19. Sinking Little Hope
(nah ini baru arc major. Disini awal development reader-chan ahaha-)
Putri malam naik pada lembar hitam langit. Di temani taburan bintang-bintang yang mencegahnya dari sepi yang mungkin mencabiknya.
Ini adalah waktu yang tepat bagi oni pemakan manusia untuk keluar dari persembunyiannya untuk menyambut sajian pengisi perut alias manusia.
Kelopak mata itu membuka, memperlihatkan sepasang bongkah amethyst. Menoleh ke sampingnya, ia mendapati gadis itu masih tenggelam dalam tidurnya. Urung sempat menyapa perasaannya saat hendak membangunkan sebab melihat wajah damai yang manis bak dewi.
Ia tak ingin ekspresi itu memudar dari [name]. Tapi, demi menyelamatkan nyawa manusia lain yang mungkin saja terancam malam ini, maka—ia menggoyangkan pelan bahu kecil [name].
Si Gadis masih setengah sadar, terbukti dari geraman pelan yang ia berikan. Kelopak pucat nya belum membuka—menunjukkan sepasang bongkah [eyecolor] yang menjadi kesukaan Sanemi.
Si Helai Salju kembali berusaha perlahan, dengan sabar ia menggoyangkan bahu kecil gadisnya lagi. Kali ini, sepasang mata indah yang selalu menjadi kesukaannya itu terbuka—dan ia menyambutnya dengan senyum tipis.
"Umm... Pukul berapa... Ini?" Pertanyaan dengan nada yang menunjukkan secara jelas kantuknya itu dijawab dengan nada santai.
"Mungkin sekitar pukul enam atau tujuh? Entahlah... Rembulan sudah naik sejak tadi," Manik [eyecolor] itu seketika terbuka lebar karena terkejut. "Apa?! Kenapa kau tidak membangunkan ku?!"
"Sudah 'kok! Aku sedaritadi mengguncangkan bahu-mu. Tapi, kau terlalu pulas tertidur. Wajahmu manis saat tidur," pujian jujur itu disertai semu tipis pada Si Pelontar.
Berusaha mengabaikan kalimat terakhir yang memancing desir di dada, [name] menyiapkan dirinya. Ini akan jadi malam yang panjang.
"Ayo siap-siap, Shinazugawa," nada itu mulai terdengar normal, tanpa noda ke acuhan ataupun segumpal dingin di dalamnya. Tampaknya, ia tidak mendengar atau mengingat kejadian tadi. Sebuah paragraf pengakuan itu tidak dihiraukan. Atau malah mungkin dianggap angin lalu? Jika iya, maka biarlah begitu. Sebab, pernyataan tadi sungguh tidak ideal.
***
Pemuda bersurai senada dengan warna awan dengan banyak bekas luka itu menghampiri Si Gadis Sendu. [Name] memilih patroli dari atap rumah paling tinggi di desa itu. Lisannya bersuara saat kedua manik sendu menangkap kehadiran partner sementaranya. "Sudah ketemu?"
Angguk singkat diberikan sebagai balasan tercepat. "Di arah sudut barat daya dekat dinding, sedang makan kepala perempuan tanpa suara. Tubuhnya tidak ada, mungkin sudah habis."
"Ah, sepertinya dia licik..." Satu dugaan dari benaknya diutarakan. "Kita butuh rencana— atau mungkin, dua rencana," usulan itu kembali mendapat setuju dari Sanemi.
"Apa rencananya?" Sanemi mendekatkan diri— terutama kepalanya ke arah [name]. Bukannya dia mencari kesempatan, dia hanya ingin mendengarkan rencana yang disampaikan dengan berbisik itu secara jelas tanpa ada kesalahan sedikitpun. Yah, meski dia jadi memiliki alasan untuk berdekatan secara fisik dengan [name] 'sih... Hitung-hitung menyelam minum air, pikirnya.
Keduanya saling menoleh dan menatap dalam bisu, sebelum akhirnya sama-sama mengangguk tanda sepakat.
***
Peluru ditembakkan— melesat secepat angin ke samping helaian hitam pendek bergradasi hijau. Wajah pucat seperti keramik ubin menoleh dengan kekesalan mengepul. "...dasar pengganggu!" Sejujurnya, gadis itu sangag jarang menggunakan pistolnya. Merepotkan, katanya. Namun, kali ini ia membutuhkan hal yang menjadi pengalihan.
Wajah [name] tampak datar, begitu rapat bagai buku yang tak ingin dibaca oleh siapapun. Tanpa ada desiran emosi yang muncul menodai. "Kau yang mengganggu..."
Patung anak-anak dari porselen tercipta di samping gadis oni dengan kimono jingga senada musim gugur. Itu adalah teknik darah iblisnya. "Kalian sudah tahu apa tugas kalian."
Jurus darah iblis— darah kedua, guci perangkap!
Si Gadis melompat, menghindari guci yang menganga dengan air di dalamnya. Bersiap dengan nichirin-nya yang diangkat tinggi seakan menantang Sang Langit.
Pernapasan hujan— bentuk ke sebelas: hujan dihari Senin pembuat malas!!
Tetesan air hujan dengan bentuk arum-jarum tipis melesat ke arah oni perempuan itu. Si Oni menyeringai tipis— tak kalah tajam dengan jarum-jarum itu begitu melihat jumlah jarum yang sangat minim.
"Hah... Hanya itu saja? Tadinya dari hawa keberadaanmu, kupikir kau seorang pilar. Ternyata sama saja, kau lemah..!" Seringai culasnya berubah menjadi panik tersirat.
Bagai patung es yang anggun, tubuhnya membeku— bahkan, hingga ke helaian rambutnya tidak bisa bergerak. Patung-patung porselen itu bergerak mengeluarkan jerat.
"Kau apakan tuan kami?!" Salah satu patung itu bertanya dengan sebal yang berpendar. "Kau pasti memberi racun pada jurusmu— atau mungkin sihir?!" Patung satunya memberi pertanyaan yang terdengar seperti pernyataan dari asumsi mentah.
Jeratan itu dibalas dengan tangkisan dan tebasan bertubi, membuat kedua patung semakin kesal. Serangan lain hendak diberi, namun pekik dari Si Tuan memancing ketertarikan lebih banyak dari kotak 'perasaan' kedua patung porselen.
Decih sebal terlolos dari lisan Sanemi. "Ck... Sialan, meleset!!!"
Kelalaian dari kedua porselen membuat Si Gadis melihat celah. Serangan diberi pada kedua porselen sekaligus.
Pernapasan hujan— bentuk ke limabelas: hujan sendu pembawa ilusi kenangan!
Seakan terkejut pada serangan yang tiba-tiba, kedua porselen refleks mengeluarkan perisai. Wajah mereka tampak rumit— berkerut seakan takut akan tertembusnya dinding perisai mereka.
—tunggu dulu. Tidak terjadi apa-apa. Itu artinya...
Kedua porselen menoleh kebelakang. Pekik Sang Tuan berhasil menambah terkejut dalam dasar emosi mereka. Selain Si Gadis yang melontarkan serangan hujan api, Tuan mereka juga tersudutkan— terhempas ke dinding.
Retak rambut di dinding tercipta. Perlahan semakin melebar. Seteguk darah hitam keluar dari oni itu. "Kau..." Amethyst Sanemi berkilat dengan marah di dasarnya.
Nada bicaranya terdengar rendah, namun berat— seakan dapat meretakkan tanah yang dilangkahi nya. "...jangan sentuh [name]-ku..!"
Tawa skeptis di keluarkan. "Oh, apakah ini yang disebut kekuatan cinta? Manisnya... Aku jadi iri." Senyum itu begitu merendahkan. Tiap detik yang berlalu seakan mensugesti Sanemi untuk segera menebasnya.
Rintih pelan dari lisan [name] sedikit memancing perhatian pemuda itu. "Kau tidak apa— ugh!" Tendangan dilayangkan pada perut pilar angin dari oni itu.
"Tidak apa. Hanya goresan kecil." Gadis itu benar-benar serius, Sanemi tahu itu. Ia begitu cantik saat serius, dan Sanemi juga tahu akan hal itu. Surai [haircolor]nya tampak berkilau menawan diterpa sinar rembulan, berayun dengan dinamis.
Dengan sorot manik yang tenang seperti boleran[1] di lautan nan luas, terlihat tenang dan membawa teduh namun menyimpan sejuta maut, [name] melesat cepat. Menggunakan dinding salah satu rumah untuk pijakan sementara sebelum melontarkan dirinya pada pijakan lain.
Kedua telapak tangan Sanemi disatukan— membentuk mangkuk untuk pijakan Si Gadis. [Name] melompat cukup tinggi lalu menyerukan pertanyaan.
"...hei! Apa yang membuatmu begitu ingin hidup? Bahkan dengan menjadi oni seperti ini..?" Sorotan [eye color] itu berubah menjadi lautan tenang penuh keprihatinan yang dalam. "Tidak 'kah kau merasa menderita..?"
Pernapasan hujan— bentuk ke tigabelas: hujan dimalam yang dingin membawa tidur nyenyak!!
"Ya! Aku menderita! Lalu, bagaimana denganmu?! Kenapa kau— dan para manusia yang tentunya menderita sepanjang hidup tetap bersikeras ingin hidup?!" Kepalanya menggelinding dan hancur perlahan, namun ia masih bisa berbicara. Ia lengah sebab pembicaraan itu. Juga, tubuhnya hancur tercincang oleh Sanemi, perlahan menuju ketiadaan setelah melalui wujud serpihan debu.
Jurus darah iblis— gema dari jerat sunyi dan sepi!
Mata itu, tampak begitu kosong bagai lubang gelap tak berdasar. Terisi oleh pusaran keputusasaan yang menarik lebih jauh hingga tak dapat kembali pada cahaya yang hangat dan indah. Hanya ada kekelabuan di dalamnya. Begitu kelam dan melankolis. Mengerikan. Walau hanya terlihat sekilas sebelum hancur jadi debu.
"Akh—" pekik tertahan lolos saat tubuh [name] terhempas hingga menabrak dinding, membuat Sanemi membulatkan matanya atas dasar keterkejutan yang menampar. Batang tubuh gadis itu seakan sebuah logam yang tertarik magnet kuat.
Sanemi masih tidak mempercayai apa yang sedang terjadi di hadapannya. [Fullname] tertahan oleh belenggu yang tiba-tiba mencuat dari dinding. Membuatnya terlihat seperti tahanan di sel bawah tanah.
Belum usai keterkejutan Si Pemuda Surai Awan, Si Gadis kembali memuntahkan darah— sekitar sekantung, mungkin? Entahlah... tapi itu jumlah yang cukup banyak. Itu terjadi karena benda tajam yang terbuat dari material asing tiba-tiba mencuat dari dinding— menusuk solar plexus [name].
Api penyembuhan gadis itu mulai menyala nyalang— seakan menentang keberadaan benda asing itu. Ukurannya seakan semakin membesar, membuka lebih lebar luka yang ada. Batang tubuh [name] terkoyak.
"Percuma, itu hanya akan hancur oleh matahari. Api sihir miliknya hanya akan menghambatnya. Dia akan mati denganku..." kalimat iblis itu menahan sesaat Sanemi yang hendak melancarkan serangan— demi membebaskan Sang Putri yang terkekang.
Bagai bunga indah yang mulai layu perlahan, [name] melemahkan tubuhnya. Api penyembuhannya mulai padam. "Hei kau kenapa?! Ada apa dengan api-mu?!" Dengan kekhawatiran yang jelas, Sanemi menyerukan pertanyaan sambil menebas-nebas material asing yang membelenggu Si Gadis.
Sanemi kini melihatnya. Manik [eyecolor] sendu yang biasa memberi rasa teduh dan tenang serta rasa berdebar tak karuan itu kini kosong. Tak terisi oleh apapun. Kemungkinan besar, gadis itu menyerah.
Sebab, sebuah pertanyaan terngiang dibenak [name] menghasilkan jawaban yang merusak sampan kewarasan dalam pengarungannya di samudera keputusasaan.
"Untuk apa... aku hidup..?"
***
To be continued...
Btw, boleran[1] itu artinya semacam bagian laut yang tenang banget, gaada keliatan ombaknya. Tapi kalo kamu berenang di bagian itu, bisa ke seret. Kedalamannya ada yang nyampe lebih dari 10meter katanya. Gak jarang juga di bawahnya ada pusaran air, padahal atasnya tuh tenang banget. Kek air dalam gelas wkwk. Nama lainnya tuh rip current. Btw kalo salah penjelasannya silahkan dikoreksi yha :'3.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro