Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Manuscript 4 : Scavenger 4

Tiga pasang kaki melangkah di hutan. Menapaki jalan setapak yang sama dengan yang tercetak di peta perkamen. Terdengar bunyi daun bergemeresak tertiup angin. Beberapa hewan kecil—seperti bajing dan burung—melintas sekilas.

Tidak seperti di dalam Manor. Ada beberapa hantu di sini. Dorothea
harus mengabaikan tubuh-tubuh pucat yang dengan santai menembus pohon. Untung saja, tangan dingin Eins setia di pundak gadis itu. Membuat hantu lain tak acuh.

"Mungkin ini ide buruk," desis Eins.

Dalam hatinya yang paling dalam, Dorothea sedikit setuju dengan komentar si hantu.

Hutan yang di luar Manor Caldwell tampak tenang. Agak mengingatkan Dorothea dengan hutan di kamp pelatihan.

Itu bukan perbandingan bagus.

Akan tetapi, mereka masih punya petunjuk yang harus dicari dan dipecahkan. Dan mundur sekarang sama saja dengan berhenti membaca cerita detektif yang hampir sampai klimaksnya.

Jadi, dia terus melangkah maju.

Rasa penasaran kadang mengalahkan ketakutan.

"Kau baik-baik saja?" tanya Todoroki. Sadar dengan ekspresi tidak nyaman Dorothea.

"Yeah," gumamnya. "Pengalaman terakhir kita di hutan tidak... berakhir baik, kan?"

Tubuh Todoroki menegang sejenak. Kemudian dia mendesah kecil. "Yeah, kamp pelatihan."

"Tunggu dulu," sela Hawks. Sayap merahnya bergerak-gerak.

"Benar, kau salah satu anak hilang yang diberitakan, aku ingat. Tapi, bukannya hanya Prodi Pahlawan yang ikut?"

Dorothea menggeleng. "Aku ikut untuk alasan dokumentasi. Klub Jurnalistik Internasional."

"Oh," ucap Hawks terbelalak. "Itu pasti sangat menakutkan."

Dorothea mendesah berat. Masih mengingat apa yang terjadi setelah kamp itu.

"Yeah, itu benar."

Todoroki berdehum. Tangan memegang erat peta. Dia mengamati si gadis dan si Pro Hero dengan seksama.

"Ngomong-ngomong, Hawks, Dorothea—"

Keduanya menoleh.

"Kalian itu—"

Dorothea mengangkat alis.

Kenapa perasaanku tidak enak?

"—Kakak adik ya?"

Ha.

Hah?!

"Eh?! Kamu dapat kesimpulan itu darimana?!" pekik Dorothea.

Hawks—dan Eins, yang pada titik ini sudah pasti menggunakan hidup Dorothea sebagai sarana hiburan—hanya tertawa keras mendengar teori konspirasi anak setengah-setengah itu.

"Ya...," Todoroki mengelus dagu. "Mata kalian sama, lalu sayap Hawks merah, rambutmu merah juga—walau tidak semerah itu, tapi—"

"Bloody hell, Todoroki, Hawks bukan kakakku," tandas Dorothea.

"Oh, ayolah. Kau tidak mau memanggilku Onii-chan?" goda Hawks.

Gadis itu membenamkan muka ke tangan.

"Don't encourage him!"

Hawks tertawa lagi. Todoroki hanya menatap datar. Akan tetapi, dia tersenyum kecil. Kemudian, anak itu kembali menilik peta. Matanya menyipit.

"Kita sudah sampai."

Mereka semua menoleh. Menatap ke depan.

Tidak ada gubuk.

Dorothea membuang napas lega.

Yang terlihat di ujung jalan setapak hanya sedikit tanah terbuka yang dikelilingi pohon dan rumput. Jika ini semacam perburuan harta karun biasa, Dorothea mengira akan ada tanda silang besar di tanah itu.

Yang ada adalah pintu.

Sepertinya perburuan ini belum selesai.

Pintu itu semacam trap door. Terbuat dari besi yang tampak tebal dan sederhana. Tetapi, tidak seperti trapdoor kebanyakan, ada lubang kunci di sana.

Tiga orang itu berlutut di dekat pintu. Meraba dan mencoba mencari celah untuk membukanya. Nihil. Pintu itu terkunci.

"Kita tidak menemukan kunci tadi," gumam Hawks.

Pro Hero itu melepas satu bulu di sayapnya. Meluncur ke lubang kunci untuk lockpicking—membukanya paksa.

"Ow!" Hawks memekik. Dia menarik bulu merah itu. "Sepertinya ada mekanisme anti-lockpick di sana."

Dorothea berdehum. Dia kemudian mengeluarkan petunjuk kedua yang mereka temukan. Hawks dan Todoroki berdiri di kanan kirinya

"The key to the key is my name—kunci dari kunci adalah namaku," baca Dorothea.

"Hmm, apa mungkin ini masih ada referensi dengan makhluk mitos?" tanya Hawks. "Sepertinya Miss Caldwell punya tema di sini."

"I bring good luck and bad luck the same—nasib baik dan nasib buruk, apa maksudnya semacam membawa pertanda?" deduksi Todoroki.

Hawks berdehum. "I am a horse, goat, dog, or cat—makhluk ini mungkin shapeshifter—bisa berubah wujud."

"I bring mischief wherever I'm at—membawa kelicikan?" gumam Dorothea. "Apa semacam trickster god? Loki? Hermes?"

Mereka bertiga mendesah. Masih terlalu banyak kemungkinan makhluk yang bisa menjawab teka-teki itu. Masih harus ada eliminasi.

Tepat saat itu, Eins memekik.

"Dorothea, arah jam enam!"

Dorothea berbalik. Berdiri.

Tidak peduli dengan tatapan bingung dua yang lain.

Bayangan melompat lihai dari balik siluet hutan. Sesuatu melintas cepat. Bergerak di bayangan pohon. Netra emas terfokus. Berusaha membaca gerak itu.

"Dorothea-chan, apa yang—"

Tangan teracung. Benang meluncur di udara.

Melesat cepat. Mengikat.

Makhluk itu—apapun itu—jatuh. Di tengah lompatan. Ke balik semak. Terdengar rintihan. Lalu—

"PENYUSUP!"

Siapapun yang tertangkap menjerit. Suara keras dari semak. Mereka bertiga tersentak.

Dorothea dengan hati-hati maju. Dia yakin ini bukan manusia. Terlalu kecil. Kecuali ini quirk.

Hawks dan Todoroki mengikuti. Si Pro Hero yang menaruh tangan ke semak. Dorothea masih menggenggam benang. Todoroki bersiap.

Hawks memberi isyarat dengan jari.

1.

2.

3!

Kumpulan daun tersibak. Menunjukkan...

Seekor kelinci—

—bertanduk?

"Huh, aneh. Bukannya tadi ada suara menjerit?" gumam Hawks. Dia lalu menoleh pada Dorothea. "Kau bisa melepaskannya. Itu hanya kelinci—"

"SIAPA YANG KAU SEBUT KELINCI, BURUNG IDIOT?!"

Tiga orang itu terlonjak mundur.

"Kau bisa bicara?" tanya Hawks terpana.

"Ya!" kata kelinci bertanduk itu. "Siapa kalian?!"

"Apa ini quirkmu? Berubah menjadi—err, kelinci-rusa?" tanya Todoroki melangkah ke depan.

"Quirk? Aku bukan manusia seperti kalian!"

"Tapi kau bukan kelinci juga?" Hawks menaikkan alis.

"Bukan! Aku ini—"

"Jackalope."

Suara Dorothea membuat yang lain menoleh. Dia maju. Memanipulasi benangnya agar melonggar. Makhluk berbulu itu bernapas lega. Dorothea masih memandang terpana.

"Aku tidak sangka bisa bertemu satu. Tapi... setahuku kalian tidak bisa bicara"

Kelinci itu menggoyangkan tubuh. Menggosok moncong kecil dengan kaki berbulu.

"Kau benar, fair maiden. Secara bentuk, aku memang jackalope, tetapi aku bukan—"

Si jackalope mengangkat mukanya. Mata hitam bersiborok dengan mata emas Dorothea.

Sedetik kemudian, makhluk itu menerjangnya.

Dorothea jatuh kebelakang. Terdengar Todoroki dan Hawks menjeritkan namanya. Bernada khawatir. Namun, Jackalope itu tidak punya maksud buruk.

Dia hanya mau—dipeluk?

Dorothea bingung sekali.

Kemudian, dia harus berkonsentrasi mendengarkan apa yang keluar dari mulut hewan itu. Bicaranya sangat cepat.

"Lady Avery! Akhirnya kau kembali! Oh aku sangat merindukanmu! Rasanya lama sekali! Bertahun-tahun! Ohapayangterjadipadamatamu—"

"Ah!" Dorothea masih syok. Dia mengelus kepala si Jackalope. Membuatnya terdiam.

"Aku—aku bukan Avery."

Wajah jackalope itu bingung. Seakan mengkalkulasi sesuatu.

"Sebentar, Master Adrich sepertinya sudah memberitahu..."

Dia diam sebentar. Tiga orang yang ada disana hanya berdiri canggung—untuk Dorothea, terduduk canggung.

Setelah beberapa detik, kelinci itu mengerjap. Dia mengangkat moncongnya ke wajah Dorothea.

"Halo Lady Dorothea! Senang bertemu denganmu! Namaku Epsilon!"

"Epsilon?"

"Yep!" ucapnya dengan ceria.

Setelah sadar dari keterkejutannya, Dorothea bertanya.

"Uh, apa kau jackalope sungguhan?"

"Eh, tidak juga," kata Epsilon. Dia melompat turun dari pangkuan Dorothea. Todoroki langsung mengulurkan tangan. Membantu gadis itu berdiri.

"Jadi, uh, Epsilon?" tanya Todoroki. Kepalanya miring. "Kau itu apa?"

"Eh, classified," jawab jackalope itu santai. Dia melihat mereka bertiga satu persatu. Lalu ke kertas yang masih dipegang Dorothea.

"Scavenger hunt, eh? Pasti Iota dan Lady Thomasin..," gumamnya. Dia memiringkan kepala berbulunya. "Apa kalian bersenang-senang."

"Ya, tapi—" Dorothea memandang kertas berisi teka-teki. "Kami—uh—ada kesulitan."

"Oh?"

"Yeah, teka-teki ini... sepertinya mengarah ke makhluk mitos. Namun, kami tidak tahu yang mana secara spesifik. Kami butuh lebih banyak petunjuk."

Dorothea menunjukkan kertas itu. Epsilon membacanya. Rasanya aneh sekali melihat kelinci 'membaca'.

"Ah, sungguh teka-teki cantik. Bisa banyak diintrepertasikan!" puji Epsilon.

"Mengingatkanku pada festival Samhain! Saat semua daun sudah mulai gugur dan panen sudah selesai! Indah!"

"Samhain," bisik Hawks. "Itu Gaelic, kan?"

Gaelic.

Celtic?

Dorothea mengeluarkan buku saku dari tasnya. Dia membuka satu persatu halaman di bab makhluk-makhluk dari mitos Celtic dan Gaelic.

Matanya menerawang halaman-halaman yang penuh ilustrasi berbeda. Melewati banshee, changeling, cat sidhe, dan dullahan.

Membawa nasib baik dan buruk.

Shapeshifter.

Kelicikan.

Samhain.

"Ini dia."

Dorothea menyodorkan bukunya untuk dilihat. Tampak makhluk hitam berbulu dan bertelinga lebar sedang duduk di pohon tergambar di halaman itu.

"Pooka?"

"Ya, menurut buku ini, pooka semacam shapeshifter yang bisa membawa nasib baik maupun buruk untuk manusia!"

"Hmm," Todoroki bergumam. "Di sini juga tertulis soal pooka itu licik."

"Dan Samhain," tambah Hawks melirik isi buku sembari tersenyum. "Hasil panen yang tersisa menjadi milik pooka."

"Oke, kalian tahu jawabannya," ucap Eins. Melayang di dekat Hawks, sebelum menembusnya dan kembali ke samping Dorothea.

"Lalu apa? Menjeritkan 'Pooka' ke angin dan berharap pintunya terbuka?"

Dorothea berdehum. Pintu itu tidak tampak seperti pintu elektronik yang dibuka dengan kode atau perintah suara. Pintu itu punya lubang kunci.

Tetapi ada satu hal yang punya kode.

Dorothea kembali merogoh tasnya. Mengeluarkan kotak bersandi yang Iota berikan di awal.

"Ah, aku lupa kita punya itu," bisik Todoroki.

"Yep, aku juga lupa."

"Oh, kalian pasti mendapat itu sebelum aku ikut!" Hawks melihat kotak itu dengan penasaran. Alisnya menukik.

"Hmm, hanya ada empat huruf. Pooka butuh lima."

Dorothea meringis. "Tidak juga."

Tangannya sibuk dengan kombinasi kunci kotak itu. Benar saja, selain alfabet biasa, ada juga alfabet fonetik di kombinasi kuncinya.

"Makhluk ini tidak hanya ditulis pooka. Bisa juga phouka, atau—"

Dia perlahan memilih empat huruf di setiap slot-nya.

P - Ú - C - A

Click.

Kotak itu terbuka.

Tampak sebuah kunci logam ada di sana.

Mereka bertiga bertukar senyum sejenak. Sebelum Dorothea maju dan memasukkan kunci itu ke lubang di pintu. Namun, belum sempat dia memutarnya—

Kunci itu berputar sendiri.

Dorothea tersentak mundur. Kunci bergerak ke kanan dan ke kiri dengan sendirinya. Seperti memasukkan kombinasi putar pada brankas. Selagi Dorothea, Hawks, dan Todoroki memasang muka heran, Epsilon tertawa.

"Kalian berharap apa? Pintu ini buatan Master Adrich!"

Ah, benar juga, pikir Dorothea.

Adrich A. Caldwell the Mad Inventor.

Beberapa detik kemudian, kunci berhenti. Pintu terbuka dengan bunyi berdecit keras dari logam yang membuat mereka harus tutup telinga.

Setelah semua itu selesai, mereka menghampiri trapdoor itu. Melongok untuk melihat apa yang ada di dalam. Anak tangga. Kembali mengarah menuju ke area bawah tanah gelap.

Epsilon melompat masuk. Berhenti di tiga anak tangga awal. Kemudian berbalik. Menatap mereka bertiga dengan mata kelinci yang hitam total.

"Tunggu apa lagi kalian?"

Hawks, Dorothea, dan Todoroki saling berpandangan. Si anak panas-dingin mengangguk. Dia mengambil langkah turun. Mulai menggunakan apinya untuk menerangi lorong gelap. Hawks tidak jauh di belakangnya. Dorothea menarik napas.

Ya, sudah sejauh ini, kan?

Dan dia mengikuti kedua rekannya itu. Masuk ke kegelapan.

***
.
.
.
.
.
.
.

Bonus :

Me messing around with with Pitzmaker lol :P. Enjoy some Dorothea y'all. Look like she have seen a ghost (pun intended).

Oke, serius sekarang.
Bagaimana menurut kalian kalau Hawks dan/atau Todoroki tahu rahasia Dorothea? Kupikir gadis ini butuh lebih banyak relasi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro