya sambil menoleh kearah Sanemi.

"Serangan sejuta kerinduan," jawab Sanemi nyeleneh.

"Eh? Benarkah?" Kanae terkejut akan jawaban Sanemi.

"Ya mana kutahu!! Kenapa kau tidak tanya langsung pada orangnya saja?!"

"Ah, benar juga."

[Name] kembali memasukkan nichirin-nya. "Maaf. Aku tak bermaksud menyerang kalian. Sungguh, aku benci melakukannya. Tapi, aku lebih benci diremehkan... jadi, sekali lagi—maafkan aku," gadis itu membungkuk empatpuluh lima derajat. Kesungguhan yang murni terpampang dari raut wajah serta tekukan alis yang dalam itu.

Sanemi tersenyum samar mendengarnya. Suara lembut yang selalu menjadi kerinduan-nya terdengar. Masih sama seperti dulu. Mendengarnya sungguh memancing euforia tersendiri.

"Luar biasa!! Jurusnya keren!!" Pekik Mitsuri sambil mengeluarkan ekspresi seperti emot -->(>_<). Sementara Obanai mendengus sebal. Cemburu karena Mitsuri-nya memuji orang lain.

"Tidak apa-apa. Itu artinya kau memang berbakat!" Kyojuro mengangkat ibujarinya.

"Wah! Hebat juga! Jurusnya meriah sekali!" Tengen berseru lantang.

Giyuu menatap gadis di hadapannya dengan senyum simpul. Di dalam hatinya ia menyimpulkan satu hal: dia manis dan kelihatannya orang baik... mungkin dia bisa kuajak berteman... atau mungkin lebih?

Sanemi masih terdiam di tempatnya. Manik ungu buramnya menatap lurus pada orang itu. Ia mengulum senyum kecil yang manis.

Tak kusangka kita bisa bertemu kembali, [name]... aku merindukanmu...

***

[1]heterochromia iridium: semacam kelainan pada pigmen pewarna mata yang mengakibatkan warna mata menjadi berbeda.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro