Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Manuscript 15 : Noctifer 2

"Kau... mau bicara padanya?" bisik Dorothea. Si hantu menoleh. Mengangguk. Gadis itu berjengit.

Sejak berlatih di bawah naungan Children of Earth, Nikky dan Monika mencekokinya dengan banyak buku soal hantu dan supranatural. Mereka sendiri bukan 'Sang Mata'. Jadi, itu hal yang terbaik yang mereka bisa lakukan.

Jujur, itu banyak membantu.

Beberapa buku memang tidak akurat. Bahkan ada yang benar-benar melenceng soal makhluk tak kasat mata yang dekat dengan hidup Dorothea itu. Tapi, jika ada satu yang bisa si gadis percaya—

Hantu itu teritorial.

Mereka jarang sekali berinteraksi dengan satu sama lain. Bahkan berusaha menghindari makhluk sejenisnya itu.

Jadi, rasanya aneh melihat Eins mau berbicara dengan yang lain.

"Apa..." Dorothea menggaruk kepala. "Kau mau ditemani?"

Pandangan lembut dan berterimakasih di wajah Eins sebenarnya cukup menjadi jawaban.

"Iya, kalau boleh."

Dorothea menangguk. Dia dengan hati-hati berjalan mencari hantu yang diceritakan Eins. Mata menelusur lorong demi lorong.

Sampai visinya menangkap makhluk itu.

Seperti kebanyakan yang lain. Sosoknya spektral. Seperti kertas tipis. Wajahnya pucat, hampir monokrom. Pandangan polos mati menatap jauh Dia memiliki rambut hitam yang diikat. Dan dari bajunya—

Mata Dorothea memicing. Memastikan.

Seorang... Pahlawan?

Akhirnya—melihat Eins yang hanya melayang canggung. Tubuh berkedip ragu—Dorothea memutuskan untuk mengambil inisiatif. Dia memberanikan diri mengambil langkag maju.

"Halo—uh?"

Si hantu—Shimura Nana—tersentak. Dia melayang agak tinggi. Menengok ke kanan dan ke kiri. Dorothea meringis.

"Di bawah sini."

Lagi-lagi, si hantu tampak kaget. Dia menunduk. Matanya yang mati membulat. Perlahan, dia melayang turun.

"Kau bisa melihatku?"

Si gadis mengangguk dengan senyum lemah.

"Apa kau—Shimura Nana?"

Hantu itu menelengkan kepala.

"Darimana kau tahu—?"

Pandangannya terlempar. Dorothea ikut menoleh. Dia melihat Eins yang melayang mendekat. Ada senyum kecil di wajahnya.

"Oh..."

"Halo," sapa Eins. "Ini pertama kalinya kita bertemu seperti ini, ya?"

Shimura melemparkan senyum lemah.

"Ya," bisiknya. "Jujur, bertemu di dalam pikiran Penerus One For All selanjutnya agak... merepotkan."

One For All?

Dorothea memberika nota mental pada kalimat itu. Mata mengerling penasaran. Tapi dia menahan diri untuk tidak menyela.

"Ya." Jawaban Eins itu diselangi tawa kecil dari Eins. "Terlebih untuk kami yang belum bisa menyebrang."

Shimura meringis kecil. Tangan bersarung 'menggaruk' tengkuknya. Dorothea tahu hantu itu tidak merasakan gatal. Tapi, gestur saat masih hidup kadang masih terbawa juga.

"Ngomong-ngomong soal itu," gumam Eins lagi. "Bukankah kamu—?"

Hantu yang wanita mendesah. Pandangannya sedih.

"Ya, aku seharusnya sudah menyebrang."

Dorothea tercekat. Dia belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya.

"Apa yang membuatmu kembali?" tanya Eins.

Hening sebentar.

Shimura membuang muka.

"Tenko."

Mata emas Dorothea membulat mendengar itu.

Nama itu familiar. Nama yang disebut oleh Penjahat All for One dalam pertarungan yang menjadi sorotan media selama berbulan-bulan.

Shigaraki Tomura—penjahat yang sangat diincar—memiliki nama asli...

Shimura Tenko.

Kenyataan seperti menampar Dorothea. Dia tidak percaya dia baru sadar sekarang.

Marga mereka sama!

"Uh, maaf—"

Dua mata mati langsung menatapnya. Dorothea terlonjak. Dia lupa seberapa dingin tatapan menusuk yang bisa diberikan hantu. Untung saja, mata Eins langsung melembut.

"Ya, Dorothea?"

"Ada apa ini sebenarnya?"

Dua hantu diam. Saling pandang. Jadi, Dorothea melanjutkan.

"A—aku—" Dia menelan ludah. "Aku tahu kau ada hubungannya dengan All for One. Tapi—uh, aku tidak yakin detailnya."

Shimura ikut memberikannya senyum lembut. "Maaf aku belum mendapat namamu...?"

"Ah! Dorothea. Dorothea Tuning."

Hantu perempuan itu mengangguk. Dia menoleh ke Eins. Hantu itu melayang mendekati Dorothea. 'Menaruh' dagunya di kepala si gadis

"Kami teman. Sahabat."

Dorothea tersenyum cerah mendengar itu.

Sementara, Shimura ber-'ah' pelan.

"Kenapa kau tidak memberi tahunya, kalau begitu?"

"Apa tidak masalah?"

"Selagi dia bisa menjaga rahasia." Shimura mengangkat bahu. "Kenapa tidak?"

Dorothea mau tidak mau mendengus.

Mereka ini berbicara soal gadis yang menyembunyikan kemampuannya melihat hantu sejak masih sangat kecil, lalu dilatih oleh organisasi yang sama tertutupnya sekarang.

Dia pikir dia bisa menyimpan rahasia.

"Baiklah..."

Mata Eins melirik ke si gadis. Masih tampak agak ragu.

"Tapi aku ingin kau berjanji dua hal."

"Eh?"

"Pertama." Eins mengangkat satu jari. "Jangan beritahu ini pada siapapun."

Dorothea mendesah. "Tentu saja. Menurutmu aku akan menjeritkan rahasia The Children dari atap? Tidak! Sama juga dengan ini!"

Eins terkekeh. Dia 'mengelus' rambut Dorothea.

"Baiklah. Dan kedua—"

Air mukanya menjadi sangat serius.

"Apapun yang terjadi. Aku tidak mau kau melibatkan diri dengan masalah ini."

"Huh?"

"Kau paham, Dorothea?"

Gadis itu terdiam sejenak.

Wajah Eins... memohon. Sepertinya dia ingin si gadis tidak ikut campur dengan apapun ini. Dorothea memang tidak punya niatan untuk itu. Tapi fakta Eins sampai memelas begini.

Ini pasti hal yang berbahaya.

Akhirnya, Dorothea mengangguk.

"Aku paham."

Eins tersenyum lemah. Dia menoleh ke Shimura. Yang perempuan juga menarik sudut bibirnya ke atas.

"Ini semua bermula dari sepasang kakak beradik..."

***

Di akhir cerita, mulut Dorothea sedikit terbuka. Sebelum si gadis tersadar dan mengangkat bahu.

"Ah, begitu rupanya."

"Serius?" Eins terkekeh kecil. "Aku pikir akan ada reaksi yang lebih menarik."

"Eins, seberapapun gilanya ceritamu, sepertinya tidak ada yang bisa mengalahkan cerita Nikky soal demon, sihir, dan hubunganku dengan Serathephim," balasnya.

Eins tertawa lagi. Sedikit lebih keras. Shimura memberikan pandangan bertanya. Dorothea hanya menggeleng.

"Ceritanya panjang."

Gadis itu menggaruk kepalanya. "Tapi jujur, cerita kalian juga cukup... menarik. Aku tidak percaya ada quirk seperti itu," ucap Dorothea. Dia memberikan pandangan sedih ke Shimura.

"Dan—erm, cucumu yang ikut terlibat—aku turut minta maaf."

"Bukan salahmu," kata Shimura. "Dan aku kembali bukan karena Tenko saja, tapi—"

Terdengar langkah kaki.

Dorothea langsung berbalik. Manik emas menangkap seseorang berjalan mendekat. Dia tinggi. Dan kurus. Sangat, sangat kurus. Rambut kuningnya berkilat di bawah lampu putih lorong gedung. Mata Dorothea membulat.

Itu All Might.

"Ah, maaf, nak," katanya lalu terbatuk. "Kau tahu dimana kamar mandi?"

Kalimatnya agak teredam sapu tangan yang menutup mulut. Si gadis memicing khawatir melihat noda merah di sana.

"Ya, aku melihatnya tadi. Ke depan lalu belok kiri," kata Dorothea memberi arahan. All Might menggumamkan terima kasih. Sebelum berlalu. Si gadis mengerjap.

"Untung kau bukan fans Pahlawan, Dorothea," bisik Eins. "Pria itu sepertinya tidak butuh penggemar yang melompat untuk tanda tangan sekarang."

Si gadis terkikik. Sebelum mengangkat kepala dan menengok ke arah Shimura. Hantu itu menatap punggung si Ex-Pahlawan sampai dia berbalik di ujung lorong. Ekspresi mukanya familiar.

Dorothea tau wajah itu.

Itu ekspresi yang diberikan sang Ibu kepadanya saat dia masih hidup.

"Ah," gumam si gadis. Paham. Shimura menunduk dengan senyum lemah.

"Ya, aku di sini... untuknya. Walaupun Toshinori tidak bisa melihatku." bisik si hantu.

Sebelum melempar pandangan ke Dorothea. Lalu Eins.

"Sepertinya... kita tinggal bukan hanya untuk All For One, atau penerus kesembilan One For All, ya?"

Eins ikut menunduk. Memandang gadis berambut merah yang selalu dia ikuti. Lalu tersenyum.

"Kau benar."

***

Shimura pergi setelah itu. Mungkin untuk mencari All Might. Jadi, Eins dan Dorothea mengucapkan salam mereka dan kembali ke ruang pesta.

Tempat itu masih ramai. Padahal malam semakin larut. Masih ada satu dua orang yang berdansa. Namun, Dorothea memilih menepi. Keluar dari salah satu pintu dan menuju balkon. Menghirup udara malam yang sejuk.

"Yang kukatakan tadi serius."

Ucapan Eins membuatnya menengok. Si hantu melayang di sampingnya. Hanya beberapa senti dari lantai. Mata mengintip dari balik rambut putih.

"Aku tidak mau kau terlibat," ucapnya. "Sudah cukup kau menopang satu beban. Yang ini, serahkan pada kami dan Penerus kami, oke?"

Dorothea mengangguk. Dia lalu mendongak. Ke langit yang agak mendung. Bintang berkelip di sela awan tipis.

Mirip malam di Kamp Pelatihan.

Si gadis membuang napas. Tangan menggenggam susur di balkon yang terasa dingin. Senyum kecil terpatri di wajahnya.

Mereka sudah mengalami banyak hal. Dari pertemuan pertama mereka yang tidak bisa dibilang mulus. Menghadapi horor dan kebingungan tentang sihir dan demon. Merasakan banyak tawa dan kengerian.

Sampai di sini.

Sampai si hantu mau membagi ceritanya.

"Terima kasih banyak untuk semuanya, Eins."

"Yoichi."

"Eh?"

Dorothea menoleh. Matanya membelalak. Eins melayang ke belakangnya.

"Itu... namaku. Shigaraki Yoichi."

Tangan spektral 'memeluk' lehernya.

"Tapi kalau boleh," bisik si hantu pelan.

"Aku ingin tetap kau panggil Eins."

Ya.

Karena itu namanya.

Bukan nama aslinya. Tapi nama yang diberikan oleh Dorothea. Nama yang juga berarti 'satu'. 'Pertama'.

Namun seperti yang si gadis katakan dulu sekali—

Eins terdengar... unik, kau tahu?

Spesial.

Dan itulah yang membuat 'Eins' sama pentingnya dengan 'Yoichi'.

Si hantu 'membenamkan' wajah ke rambut merah Dorothea. Dingin yang familiar membuat si gadis merasa tenang.

Dan hatinya terasa hangat.

"Tentu, Eins."

Keduanya diam, setelah itu. Tercakup dalam hening. Bukan keheningan yang canggung. Namun akrab dan membuat keduanya tidak berhenti tersenyum.

"Dorothea?"

Sampai suara itu membuat si gadis menoleh. Todoroki berdiri di belakangnya. Tangan berusaha merapikan jas hitam yang dia pakai. Sebelum mengulurkan satu tangan dengan canggung.

"Mau dansa? Pak Tua memaksaku setidaknya berdansa sekali, dan—uh, aku tidak tahu siapa yang harus kuajak. Dan kau tampak tidak sedang melakukan apapun jadi—"

Mata heterokrom menangkap netra emas yang melirik sekilas ke ruang kosong di atasnya. Kemudian tersentak paham.

"Oh, aku tidak tahu kau—uh, maaf—aku—"

Dorothea terkekeh. Eins juga. Dia melepaskan si gadis dari tangannya. Sejenak 'membelai' rambutnya.

"Bersenang-senanglah."

Si rambut merah maju dan menaruh tangannya ke genggaman Todoroki. Bibir merah terpulas senyum.

"Well, satu dansa tidak akan membunuhku."

"Dua, sebenarnya. Hawks ingin dapat giliran juga."

"Oh, sialan."

Namun, walaupun dengan komentar begitu, Dorothea ditarik ke lantai dansa dengan tawa kecil. Mulai diayun mengikuti alunan musik. Terkikik ketika Todoroki dengan canggung menaruh tangan di pinggangnya.

Eins mengamati semua itu dengan senyuman. Sebelum mata matinya menangkap Shimura Nana. Melayang dekat dengan mantan Pahlawan Nomor satu.

Mereka bertukar anggukan.

Malam ini berakhir lebih menyenangkan dari yang mereka kira.

***

.

.

.

Manuscript 15 :
NOCTIFER

The End

***
.
.
.
.
.
.
.

A.N.:
Fluff, fluff, fluff, fluff, also-

NAME DROP NAMA PENGGUNA PERTAMA HOLY SHI-

Ehem.

Udah pada baca chapter-chapter baru manganya? Heck, untung semua fanficku ada di Alternate Universe. Canon? Apa itu canon?

Okay Manuscript berikutnya rencananya Smithborn Family. Aku nulis fanfic ini di sela mood ilang buat dua buku yang lain jadi sabar ya...

Oh, btw, aku penasaran, di Normal-verse kalian nge-ship? Kalau iya, siapa sama siapa?

Eh, anyway, as always...

Thank u for reading! :D

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro