Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6. Partner in Crimes

Sejak pertemuannya dengan Izuku dan imp malam itu, Dorothea jadi punya teman untuk keluyuran malam hari dan mencari demon yang belum diurus anggota resmi The Children. Dan karena ayah Izuku ternyata satu-satunya hunter aktif di Musutafu, tugas mereka cukup banyak.

Untung biasanya hanya tier 1 atau 2. Urutan 3 ke atas yang lebih berbahaya selalu diprioritaskan oleh Hisashi. Jadi, mereka tidak terlalu kesulitan.

Seperti malam ini.

Dorothea bangun oleh bunyi bip. Sebelum mengirim lokasi distrik pembangunan ke Izuku. Anak itu belum punya meterannya sendiri. Jadi Dorothea yang harus menyuplai informasi munculnya demon.

Lokasi itu diikuti dengan pesan 'tier 2'. Izuku sudah paham maksudnya.

Sekarang, gadis itu berdiri di salah satu atap setengah jadi. Tangannya menggenggam meteran anomali. Mata emas memperhatikan pergerakan titik merah di layar.

Berusaha keras tidak mengacuhkan pria semi-transparan di sampingnya.

"Bukannya ini terlalu malam untuk gadis kecil keluar?"

Dorothea berusaha keras untuk tidak menengok dan membentak makhluk sialan itu. Memilih untuk mengeluarkan ponsel. Menekan nomor Izuku.

"Midoriya-san? Dimana posisimu?"

"Aku sudah melihatnya. Kau?"

"Di atap beberapa blok ke barat."

"Ah baik, kalau begitu—uh, Dorothea-san, dia bergerak ke arahmu!"

Benar saja, titik merah di layar mulai berpindah lebih cepat.

"Baiklah, kau mengejarnya?"

"Yep! Dia cepat!"

Dari jauh, dia sudah bisa melihat monster itu berlari di jalanan. Berdiri di atap memang memberikan pandangan luas.

"Hitungan tiga, kau tutup matamu."

"Huh?"

"Satu..."

Dorothea mengeluarkan sesuatu kecil bulat dari tasnya.

"Hei, tunggu"

"Dua..."

Dorothea menunggu sampai demon itu dekat.

"Tiga!"

Dia menarik pin di benda itu. Lalu Menjatuhkannya tepat di depan si monster.

Dan cahaya membuncah di jalan. Mengiluminasi malam.

Dorothea sendiri harus berpaling. Menutupi mata dengan lengan. Efek bom itu bisa membuatmu buta sesaat.

Setelah cahayanya dirasa cukup meredup, barulah gadis itu berani mengintip ke jalan di bawah.

Izuku ada di sana. Tangannya melambai ketika dia mendongak dan menatap Dorothea. Tandanya masih bisa melihat.

Baguslah dia menuruti perintah tadi.

Dorothea melompat. Berpegangan pada tiang air. Jatuh ke balkon kecil. Lalu turun dengan tangga api yang ada di sana.

"Itu—itu light grenade? Darimana kau dapat light grenade?" tanya Izuku setelah dia mendekat.

"Tidak penting." Si gadis hanya mengendikkan bahu.

Mereka mendekati onggokan demon di tanah. Masih ada kepala menggeram dan menggeliat. Impresif, makhluk itu masih hidup setelah terkena bom cahaya. Biasanya hyaepine langsung mati jika terkena sinar barang sedikit.

"Kita akhiri saja," gumam si gadis. Tangan terulur. Satu benang menjulur dari jari telunjuknya. Dia mengibaskan tangan.

Benang tipis itu memenggal kepala si demon seperti pisau pada mentega.

"Fiuuh, selesai!" gumam Izuku. "Quirkmu bisa jadi mematikan sekali, ya?"

"Yeah," gumam si gadis sembari terkikik. Dulu dia juga tidak berpikir begitu.

"Ngomong-ngomong, Dorothea-san..."

"Hmm?"

"Besok libur. Kau ada rencana? Okaa-san ingin mengundang keluargamu makan bersama di tempat kami."

Alis Dorothea naik. "Atas dasar apa?"

"Entahlah." Izuku berdehum. "Kupikir mereka cuma penasaran soal siapa temanku?"

"Tentu, aku tidak keberatan," ucap Dorothea sembari mengangkat bahu.

"Aku harus bilang Mom dan Dad dulu, tho. Mom pasti akan dengan senang hati membuatkan pai untuk dessert."

Izuku tersenyum lebar. Senyumannya mungkin lebih terang daripada light grenade.

Gadis itu balas tersenyum. Namun, langsung lenyap ketika melihat pria transparan di atap ikut turun. Memasang pandangan tidak percaya ke sisa-sisa monster.

"Astaga! Makhluk apa itu?! Kalian itu siapa?! Kalau aku masih hidup aku pasti akan melapor untuk vigilantisme!"

Dorothea mendesah.

Kadang, hantu memang sangat menyebalkan.

***

Keluarga Tuning berdiri di depan salah satu pintu apartemen. Sang Ayah—Akira Takeshita-Tuning—memutuskan untuk mengetuk pintu. Kemudian menunggu di lorong.

"Ini benar tempatnya, kan?"

"Iya, Dad. Kau sudah tanya berapa kali?"

Belum sempat Akira membalas, suara seseorang menyahut dari dalam apartemen. Kemudian, pintu dibuka.

"Ah! Kalian pasti keluarga Tuning!"

Seseorang yang membukakan pintu—Dorothea menebak dia Midoriya Inko, ibu Izuku—tersenyum lebar. Dia segera menyuruh mereka masuk.

"Maaf agak sempit di sini! Oh, Hisashi! Izuku! Mereka sudah datang!"

Tampak Izuku dan seorang pria dewasa sedang menata makanan di meja kecil. Pria itu tampak seperti Izuku versi tua. Kalau Izuku punya rambut dan mata hitam.

Pasti itu Midoriya Hisashi, pikir Dorothea. Tunggu dulu, berarti

Pandangan Avery dan Hisashi sama-sama melebar ketika bertatapan satu sama lain.

"Dragon?"

"Morrigan?"

Yep. Tentu saja.

Mereka menyebutkan codename satu sama lain.

Dorothea hampir menepuk kepala. Dia lupa akan kemungkinan Ibunya mengenali ayah Izuku. Mereka sama-sama hunter. Dan setidaknya mereka jelas melakukan satu misi bersama. Scrouge Healer.

"Jadi, aku harusnya sudah menduga, huh? Kau memang satu-satunya hunter aktif di Musutafu," ucap Avery geli.

"Hahaha, yep! Ah, silahkan duduk!"

Izuku mengenalkan keluarganya. Begitu juga dengan Dorothea. Walaupun secara teknis Hisashi dan Avery sudah saling kenal. Inko langsung mengenali Akira, yang notabene memang desainer mumpuni. Sang ayah hanya tersenyum simpul.

Wanita berambut hijau itu memasak banyak makanan untuk menjamu mereka. Mulai dari tempura sampai yakisoba. Mereka makan bersama-sama. Sesekali diselingi obrolan. Terutama para orang tua yang merasa senang anaknya bisa akrab.

"Aku senang sekali Dorothea-san mau berteman dengan Izuku," ucap Inko.

"Begitu juga dengan Dorothea. Dulu dia begitu pendiam," timpal Akira sembari terkekeh. "Aku sampai terkejut ketika dia bilang dia punya teman!"

"Ya. Tapi rasanya agak melegakan," gumam Avery.

"Hmm! Aku senang little bush mendapat teman yang baik!"

Hisashi dan Avery saling bertukar senyum. Kemudian pria itu berdehum.

"Setidaknya kalau mereka berburu berdua, kita tidak perlu khawatir."

"Ahaha, benar sekali."

Eh?

Hening.

Suara alat makan berhenti.

Tidak ada yang bergerak.

Mata dua anak itu melebar.

EEH???

"Tunggu, kalian tahu?!" jerit Dorothea.

"Uh, kau tidak benar-benar tenang saat keluar dari kamar," ucap Akira geli.

Dorothea tidak percaya ini. Kalau hanya Ibunya, mungkin wajar. Avery mantan The Children. Sulit melewati mata awas sang ibu. Tetapi Akira?

Itu hanya berarti Dorothea payah soal menyusup.

"Dan kau membawa meteran anomalimu. Aku bisa menebak apa yang kau lakukan," tambah Avery.

"Kau juga, Izuku," celetuk Hisashi. "Menurutmu aku tidak menyadari tiba-tiba demon tier dua yang muncul dihabisi begitu saja?"

Hisashi menyumpit tempura. Memandang anaknya yang menggeliat canggung di kursi.

"Tentu aku curiga. Dan bayangkan apa yang aku lihat saat sampai di lokasi kemunculan mereka!"

"Jantungku hampir copot ketika kau tidak ada di kamar," ucap Inko mengelus dada. "Untung Otou-sanmu meyakinkan kalau kau baik-baik saja."

Izuku mengerang. Menjatuhkan kepala ke meja. Dorothea sendiri menutupi muka. Keempat orang tua di meja itu menahan senyuman geli.

"Kalian harus lebih banyak melatih stealth," saran Avery.

"Dan aku harus memberikanmu meteran anomali sendiri." Hisashi melirik Izuku. "Dan perlengkapan. Supaya kau berhenti meminjam milikku."

"Uh, kalian—" Dorothea menggigit bibir. "Kalian tidak marah?"

"Tidak juga," ucap Avery. "Aku juga melakukan hal seperti itu saat seumuran kalian."

"Apa kalian akan menyuruh kami berhenti?" bisik Izuku. Menunduk dan memainkan jarinya.

"Mungkin di situasi lain," guman sang ayah. "Sekarang, Children of Earth kekurangan tangan. Dan jujur, kalian sangat membantu."

"Tapi kalau kau terluka atau semacamnya, kau langsung berhenti, oke?" timpal Inko.

Akira berdehum setuju. "Dan tolong berhati-hati. Kalau terlalu berbahaya, lupakan saja!"

"Kau masih akan dihukum, tho!" ucap Avery kepada Dorothea. Mengacak rambut merah yang mirip rambutnya sendiri.

"Sesi mentoringmu dengan Nikky dan Monika akan ditambah!"

Gadis bermata emas itu meringis.

"Mom, itu bukan hukuman. Aku senang berlatih dengan Auntie Nikky dan Auntie Monika."

Hisashi mengelus dagu. "Nikky dan Monika? Blacksmith dan Daydream?"

"Tepat sekali!"

"Oh!" Dorothea menepukkan tangan. "Bagaimana kalau Midoriya-san juga ikut? Kita bisa berlatih bersama!"

Keempat orang tua itu saling berpandangan. Kemudian terkekeh bersama-sama.

"Kalian partner, kan?" tanya Akira. "Sepertinya menjadi teman latihan bukan ide buruk."

Inko tertegun. "Eh? Sungguh? Kami tidak mau merepotkan—!"

"Tidak! Aku yakin duo hunter itu akan senang dapat murid baru," ucap Avery sembari menyeringai.

Pembicaraan kemudian beralih ke rencana pelatihan dua anak itu. Sementara Izuku dan Dorothea bertukar pandangan lega. Merasa beruntung mereka tidak dimarahi.

Sebelum merasa senang karena bisa berlatih bersama setelah ini.

***

Ini adalah pekan pertama Izuku untuk berlatih dengan Nikky Ito dan Monika Ashling. Hunter teman ibu Dorothea yang tinggal di Hosu.

Mereka berdua—ditemani Avery—berangkat menggunakan kereta pagi. Sepanjang perjalanan, Dorothea menenangkan Izuku yang merasa agak gugup, tetapi bersemangat.

Setelah sampai, mereka melanjutkan perjalan dengan taksi. Ke sebuah toko barang antik dengan papan bertuliskan 'THE HOURGLASS'.

"Mom tinggal, ya?" ucap Avery. Kembali masuk ke taksi. "Kalian baik-baiklah dengan Nikky dan Monika. Nanti kujemput!"

"See you later, Mom!"

"Sampai nanti, Avery-san!"

Mereka melambai ke taksi yang segera berlalu. Sebelum berbalik dan menghadap The Hourglass.

Izuku menyadari model toko itu berbeda dari toko dan bangunan lain di area itu. Dibangun dengan gaya Viktoria yang membuatnya kelihatan unik. Tampak sedikit tua.

Ada beberapa tumbuhan rambat yang entah sengaja ditumbuhkan atau tidak. Cat birunya juga terkelupas di sana-sini. Menambah kesan lama yang sangat dominan.

"Tunggu apa lagi? Ayo!"

Dorothea menarik tangan Izuku. Menuntunnya menuju ke pintu kaca. Izuku melihat tanda bertuliskan 'buka' di baliknya. Dorothea langsung mendorong pintu.

Kesan pertama, tempat itu berantakan.

Buku-buku memenuhi rak. Bahkan ada yang ditumpuk di lantai. Topeng, perisai, jam, dan lukisan memenuhi dinding tanpa rak atau lemari.

Meja yang ada penuh sesak dengan patung, keramik, atau barang lain yang anak itu tidak yakin apa. Begitu juga dengan etalase kaca dan meja kasir. Semua tempat datar penuh dengan barang.

Dan ditengah kekacauan itu—

Seorang wanita berambut hitam panjang memiting wanita blonde di lantai.

Izuku tersentak kaget. Namun, Dorothea sama sekali tidak berjengit. Gadis itu malah tersenyum.

"Halo Auntie Nikky! Auntie Monika!"

"Lil' psychic!" Yang di lantai menjerit. "Penyelamatku! Tolong suruh Nikky pergi dari punggungku!"

"You deserve it, you little shit," desis si rambut hitam.

Pada akhirnya, dia melepaskan wanita blonde itu. Yang dengan dramatis menarik napas dalam-dalam.

"Apa aku mau tahu?" tanya Dorothea sembari mengangkat alis.

"Nah, kit, dia hanya mencuri kueku."

Wanita itu berdiri. Menepuk debu dari cardigan berwarna krem yang dia pakai. Kemudian, matanya berpaling ke Izuku. Dan anak itu langsung menyadari satu hal.

Netra wanita itu hijau-biru.

Complete heterochromia, ya?

"Kau pasti Izuku Midoriya," ucapnya. "Namaku Nikky Ito. Dan yang tadi itu Monika Ashling."

Wanita pirang—Monika—memberi salutan dengan dua jari sembari bersender di meja.

Nikky menggeleng memandang temannya. Sebelum kembali ke Izuku dan mengulurkan tangan. Anak itu menjabatnya.

"Salam kenal, Ito-san."

"Uh, Nikky saja, tolong," ralatnya. Sebuah senyum tersungging di bibir.

"Dorothea banyak berbicara soalmu."

"Oh, sungguh?"

"Yep, dia bilang kau punya bakat," tambah Monika. Maju dan berdiri di samping Nikky. Ada senyum jahil di wajah putihnya.

"Namun, bakat kalian belum terasah kalau keluar malam hari saja masih ketahuan."

Izuku dan Dorothea serentak meringis.

"Itu sebabnya kalian harus latihan," ucap Nikky sambil mengelus dagu. "Kalian butuh peningkatan stealth."

Monika menjentikkan jari. "Dan senjata. God's know kalian butuh senjata bagus untuk memburu demon!"

Dua hunter itu memandang Dorothea dan Izuku bergantian. Senyuman mulai menyusup di wajah mereka.

"Ayo kita pergi ke fasilitas latihan COE," ucap Monika. "Kita ada sarana di sana."

"Yeah. Aku akan ambil tas di belakang dulu."

"Oi, Nikky! Sekalian ambilkan milikku!"

"Ambil sendiri, Ashling!"

"Ehh? Nikky kejam! Tadi kau mencekikku. Sekarang ini?"

"Itu balas dendam untuk kueku!"

Kedua wanita itu saling mencibir. Sampai akhirnya mereka memasuki pintu di belakang meja kasir. Keluar dari area toko.

Izuku mengerjap. Melirik Dorothea yang tertawa kecil di sampingnya.

"Jadi... itu Monika dan Nikky?"

Sekarang, gadis itu tergelak. "Yep! Tenang. Walaupun begitu, mereka sebenarnya teman baik!"

"Huh, begitu ya..."

Dia mengingat cara Nikky memiting Monika tadi. Izuku ingat tangannya selalu agak longgar. Lebih seperti berakting. Sepertinya mereka memang tidak punya niatan menyakiti. Hanya candaan.

Seandainya Katsuki atau 'temannya' yang lain juga begitu.

Namun, sayang 'candaan' mereka biasanya membuat Izuku berakhir dengan lebam atau luka bakar.

"Hei?"

Suara lembut dan tepukan pelan di pundak langsung menyadarkannya. Mata emas Dorothea sarat akan khawatir.

"Apa kau baik-baik saja?"

"Y-ya," gumam Izuku. "Hanya agak gugup."

"Tenang, Nikky dan Monika itu guru yang baik," ucap Dorothea. Izuku tertawa.

"Ya. Kau sudah mengatakan itu berkali-kali sejak pagi."

"Iya? Heh, my point still stand," kata si gadis sembari berkacak pinggang.

"Lagipula, ada aku! Kita di sini bersama-sama!"

Izuku membalas senyuman hangat Dorothea. Benar. Mereka bersama-sama. Dorothea adalah temannya.

Teman sejati. Tanpa tanda kutip.

Tak lama kemudian, Nikky dan Monika keluar lagi. Nikky dengan tas pinggang kulit dan Monika dengan tas selempang.

"Ayo ke depan, kit, bun. Aku akan panggil taksi," kata Nikky.

"Eh? Bun?"

Mata heterokrom Nikky menatapnya. Satu alis terangkat. Dia kemudian menunjuk Dorothea.

"Kitten."

Lalu menunjuk Izuku.

"Bunny."

Muka anak hijau itu langsung memerah. Sementara Dorothea terkekeh di sampingnya.

Dua wanita dewasa itu keluar mendahului mereka. Masih membicarakan sesuatu bolak-balik. Izuku dan Dorothea berpandangan.

"Siap untuk latihan, partner?" tanya Dorothea. Mata emasnya berkilat.

Izuku terkikik. "Tentu saja—"

"Partner."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro