Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Manuscript 8 : Questing 1

Terinspirasi dari 'Fantasy AU' dari Ending 3 BNHA (Datte Atashi no Hiro)

Dan juga dari 'Another U.A. Quest'

***

Sebelum dimulai, kisah ini butuh konteks.

***

Dahulu kala, dunia dikuasai oleh Iblis Jahat. Untuk waktu yang lama dia menindas manusia dan bahkan merampok hak mereka. Memperbudak semua orang sesuai kehendaknya.

Akan tetapi, pada masa suram yang panjang ini, muncullah sekelompok orang yang ingin menghentikan tirani iblis-iblis itu. Orang-orang ini disebut Pahlawan. Mereka bekerja sama dan percaya bahwa mereka bisa mengalahkan pemimpin jahat para Iblis.

Diantara mereka, adalah seseorang yang disebut All Might. Yang paling kuat dan pemberani. Dialah yang berhasil menggulingkan pemimpin iblis dan mengembalikan kedamaian di dunia.

Namun, cerita ini bukan tentang dia.

Ini tentang Midoriya Izuku.

Anak yang ingin menjadi Pahlawan lebih dari apapun.

Maka dari itu, dia pergi dari rumahnya. Dengan tujuan untuk belajar di bawah arahan All Might, sang Pahlawan nomor satu itu sendiri.

Dia menempuh perjalanan jauh untuk bertemu dengan All Might. Pada akhirnya, dia sampai di sebuah desa yang asing.

Di sana, dia bertemu dengan Iida Tenya dan Uraraka Ochako. Seorang kesatria dan penyihir.

Mereka membawa berita buruk.

All Might menghilang.

Dan bukan hanya itu saja. Ada rumor bahwa sesuatu terjadi di daerah Tual yang menyebabkan para Pahlawan menghilang.

Iida, yang berasal dari keluarga kesatria, memutuskan untuk menyelidiki hal itu. Sementara Ochako dibayar untuk membantunya.

Dan tentu saja, Midoriya tidak akan tinggal diam, dia memutuskan untuk pergi ke Tual bersama mereka.

Di tengah perjalanan, mereka masuk di daerah kekuasaan Raja Endeavor.

Mereka bertemu Pangeran Todoroki Shouto. Yang memutuskan bergabung dengan perjalanan mereka.

Jadi, mereka berempat pergi bersama-sama.

Menuju Tual dan misteri apa yang ada di dalamnya.

***

Akan tetapi, kisah ini hanya membahas sepotong bagian dari perjalanan itu.

Kisah ini bercerita tentang petualang mereka berempat di sebuah desa misterius yang berkabut.

***

"Emm... Deku-kun, kita berjalan ke arah yang benar, kan?"

"Yah, kalau peta ini benar, seharusnya akan ada desa setelah kita keluar dari hutan."

"Syukurlah, kupikir kudaku mulai lelah."

"Bagus! Kita bisa membeli lebih banyak persedian di sana!"

Midoriya tersenyum. Beberapa bulan lalu, dia pikir dia akan menjalani petualangannya sendirian. Namun ternyata dia salah. Dia malah mendapat teman-teman baru sepanjang jalan.

"Menurut peta, sebentar lagi kita bisa keluar dari hutan!"

"Ah! Kau benar, Midoriya-kun! Ujungnya sudah terlihat!"

Iida menunjuk ke depan. Benar saja, ujung hutan itu sudah terlihat. Mereka berempat dengan segera bergerak ke sana. Mungkin bosan karena terlalu sering melihat warna hijau pohon.

Dan sekarang yang mereka lihat putih.

"Kabut?"

Bisikan Midoriya itu disambut dengan anggukan heran yang lainnya.

"T-tapi harusnya ini siang hari, kan? Kenapa ada kabut di siang hari?" tanya Uraraka.

Akan tetapi, sepertinya pertanyaan yang sama terlintas di otak mereka semua. Sayang sekali, tidak satupun memiliki jawaban.

"Kita juga tidak ada di daerah gunung," ucap Todoroki yang melirik peta Midoriya dari balik bahunya. Kuda yang dia giring seakan mendengus setuju.

Midoriya berdehum. Lalu melihat ke sekitar. Kabut ini aneh. Dia tidak pernah melihat yang setebal ini sebelumnya. Jalan hanya tampak sejauh beberapa meter ke depan. Sisanya putih.

"Ayo kita terus saja," ucap Midoriya. "Seharusnya desa itu tidak jauh. Akan tetapi, tetap hati-hati. Kabut ini membuat jarak pandang kita terbatas."

Mereka segera melangkah. Perlahan dan hati-hati. Sesekali menengok ke kanan dan ke kiri. Memastikan situasi aman.

Semakin jauh, akhirnya mereka melihat kumpulan cahaya.

"Ah, itu desanya!" seru Uraraka.

Dan tepat saat itu, dia berhenti.

"Uh, Uraraka-san—?"

"Teman-teman," bisiknya. "Apa kalian tidak merasa... aneh?"

"Hmm? Apa maksudmu?"

Uraraka menggenggam tongkat sihirnya. Buku-buku jari sampai memutih. Mata menelusur sekeliling dengan was-was.

"Tidak, hanya saja—aku merasa... diawasi."

Yang lainnya terlonjak. Mulai mengawasi sekitar dengan cermat. Tangan Midoriya menggenggam erat gagang pedang dengan siaga.

Dan dia menyadarinya.

Sepi.

Tidak ada suara apapun.

Tidak burung. Tidak angin.

Terlalu.

Sepi.

"AAAH!"

"Midoriya-kun!!"

Midoriya memegangi lengan atasnya. Terasa perih. Dia meringis.

Ada luka baru.

Bekas cakaran.

"Apa yang—"

"AUGH!!"

"Uraraka!"

Tampak bekas cakaran yang sama di tangannya.

Todoroki, Iida, dan Midoriya langsung menarik pedangnya. Uraraka menyiagakan tongkatnya. Mereka berdiri saling membelakangi. Akan tetapi—

Penyerang mereka tidak terlihat.

Terdengar suara geraman rendah.

CLANG

Iida terdorong. Mata terbelalak.

Tiga bekas cakar lagi.

Cukup untuk mengoyak punggung baju zirah si kesatria.

"SEMUANYA, KE ARAH DESA!"

Seruan Midoriya langsung dilaksanakan. Mereka mengambil langkah seribu ke desa itu.

Suara geraman terdengar berdengung di sekitar mereka.

"Sedikit lagi teman-teman! Ayo!"

Mereka berlari. Berusaha tidak tersandung. Mata tidak lepas dari cahaya di depan.

Dan desa itu semakin dekat.

Tampak sebuah siluet diantara cahaya obor.

Perempuan. Memegang lentera. Tangannya melambai. Memberi isyarat mendekat.

Mereka bisa mendengar seruannya dari jauh.

"—sini! Ke arah sini! Cepat!"

Dan wajah perempuan itu panik.

Mereka berlari ke arahnya. Tidak memikirkan logika. Satu kalimat berputar di otak.

Ada sesuatu yang aneh di sini.

Saat mereka berhasil sampai—

Wanita itu langsung mendorong mereka masuk ke sebuah bangunan.

"MASUK! Tinggalkan kudanya di luar! Oh astaga—!"

Midoriya melangkah limpung. Matanya nanar mengarak ke dalam ruangan. Adrenalin masih mendidih di darahnya. Dia butuh beberapa detik untuk memproses.

Tempat itu sebuah inn. Papan berlukis 'Flowerpot' tergantung di dinding.

BLAM!

Suara pintu dibanting tertutup mengangetkannya. Dia berbalik. Wanita yang tadi memanggil mereka terengah-engah. Punggungnya bersandar di pintu kayu. Suaranya tersendat ketika bertanya.

"Kalian terluka?"

"Uh—ya. Aku. Dan Uraraka. Lalu Iida—?"

"Tidak, Midoriya-kun. Apapun itu hanya mengenai zirahku."

"Oh, syukurlah. Jadi hanya dua—uh, apa yang—"

"Tunggu di sini," sela si perempuan. "Aku akan ambil obat."

Dia berderap ke pintu yang ada di belakang bar. Rambut biru berkibar seiring langkahnya.

Keempat pengembara itu tampak bingung. Akan tetapi, mereka membuat persetujuan dalam diam bahwa tinggal di inn itu adalah pilihan terbaik. Akhirnya mereka memutuskan duduk mengelilingi salah satu meja lingkaran yang ada di sana.

Midoriya menggulung lengan bajunya. Mengecek seberapa dalam luka yang dia dapat. Tidak terlalu dalam. Namun berdarah cukup banyak.

"Maaf menunggu lama."

Si perempuan kembali. Dia membawa kotak berisi ramuan obat dan kain. Dia lalu duduk di samping Uraraka. Membantunya menggulung lengan baju dan memeriksa lukanya.

"Ugh, tidak parah. Kalian beruntung."

Wanita berambut biru itu kemudian mengambil satu botol berisi cairan biru pekat yang tampak kental. Dia menuangkannya sedikit ke sebuah kain sebelum menotolkannya ke luka Uraraka. Si penyihir meringis menahan perih.

"Aku tidak tahu dewa apa yang kalian buat marah," desah wanita itu.

"Tapi nasib kalian buruk sekali bisa sampai ke desa pada saat seperti ini."

Kemudian dia melirik sejenak ke Todoroki. "Jangan khawatir dengan kudamu. Ayahku sudah mengurusnya."

Iida memandangi orang asing di depan mereka dengan menyelidik. "Uh, maaf, kami belum mendapat nama anda, Nona...?"

"Hikaru. Hikaru Hana."

Jawaban singkat itu diikuti diam. Dia sibuk melilitkan kain untuk menutup luka Uraraka. Setelah itu selesai, dia beralih ke Midoriya.

"Uhm, maaf, Hikaru-san. Boleh kami bertanya dimana kami?"

"Kalian ada di Flowerpot. Inn milik keluargaku."

"Uh, dan nama desanya?"

Hikaru terdiam. Keheningan yang panjang menyelimuti mereka sampai Hikaru selesai memberi pengobatan yang sama ke luka Midoriya.

Setelah itu, si gadis berdiri. Tangan berkacak pinggang. Wajahnya menampilkan senyum sedih.

"Selamat datang di Vatleria. Jika kalian keluar pada Periode Kabut—"

"Kalian bisa mati."

***
.
.
.
.
.
.
.

A.N. :
Is this count as double update in one day?

Anyway, Vatleria adalah nama salah satu planet di Star Wars.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro