Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Manuscript 1 : Selenophile 2

Aizawa Shouta tidak terlalu menyukai berinteraksi dengan orang lain.

Pernyataan itu meremehkan.

Kadang kala dia benci berinteraksi dengan orang lain.

Itu sebabnya Pro Hero itu merasa lega bahwa dia adalah agensinya sendiri. Jadi dia tidak perlu bersusah-susah dengan regulasi dan sidekick.

Namun, itu berarti dia lebih sering berkerja bersama polisi.

Dia tidak bisa selamanya menjadi one man army.

Itu tidak buruk. Mereka lebih baik daripada kebanyakan Pahlawan yang lebih mementingkan bagian entertainment di pekerjaan mereka.

Jadi, Aizawa memang tidak punya agensi. Dan lebih baik begitu.

Dia bisa bergerak lebih bebas. Seperti burung di langit.

Atau kucing jalanan.

Sepertinya lebih condong ke yang kedua.

Polisi sering memberi Aizawa informasi tentang berbagai macam hal. Kriminalitas apa yang sedang marak. Penjahat mana yang bergerak. Informasi adalah senjata paling penting di dunia bawah.

Itu sebabnya dia ada di Korusanto.

Laporan soal narkotika itu sudah cukup meresahkan masyarakat. Orang-orang yang memakainya menjadi feral. Mereka menggunakan quirk untung menyerang 'monster' atau 'iblis' yang tidak terlihat. Dengan kata lain—

Halusinogen yang kuat.

Aizawa berniat untuk mencari tahu apa yang terjadi. Ada beberapa sumber yang bilang narkoba itu disebarkan oleh sebuah geng besar. Jika memang benar, masalah itu harus segera disingkirkan. Dia di sana untuk menyelidiki lebih lanjut.

Tsukauchi memberikan info mengenai sebuah rumah tua terbengkalai. Masyarakat setempat berkata bahwa beberapa anggota geng yang mereka kenal tampak terlihat di sekitar sana.

Aizawa tidak membuang banyak waktu. Lagipula dia biasa menggunakan waktu seefektif mungkin.

Betapa terkejutnya dia ketika tahu dia tidak sendiri di sana.

Suara berbeda keluar dari sebuah pintu besi. Aizawa memasang telinga. Mendengar dengan seksama.

Tiga orang.

Dia bergerak.

Capture weapon melejit dan mengikat. Memotong pembicaraan ketiga orang tersebut. Quirknya aktif. Memastikan mereka tidak memberi serangan kejutan.

Dua perempuan dan satu laki-laki. Satu perempuan memiliki quirk mutasi jika dilihat dari telinga dan ekornya. Sementara dua lainnya jelas sekali orang asing.

Aizawa mendesah.

Awas saja kalau ini jadi masalah internasional.

"Sebutkan nama dan niat kalian."

Yang berambut biru membuka mulut. "Eyy, listen pal, kami tidak mau ada masalah—"

"Kalian sudah mendapat masalah sejak masuk ke sini."

"Kami dari laboratorium terdekat," ucap gadis bertelinga rubah. "Kami harus mencari sampel dari narkotika yang tersebar di area ini. Siapa kau?"

Aizawa mengangkat alis. Capture weapon-nya tidak melonggar sedikitpun. Masih tidak sepenuhnya percaya. Instingnya mengatakan ada suatu kebenaran yang ditutupi di sini.

"Aku Pro Hero Eraserhead."

***

Pikiran Monika berputar. Mata menjadi kosong sesaat.

Eraserhead.

Dia yakin dia pernah mendengar nama itu sebelumnya.

Tapi dimana?

Gir di otaknya berkerja. Berusaha menarik memori dari kejadian lama. Memandang wajah Pahlawan itu dengan serius.

Dan dia ingat—

Suara bernada kesal seorang Nikky Smithborn.

Tawanya meledak.

Yang lain terlonjak. Memandang Monika seakan dia menumbuhkan kepala kedua. Bahkan si Pro Hero tampak terkejut. Manfred menggelengkan kepala.

"Fräulein, vat ze hell—"

"Kau—hehehe, kau orang yang—Kau yang hampir me—hahaha—hampir menangkap Blacksmith!"

Monika berbicara di sela tawanya. Jika tangannya bebas, dia pasti sudah memegangi perut.

"Serius, boyo," tawa Monika mereda. "Kau harus beritahuku apa rahasiamu! Aku tidak pernah melihatnya sekesal itu!"

Monika terkekeh lagi. Dia bisa merasaka pita yang mengikatnya melonggar. Aizawa menatap sembari terdiam. Tampak mengkalkulasi.

"Blacksmith...? Kalian dari—Children of Earth?"

"Seratus poin untuk Tuan Pahlawan ini!" cibir Monika. Dia meregangkan tubuh yang kebas. Capture weapon ternyata senjata yang bukan main.

Sementara itu, mata Nomura tampak menyelidik. "Kau tahu soal The Children?"

Aizawa mengerut kening. "Hanya nama organisasinya. Akan tetapi, aku bisa menebak kalian di sini untuk kasus narkotika yang sama?"

Monika baru saja akan menjawab—

Sebelum terdengar suara dentaman keras.

Wajah Monika mengerut. Dia beralih pada timnya.

"Terrabyte, gunakan quirkmu untuk mengekstark data dari komputer tadi. Kitsune, kau lanjutkan mengambil sampel. Dan—"

Gadis itu berjalan melewati Aizawa. Mata biru mengerling dan seringaian terpasang. Dia mengangkat alis.

"Mau ikut mencari tahu apa itu, Eraserhead?"

Aizawa mendesah. Namun, tetap mengikuti Monika.

***

"Rumah ini besar juga, ya? Sepertinya suara tadi dari sekitar sini."

Monika bisa merasakan pandangan Aizawa yang mengikuti setiap gerak-geriknya. Seperti hewan yang awas terhadap makhluk di depannya. Apakah ini kawan, atau lawan.

"Jadi—bagaimana kawanmu memanggilmu tadi? Furoirain?"

Gadis disampingnya nyaris tersedak liur sendiri.

"Woah, kau harus melatih logat jermanmu, pal," candanya.

"Dan jangan panggil aku fräulein. Hanya Terabyte yang memanggilku itu. Panggil aku Daydream."

"Baiklah, Daydream. Sebenarnya apa yang dilakukan organisasimu?"

"Oh, itu pertanyaan yang illegal untuk dijawab—"

Terdengar suara jeritan.

Aizawa dan Monika bersiaga.

Tampak sesuatu berlari dari ujung lorong.

Seorang wanita.

Dia berlari. Matanya terbelalak. Napas terengah-engah.

Monika menangkapnya sebelum pergi jauh.

"Hei, apa kau baik-baik sa—"

"MONSTER! AKU MELIHAT MONSTER! ASTAGA! TOLONG SELAMATKAN AKU!"

Hunter itu mengerjap.

Dia mendorong wanita itu ke tangan Aizawa.

"Oi!"

"Aku serahkan dia padamu, Eraserhead! Aku segera kembali!"

"Tunggu dulu Daydream—"

Monika sudah menghilang.

***

Semakin dia dekat dengan satu ruangan, bunyi meteran anomali semakin menjadi-jadi.

Suara erangan dan geraman dari balik pintu juga indikasi yang bagus.

Pintu dibanting terbuka.

Monika sudah tahu apa yang akan dia lihat.

Namun bukan berarti dia tidak jijik.

Alucinor terlihat humanoid. Seluruh tubuhnya berwarna hitam. Seperti daging yang membusuk. Tangannya terlalu panjang. Terseret di lantai. Berakhir dengan cakar-cakar tajam.

Kepalanya dihiasi satu mata merah. Mulut yang terlalu besar diisi gigi runcing.

Makhluk itu meraung. Menerjang.

Dan Monika—

Tersenyum licik.

Dia bergeser. Bilah di pinggangnya ditarik. Alucinor melewatinya.

Dan dia menebas.

Darah hitam mengucur.

Sepotong cakar tergeletak.

Raungan demon itu terdengar di kegelapan malam.

Alucinor menggeram marah. Kembali menyerang. Sang hunter berkelit. Menghindari cakar si monster.

Monika meluncur. Ke belakang demon itu. Bilahnya kembali terayun.

Bunyi kepala yang jatuh memekakkan.

"Pfft, too easy."

Sepasang mata biru mengamati saat tubuh demon ambruk. Menggeliat sekilas. Berubah menjadi asap hitam. Hal ini sudah sering disaksikan oleh sang hunter. Dan Monika hanya terkekeh.

Dia berjalan kembali ke lorong. Ke tempat dia tadi memberikan calon korban demon ke Eraserhead dengan tidak etisnya. Aizawa menyapanya dengan muka datar. Alis hitam terangkat.

"Menemukan sesuatu?"

Monika mengendikkan bahu. "Hanya anjing liar," ucapnya sembari menyeringai.

"Aku sudah mengurusnya."

Pro Hero di depannya mendesah. Rambut hitam turut bergerak ketika dia menggeleng.

"Kau tau orang ini memakai narkotik, kan? Itu halusinogen. Apa yang kau harapkan? Monster sungguhan?"

Monika hampir tertawa.

Ah, seandainya kau tahu...

Kata-kata itu ironis sekali.

"Lebih baik aman daripada menyesal," timpal Monika santai.

"Aku sebaiknya mengecek timku. Lagipula, kau harus mengurusnya."

Telunjuknya mengarah ke si wanita yang tergeletak. Pingsan karena shock.

Aizawa merutuk.

***

"So... apa saja yang kau dapatkan disana T-byte?"

Manfred mendesah. Sudah lelah berkali-kali mengingatkan Monika untuk tidak memanggilnya begitu. Mungkin itu salahnya sendiri. Dia tidak pernah berhenti memanggil rekannya itu fräulein.

Gadis berambut biru muda itu dengan santai menyamakan langkahnya. Dua langkah kaki berderap bersama di koridor panjang markas The Children.

"Aku belum mengeceknya. Masih menunggu yang lain."

Tangan Manfred terangkat. Monika bisa melihat guratan biru yang ada di ujung-ujung jarinya. Guratan itu berpendar dan tampak artifisial. Mengingatkannya pada komponen komputer.

Dan memang benar. Ujung jari Manfred bisa mengeluarkan usb. Dia bisa menggunakan quirk uniknya itu untuk mengekstrak data dari komputer dan benda elektronik lain kapan saja.

"Kalau begitu, sebaiknya kita ke ruang rapat."

"Aku penasaran apa yang Apollyon Apothecary punya untuk kita."

***

Nomura dan Minami sudah menunggu mereka. Keduanya tampak sibuk membicarakan sesuatu. Kertas-kertas dokumen berserakan di atas meja. Beberapa tampak kumal. Sudah pasti kertas yang ditemukan Manfred di rumah tua.

"Heya? Ada tambahan info?" tanya Monika sembari duduk. Minami mengangguk.

"Sebaiknya kita menunggu Hawthorne-san," ucap ketua tim itu. "Oh, dan Schreier-san, meja ini adalah meja holografis interaktif, kau bisa memindahkan datanya kemari."

Manfred mengangguk. Dia mencari tempat untuk menyambungkan usb di salah satu sudut meja. Kemudian mulai mentransfer data dari komputer. Tepat saat, itu Fleur mengintip dari balik pintu. Kacamata lab masih terpajang di wajahnya.

"Apa aku terlambat?"

"Tidak, Hawthorne-san, kami baru akan mulai. Masuklah."

Dengan begitu, lima anggota Asclepius' Staff sudah berkumpul.

"Aku menemukan tempat dimana geng penyebar narkotika itu berkumpul," ucap Minami sebagai pembukaan. "Sebuah gedung terbengkalai di sebelah selatan."

Nomura berdehum. "Apa kita harus mengurus mereka? Maksudku—aku tahu kalau Apollyon adalah target terbesar kita. Akan tetapi geng ini—"

"Kupikir kepolisian dan Pahlawan setempat sudah mulai bergerak," sanggah Monika. "Eraserhead juga ada dalam kasus ini. Kalau menurutku, kita bisa serahkan pada mereka."

Yang lain mengangguk-angguk. Terdengar bunyi berdenting kecil dari arah Manfred. Dia menarik tangannya. Kemudian mengetuk meja dua kali. Sebuah control pad hologram muncul. Jari pria itu bergerak dengan lincah. Sedetik kemudian, layar holografis muncul di udara. Menampilkan berbagai file dan data. Manfred membuka salah satunya.

"Huh? Jurnal?"

***

DREAM EATER PROJECT

By : Dr. A■■■ K■■■■■■■■

<><><>

Entry 1 [■1/■■/2■■■]

Manusia tidak bisa menggunakan 100% kapasitas otaknya.

Itu sebabnya proyek ini dilangsungkan. Manusia memiliki penghalang natural di otak mereka. Penghalang ini mencegah manusia menjadi sempurna. Mencegah kita berpikir dengan segenap kemampuan.

Sejauh ini aku belum menemukan cara untuk membuka "tabir" di pikiran manusia itu. Dan aku tidak tahu apakah itu bahkan masuk ke ranah sains.

Akan tetapi, Apollyon memiliki lebih dari sains.

Aku tidak sabar.

<><><>

Entry 2 [■5/■■/■■■■]

Pil itu sudah selesai. Secara resmi kami menyebutnya [ERROR]

Tetapi aku menamainya Somnus.

Seperti dewa mimpi mitologi Romawi. Benar-benar sangat cocok untuk pil kecil ajaib ini.

Para apoteker lain akan segera mencari tes subjek. Sebentar lagi obat ini akan segera diuji.

<><><>

Entry 3 [■■/■■/■■■■]

Obatnya berkerja sangat baik. Orang-orang itu mulai bisa lebih melihat lebih banyak. Mendengar lebih banyak. Pikiran mereka mulai terbuka.

Selangkah lagi menuju pendewaan.

Sayangnya, residu sihir yang dikeluarkan obat itu memancing lebih banyak iblis juga.

Aku harus menyempurnakannya.

<><><>

Entry 4 [■■/■■/■■■■]

Aku masih belum bisa menemukan ramuan yang tepat.

Para polisi juga mulai mengendus keberadaan obat kami. Mereka menyebutnya narkoba. Hah! Sungguh lucu.

Akan tetapi kami tidak bisa terus di sini. Beberapa apoteker mulai memindahkan riset dan percobaan kami ke [DATA CORRUPTED] kemarin.

Proyek ini harus sempurna.

<><><>

***

Jurnal itu berakhir.

Ditutup logo dua huruf 'a' kapital yang tampak saling membelakangi.

Apollyon Apothecary.

Manfred berusaha membuka file-file lainnya. Namun sayang sekali semua data yang ada sudah terhapus atau korup. Dia mendesah. Memandang yang lain. Lalu menggeleng.

"Woah, itu—sesuatu," gumam Fleur. Matanya menyipit.

"Ini bukan kali pertama aku ditugaskan di Asclepius' Staff, akan tetapi, aku masih tidak yakin apa tujuan Apollyon."

"Entahlah," Minami mengurut pangkal hidungnya. "Sampai sekarang kita tidak tahu pasti."

Nomura berdehum. Tangannya mengetuk meja. "Kalau melihat kasus dahulu, mereka sepertinya terobsesi untuk membuat manusia yang—" Nomura melirik ke hologram dan mendecih.

"Sempurna."

Tangannya membentuk gestur tanda petik. Monika mengangguk setuju.

"Apapun itu," ucapnya. "Aktivitas mereka mengundang demon, dan tugas The Children adalah memburu."

"Benar, bagaimanapun, kita harus menghentikan mereka membawa lebih banyak demon. Lagi," ungkap Minami. Dia melirik ke layar hologram yang berpendae biru.

"Misi utama kita adalah AA dan monster yang mereka bawa," ucap ketua tim itu memutuskan.

"Ashling-san benar. Biar pihak berwenang lain yang mengurusi geng."

Dia lalu melirik ke Fleur. Mata penuh perhitungan. Jari-jarinya tertaut.

"Hawthorne-san, aku harap meteran anomali itu cepat selesai," perintahnya.

"Besok, kita cari narkoba itu ke akarnya."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro