Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

26. Benang Lurus

Makanan berupa kue manis dimasukkan ke dalam mulut, walau netra ungu buram itu terlihat tajam-selalu begitu, tetapi jika dilihat lebih dalam, hal yang sesungguhnya akan bisa dilihat. Nyatanya, pemuda berhelai putih itu sedang melalang buana entah kemana dalam kereta pikirannya.

Tempat ini ramai-secara, festival sedang berlangsung. Sangat kecil kemungkinan bahwa iblis akan menyerang, bahkan sebegitu mendekati titik kemustahilan hingga seorang pilar seperti Shinazugawa Sanemi tidak ragu melonggarkan penjagaannya.

Suapan ketiga akan kembali masuk pada mulut pemuda dengan banyak bekas luka itu jika suara tenang yang membawa dingin mengganggu pada tengkuk tidaklah menginterupsi. "Oh, halo... Selamat malam!"

Wanita itu sulit ditebak, pada umumnya, manusia sendiri begitu abstrak hingga bahkan-mungkin individual itu sendiri tidak akan mampu sepenuhnya memahami diri sendiri. Tetapi, manusia itu unik. Walau sudah tahu tidak akan bisa memahami, mereka terus mencoba mencari secercah akan esensi yang bisa membawanya pada suatu kondisi di bawah naungan definisi kata "tahu-yang mengetahui".

Sepasang samudera dengan cahaya di dasarnya adalah misteri, dan biasanya manusia akan agak takut pada apa yang tidak diketahuinya. Walau akan ada beberapa yang berusaha menyelam-hanya untuk mendapatkan nihil sebagai hasil. Sanemi 'pun demikian, ia tidak bisa menebak apa yang bersembunyi di balik senyum lembut yang terlihat memiliki kebiadaban entah apa-atau entah mengapa ia berpikir begitu. Juga, ia tidak bisa menggenggam tali merah yang bisa ia gunakan untuk menarik kesimpulan akan beberapa pertanyaan berantai yang merupakan buah dari keterkejutan yang naik sebab figur gadis muda berhelai malam sebahu dengan poni berantakan di depannya.

Ia betul-betul tidak tahu mengapa Ryuusei ada di hadapannya, sendirian pula tanpa adik boncelnya yang aneh dan punya mata hijau yang sama-sama membuat tidak nyaman. Keruh dan kosong, seakan-akan berenang di laut mati yang begitu istimewa. Sangat spesial hingga tekanannya tidak akan membuat tenggelam, tapi jika memaksa kedalam, batang tubuh mungkin tidak akan kuat oleh tekanannya.

Jadi, berdasarkan pengumpulan hal seadanya, juga pemikiran paling sederhana yang bisa ia tarik dengan resiko cukup rendah, Sanemi sekedar balas menyapa. "Selamat malam, tidak bersama adikmu?" Sedikit bertanya tak apa 'kan? Asalkan kecurigaan tidak timbul jelas pada permukaan air wajah.

"Sendiri saja? Mana [name]-san? Bulan perak tidak se-langka rembulan gelap, tetapi ini cukup indah, tidakkah kau ingin mengajaknya melihat bulan bersama?" Gadis bermata biru itu malah balik bertanya.

"Aku ingin... Tapi, memangnya dia mau?" Sorotan sinis dari amethyst cadas mungkin adalah ungkap sebal sebab orang aneh itu tidak menjawab pertanyaannya. Tetapi, Ryuusei memanglah absurd, bahkan ia lebih tidak jelas daripada manusia yang sedang meracau sekalipun. Si Mata Biru malah tertawa-entah apa yang lucu.

Lalu segurat senyum tenang itu kembali dan Sanemi belum bisa menterjemahkan apa arti dibalik semua itu. Benang merah tampaknya begitu halus dan samar hingga jangankan untuk meraih dan menariknya, melihatnya saja ia hampir tidak bisa.

"Kalian tidak bertengkar, tidak bermusuhan, tetapi pasti ada kesalahpahaman!" Ia berseru dengan nada seceria airmuka-nya dan entah mengapa pemuda berhelai putih itu tidaklah merasakan kesenangan yang jahat walau ia tetap merasai hal lain dibalik itu semua.

"Apa itu?" Ia tidak punya pilihan lain-hanya dilingkupi ilusi bahwa ia memiliki pilihan, lalu menari dan berputar sesaat dalam ilusi itu kemudian kembali pada titik kesimpulan awal; bertanya. Yah, itu adalah hal paling mendasar yang akan dilakukan manusia saat ia merasa menemui ketidaktahuan yang menggusarkan.

"Oh, ya ampun! Masih belum sadar juga? Biar kuberitahu!" Wajah senang itu tampak mendapat tambahan ekstasi untuk bahan bakar euforia-nya, satu jari telunjuk Ryuusei diangkat.

***

"[Nameeee] tetaplah waspada, bunuh semua yang menghalangi. Lalu jalan ke kanan." Suara itu, bergema dalam kepala Si Gadis entah darimana. Iblis-iblis yang bermunculan membuatnya enggan untuk menyelam dalam benak lebih jauh, lebih lama demi segenggam kesimpulan akan darimana munculnya suara Tsukiyami itu.

Mereka tidaklah berada di tempat yang sama, malah sepertinya terpisah begitu jauhnya. Tetapi, akan jadi kebohongan jika [name] berkata bahwa suara itu jauh. Tidak, suara itu malah seakan ada di samping telinganya. Begitu dekat tanpa wujud fisik yang termanifestasikan dan kini ia mencari. Layaknya manusia pada umumnya yang selalu mencari sesuatu entah apa dalam hidupnya.

Menari-nari dengan pedangnya dan setiap jurus pernafasan hujan miliknya dan mengikuti perintah bagai boneka mati, dengan tatap yang sama mati nya. Ia melompat, menebas, dan menunduk juga, dengan gerak luwes tetapi tidak ada tanda yang hidup. Seakan sesuatu seperti hal asing-yang membuat ia dikenal sebagai manusia sudah memudar perlahan. Jiwanya tercelup dalam putih lalu warnanya luntur begitu saja.

Tapi, siapa yang peduli? Ah tidak, bahkan [full name] sendiri 'pun tidaklah memiliki kepedulian pada hal semacam itu walau segenggam 'pun jua. Toh, memangnya buat apa mempedulikan hal yang tampak begitu rapuh nan temporal namun juga jauh, tidak bisa tergapai seperti "untuk apa aku hidup?" Atau "apakah yang membuat manusia menjadi seseorang?" Kalau-kalau jawabannya sudah ada di depan matanya saat ini?

-ya, gadis bermarga [surname] hanya perlu peduli tentang satu hal, yang menjadi tujuan hidupnya saat ini. Pembalasan, bukankah begitu?

Lalu, untuk itu, ia haruslah tetap hidup. Maka darinya, di tengah-tengah hiruk-pikuk nan belangsak suara gema pedang, jurus, dan pertempurannya dengan para iblis yang seakan tiada habisnya, ia kembali menajamkan indera dan pikirannya agar perintah selanjutnya bisa ia tangkap.

"Dalam hitungan ke tiga, melompatlah!" Dan [name] melakukannya. Seluruh ruang antah berantah itu menjadi lebih parah keadaannya, semakin kehilangan bentuk asalnya, memudar begitu saja, menunjukkan latar tempat berupa dunia normal dibentangi langit malam sebagai atap, dan danau sebagai lantai.

"[Name], sekarang!" Perintah entah ke berapa itu-dari Tsukiyami, kembali dijalankan dengan seonggok rasa pasti begitu kedua pasang netra [eye color] dan hijau masam itu bertemu. Dua iris hijau keruh memberi aba-aba yang langsung dijalankan.

[Name] menebaskan pedang nichirin-nya dengan jurus ke terakhir yang tepat mengenai iblis ber-mata merah hingga merobek pakaian serta sedikit membran kulit kekurangan pigmen warna manusiawi itu. Dalam sekejap, Si Mata Merah tercebur dalam danau dengan luka-nya.

Mata yang memang sudah merah menyala itu memanglah terlihat mencolok dalam gelap malam, akan tetapi tetap saja, apa yang ada di dasarnya itu jauh lebih mencolok, seharusnya dapat menusuk inti rasa takut pada manusia dan memecahkannya-menghamburkan semua isinya. Jika saja memang ditujukan pada manusia.

".. bagaimana .. bisa?" Pertanyaannya dijawab oleh Si Mata Hijau dengan senyum culas penuh rasa menang khas anak-anak yang justru semakin terkesan meledek, cenderung mencabik harga diri bagi Si Penanya.

"Kau tahu? Aku menciptakan ruang antah berantah serupa dengan intensitas energi seimbang-lalu aku menambahkannya sedikit, agar lebih dominan. Ehehe .." cara culasnya berbicara, mata hijaunya menyipit, dan posisinya yang sedari tadi ada di atas batu besar pinggir danau, tentulah benar-benar menjelaskan keadaan keduanya.

Sangat menjelaskan dengan tegas, hingga bahkan kata-kata yang keluar dari lisan Tsukiyami hanyalah sebatas ceri di atas kue, pelengkap.

"Berarti .." baru hendak menarik satu kesimpulan paling rasional, Tsukiyami itu dengan kurang ajar memotong perkataan Si Mata Merah yang bertitel "Raja Iblis".

"Ya, ruang antah berantah tadi sebenarnya buatanku, dan aku menipumu-sederhananya menjebakmu dengan mencampurkan kedua ruang milik kita. Agar kamu bisa mengambil dokumen yang kuinginkan, dan agar aku tetap memiliki kendali lebih banyak soal ruangnya."

Rahang Si Pria mengeras, suara nya agak dalam sebab ia menekan apa yang membuncah dan hendak meledak jauh di dalam sana-amarahnya. "Lalu, adakah kamu menipu soal hal lain, Tsukiyami ..?"

Dengan kepolosan jernih yang lagi-lagi khas anak-anak seakan jiwa anak bocah lah yang terjebak di dalam tubuh remaja itu, yang tentunya menjadi pemantik tambahan untuk emosi yang sudah menggolak, Tsukiyami menjawab. "Bunga itu, bunga palsu 'loh! Ahahahaha," tawa di akhir hanya memperparah keadaan. Juga, angin yang berhembus menerbangkan helaian hitam keduanya, seakan mengejek dengan suhu dingin, mengingatkan kalau-kalau Muzan masihlah di dalam danau.

Belum sempat melontarkan gerak perlawanan pada Si Gadis Mata Hijau, arus danau tiba-tiba bergejolak dengan kurang ajar, menyeret Si Pria cukup jauh, membuat gadis itu lagi-lagi tergelak kali ini dengan agak kencang.

"Nah, ayo sekarang kita pulang, [Name]-chan!" Ajakan itu diiyakan sebab lawan bicaranya kini juga cuma memikirkan satu hal; futon empuk nan hangat, satu-satunya dan yang paling nyaman, di rumah.

***

"[Name], ada yang ingin kubicarakan denganmu."

Hening itu melingkupi, menyambangi sebab ucapan pemuda berhelai putih beberapa detik yang lalu, ke dua pasang netra yang sama gelapnya itu saling memandang, seakan menjelajahi, mencari tahu satu sama lain ada hal apakah di baliknya. Dan pencarian itu membuat Sang Waktu terhenti begitu saja sebab, mengapa Sanemi akan menelusur begitu jauh ke masa lalu ataupun masa depan yang hanya sebatas bentangan kosong sebab tenunan benang takdir yang dipenuhi ketidakpastian.

Karena, biar bagaimanapun juga, manusia membenci apa itu ketidakpastian, bukankah begitu? Sesuatu yang ambigu-tidak jelas seperti masa depan, ataupun takdir sendiri, terkadang dapat memuakkan sebab rasa sakit yang selalu saja menyerta. Sesuatu yang tidak bisa diprediksi, dalam banyak kesempatan, selalu membawa rasa sakit, mungkin itu sebabnya manusia menghindari ambiguitas dalam apapun. Dan selalu berusaha mengais-ngais apa yang namanya 'pasti' agar bisa digenggam setidaknya untuk sesaat-sesaat saja, bukan dalam keabadian.

"Apa?" Lembut dari lisan Si Gadis membelah hening. Napasnya ditarik seakan Sanemi butuh sedikit lebih banyak udara dingin malam mengisi paru-paru agar ia bisa berdiri dengan lebih kokoh dan bukannya mencicit dalam menyampaikan apa yang ingin dia katakan berikutnya. Dua bahu kokoh Si Gadis di hadapannya dipegang seakan memang sejak awal Sanemi membutuhkan apa yang namanya tumpuan agar dia bisa berdiri menapak busung dengan kedua kakinya.

".. aku .." jantungnya berdegup tidak karuan, seakan upaya menenangkan diri dengan menarik lebih banyak oksigen tadi hanyalah sia-sia belaka. Mengambil satu napas lagi, Si Rambut Putih mengulangi perkataannya. "Aku dan Kocho tidak memiliki hubungan apapun .."

Walau kalimat itu terlontar dengan satu tarikan napas, Sanemi memastikan agar apa yang ia sampaikan dalam lisannya tak lain dan tak bukan ialah kejelasan. Dan itu terbukti dari ekspresi tercengang samar dalam permukaan air muka Si Gadis yang masih setia berdiri kokoh di hadapannya.

Napasnya ditarik lagi, ia kembali menyampaikan hal lain dengan kejelasan yang setara-atau mungkin lebih, yang melonjakkan satu bongkah terkejut dalam dasar hati [full name] hingga sesuatu dalam dirinya terhentak.

"Sejak tahun-tahun yang telah berlalu, aku masihlah menyukaimu .." pemuda bermarga Shinazugawa itu benar-benar mengharap bahwa lisan dari dirinya yang terdalam benar-benar sampai pada lawan bicaranya. Sebab ia tidak ingin ada lagi sesal dan cemas. Karena, fatamorgana masa lalu sekilas membayangi benak. Akan bagaimana ia tidak sempat menyampaikan perasaannya, gadis itu sudah 'mati'.

Seakan takdir akan kembali mengutuk jiwanya jika ia menyia-nyiakan kesempatan ke dua yang diberikan oleh kehidupan itu sendiri, bukankah begitu?

Namun, sepertinya Shinazugawa Sanemi kembali mengalami apa itu keterlambatan. Terlihat jelas dengan bagaimana si gadis yang diam saja tenggelam dalam lautan benak, terperosok jauh dalam pusaran pikiran itu sendiri sebelum ia mengeluarkan dirinya dengan mengucapkan sesuatu yang terasa begitu beku. Ibarat [name] baru saja benar-benar mengarungi dalamnya samudera gelap dan dingin sungguhan hingga ia bisa membubuhkan rasa dingin sekeras itu pada lubuk hati Si Pria.

"Kurasa, aku tidak tau mau menjawab apa sekarang ini .. jika kamu mau menunggu jawabanku, terserah saja .. aku akan menjawabnya kalau aku siap nanti." Ah, bahkan sorak sorai Si Kembar yang tadinya mewarnai, menjadi gema suara latar belakang yang meramaikan keadaan, kini ikut menjadi hening.

Akan tetapi, senyum yang terulas di wajah Si Pemuda itu tidaklah kehilangan hangatnya, lisan itu tidaklah kehilangan lembutnya dalam setiap tangga nada yang dipilih dalam penyampaian.

"Kalau begitu, aku akan menunggumu, [name] .." sebab manusia terbiasa untuk menolak ketidakpastian, maka dari itu, penantian Sanemi dalam samudera ketidakpastian dari seorang [full name] amatlah istimewa 'eh? Berapapun waktu yang diperlukan olehnya, Sanemi akan tetap ada di sini, menunggunya memberikan sebuah pasti. Karena ..

[Name] 'lah satu-satunya yang terasa bagai rumah pulang bagi pemuda berhelai putih itu ..

Sebab [name] 'lah satu-satunya hal yang tersisa dari secercah kehangatan dunia yang melindungi hatinya dari rasa dingin dan sakit dalam bentangan jalan masa depan.

Eksistensi [name] itu sendiri 'lah yang selalu menjadi pemantik-menjadi awal mula itu sendiri-akan mengapa ia bergabung dengan kisatsutai. Jauh di dalam, hanya ia yang tau itu, ia ingin membalaskan seluruh rasa sakit dan dendamnya pada para iblis yang telah merenggut bahagia-nya. Di mulai dari ibu, lalu tadinya, ia pikir [name], dan satu teman lamanya yang masihlah ia kenang.

Namun kini, [name] sudah kembali, di sini, di hadapannya, sama-sama menjadi kisatsutai seperti dirinya. Tentu saja dia tidak akan kehilangannya. Tidak, dia tidak akan membiarkan itu terjadi. Tidak lagi. Hidup ini sudah mengambil terlalu banyak darinya, maka, ia ingin egois satu kali saja. Jika boleh-satu kali saja .. tolong jangan merampas [full name] dari Sanemi.

***

To be continued ..

Ini masih lanjut, masih 6 chapter lagi btw. Belom end

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro