
Chapter 19 : Venture
Dorothea merasa tidak seharusnya berada di sini.
Anak-anak kelas 1-A berdiri di dekat bus yang akan mereka tumpangi menuju ke kamp pelatihan.
Bus yang akan Dorothea tumpangi juga.
Kecemasan gadis itu naik seratus persen.
Dia tahu ide ini masuk akal. Dengan pergi ke kamp pelatihan, setidaknya Kuba dan Seren tidak akan bisa menemukannya selama beberapa hari. Dia akan aman dan tersembunyi. Sementara Monika, Nikky, dan semuanya akan memburu dua buronan itu. Ayahnya setuju. Kawan-kawannya setuju. Nikky dan Monika setuju.
Dia tahu rencana ini masuk akal.
Namun, masuk akal bukan berarti Dorothea akan menyukainya.
Kerumunan orang asing bukan hal yang dia sukai.
Bersosialisasi bukan keahliannya.
Dia bahkan tidak tahu bagaimana dia dan Shinsou berakhir berteman. Atau kenapa Hikaru dan Tanaka mengajaknya bicara dulu di kantin.
Jadi, sebagai ringkasan—
Dorothea sekarang sedang tidak bersenang-senang.
Dia berdiri agak jauh dari gerombolan murid yang saling mengobrol. Entah harus merasa senang atau tidak ketika mereka mengabaikannya.
"Mungkin kau bisa coba kesana? Memperkenalkan diri?" ucap Eins di telinganya.
Dorothea mendengus.
"Entahlah Eins, aku nyaman-nyaman saja berdiri di sini," bisiknya.
Dalam hati dia bersyukur Nezu memperbolehkannya memakai syal panjang untuk menutupi pembicaraannya dengas si hantu.
Eins sepertinya tidak puas dengan jawaban itu.
"Serius, kau mau tetap diam selama ada di—"
"Dorothea-kun!"
Gadis berambut merah itu tersentak. Kepalanya terangkat.
Suara itu familiar. Dan laki-laki berkacamata pemiliknya bergerak mendekat.
Iida Tenya.
Dorothea lupa kalau dia kelas 1-A.
Gadis itu menghembuskan napas lega. Setidaknya ada satu murid yang dia kenal di sini.
"Senang bertemu denganmu lagi, Iida-san," ucapnya sopan sembari tersenyum.
"Aku juga, Dorothea-kun! Tetapi..., apa yang akan kau lakukan di sini?"
"Ah itu—" Dorothea menggaruk lehernya. "Aku akan ikut kalian ke kamp pelatihan."
Mata Iida tampak mengerling. Dia tersenyum lebar. Tangannya memotong udara selagi bicara.
"Oh! Itu berita bagus, Dorothea-kun! Ayo aku kenalkan dengan yang lain!"
"E-eh? Tunggu—"
Dorothea belum sempat memprotes. Iida sudah menariknya menuju gerombolan murid lain. Gadis itu bersumpah mendengar Eins tertawa.
Dasar pengkhianat!
"Teman-teman!" Iida berkata dengan suaranya yang keras. Alhasil membuat pandangan yang lain langsung tertuju ke arahnya.
"Ini Dorothea Tuning! Anak kelas 1-C. Dia akan ikut kita ke kamp pelatihan!"
"Ah, uhm," Dorothea tergagap.
"Panggil saja aku Dorothea. Salam kenal," ucapnnya sembari menunduk.
Seorang gadis berambut hijau gelap panjang tampak mengamatinya. Lidahnya sedikit menjulur keluar.
"Kau kenal dia, Iida-chan, kero?"
K-kero?
"Iya!" jawab Ida. Tangannya memberi gestur ke Dorothea. "Dia yang menyelamatkan kakakku."
Ah, bloody hell—
"EEEEEHH???"
Anak-anak kelas 1-A langsung ramai. Mata mereka mendelik. Dorothea menggaruk kepalanya.
"Ah, aku hanya menelpon ambulan—"
"Tetap saja! Itu sangat manly!" puji seorang anak berambut merah. Mencuat ke atas melawan gravitasi. Deretan gigi tajam menghiasi senyuman yang lebar. "Aku Kirishima Eijiro, salam kenal!"
Dia menunduk kecil. Dorothea mengikuti dengan canggung.
"Apa kau akan ditransfer ke Prodi Pahlawan?"
"Aku tidak mau menjadi Pahlawan."
Jawaban itu otomatis. Dorothea tahu dia pasti terdengar seperti rekaman yang rusak. Gadis itu berjengit.
"Uh, aku—aku punya alasan lain untuk ikut."
"Oh, apa itu, kero?" gadis berambut hijau gelap tadi mendekatinya.
"A-ah, aku pikir lebih baik Aizawa-sensei yang menjelaskannya."
Gadis di depannya menaruh telunjuk di dekat bibir.
"Mungkin," jawabnya. Dia tersenyum. "Namaku Asui Tsuyu. Panggil aku Tsu, kero."
"Ah, senang berkenalan denganmu, Tsu-san."
Suara derap kaki membuat Dorothea menoleh. Seorang gadis berambut cokelat mendekatinya dengan senyum ramah. Diikuti anak berambut hijau dan anak berambut separuh merah dan separuh putih.
"Halo, Dorothea! Namaku Uraraka Ochako! Ugh, Iida! Kenapa kau tidak bilang kau punya teman di kelas lain?"
"Namaku Todoroki Shouto."
"Namaku Midoriya Izuku! Salam kenal!"
Dorothea merasakan hawa dingin dari Eins. Tunggu dulu—
"Ah, kau!" Dorothea menunjuk Midoriya. Laki-laki itu tampak terkejut dan mundur selangkah.
"Kau bocah brokoli yang melawan Shinsou!"
"B-brokoli?" gumam Midoriya. Kemudian dia tersadar. "Ah? Kau kenal Shinsou?"
"Yep, dia salah satu sahabatku," jawab Dorothea. "Kau hebat juga, bisa lepas dari cuci otaknya! Heh, apa mungkin kau mendapat bantuan... spiritual?"
"Haha, lucu sekali Dorothea," dengus Eins.
Dorothea menyembunyikan tawa kecil di balik syal. Dia tidak yakin apa Eins atau pewarisnya yang lain membantu Midoriya saat itu. Ya, setidaknya Dorothea bisa menggoda si hantu.
Yang lain hanya menatap bingung.
"Uhh, soal quirk," gumam Uraraka. "Apa kami boleh tahu quirkmu?"
"Oh! Itu disebut Thread. Aku bisa menciptakan benang dari ujung jari dan mengatur kekuatan dan ketebalannya. Aku juga bisa mengendalikannya selagi itu masih menempel di jariku."
Lagi-lagi jawaban standar. Sepertinya semua orang punya satu. Pertanyaan 'apa quirkmu?' memang kelewat wajar sekarang.
Dorothea mengangkat telunjuknya. Kemudian membiarkan satu helai benang meluncur dan menari di udara. Uraraka menggumamkan 'oh' panjang. Todoroki berdehum. Seperti memikirkan sesuatu. Dan Midoriya—
Midoriya melakukan rap.
"Oh, apa itu hanya keluar di jari tanganmu? Apa kau bisa membuatnya dari kaki? Anggota tubuh lain? Seberapa kuat kau bisa membuatnya? Bagaimana kau menggunakannya sejauh ini? Apa ada efek sampingnya? Apa kau bisamengendalikannyajika—"
"Oh, dearie," Dorothea tertawa. "Aku tidak bisa menjawabmu kalau kau tidak berhenti dan memberiku waktu menjawab!"
Pipi Midoriya berubah menjadi merah. Dan Dorothea terkekeh.
"Sejauh ini aku bisa menggunakannya untuk menarik dan mengikat. Jika kubuat cukup tipis dan kuat, benangku bisa untuk memotong."
"Wow, itu pasti sangat berguna untuk penyelamatan, kero," komentar Tsuyu.
"Ya! Quirkmu hebat," puji Iida.
"Uhm, Dorothea."
Gadis itu menoleh. Menatap anak berambut merah putih yang memanggilnya. Muka Todoroki tampak datar. Ditambah bekas luka di wajahnya, anak ini terlihat agak mengintimidasi. Dorothea menelan ludah.
"Kau—"
Todoroki tampak serius.
"Apa kau kerabat Best Jeanist?"
Hening.
Huh.
Huh?
Apa?
"Ah... ini lagi..." desah Midoriya.
"Eh?? Deku-kun, apa maksudmu lagi?" tanya Uraraka.
"Todoroki-kun, kenapa kau berkata seperti itu?!" sela Iida.
"Siapa Best Jeanist—?" tanya Dorothea.
Belum sempat Todoroki membuka mulut dan menjelaskan teori konspirasinya—atau apapun itu—sebuah suara batuk menyela.
"Sudah selesai mengobrolnya?"
Aizawa berjalan mendekati mereka. Penampilannya tidak berubah. Dengan pakaian serba hitam dan syal—capture weapon—terlilit di leher.
"Semester pertama U.A. sudah selesai dan saatnya liburan musim panas," ucap guru itu.
"Akan tetapi—"
Pandangannya menusuk.
"—Kalian yang ingin menjadi Pahlawan tidak akan punya waktu berisitirahat."
"Di pelatihan musim panas ini," lanjutnya. "Kami akan melatih kalian menuju puncak yang lebih tinggi, 'Plus Ultra'."
"HAI!"
Semua murid menjawab serentak. Kecuali Dorothea yang tampak ragu.
"Ah, ya, satu hal lagi," ucap Aizawa. Mata hitam menatap gadis itu.
"Dorothea, kemari sebentar."
Dorothea maju dengan terburu-buru. Berdiri di dekat guru yang bermata lelah itu.
"Ini Dorothea Tuning. Dari Klub Jurnalistik Internasional U.A. yang baru saja dibuat," jelas Aizawa.
"Dia akan ikut untuk mendokumentasikan kegiatan ini dalam artikel bahasa inggris. Kalian baik-baiklah dengannya!"
Dorothea berjengit.
Jadi alibi itu benar kita pakai, huh?
Yah, setidaknya itu tidak sepenuhnya bohong.
Pikiran Dorothea melayang saat dia bertemu Nezu sewaktu pulang sekolah.
***
Flashback
"Jadi, uh, Dad dan yang lainnya sudah setuju?"
"Benar sekali Miss Tuning!" ucap Nezu sembari menyesap teh.
Dorothea menunduk dan melihat cangkirnya sendiri. Tangan memainkan kain roknya dengan ragu. Dia dan Nezu duduk di ruang guru. Mendiskusikan rencana mengirim Dorothea bersama Prodi Pahlawan.
"Uh, tapi kalau aku ada di sana, apa yang harus kukatakan pada mereka?"
Si kepala sekolah berdehum. Meletakkan cangkir ke piring dengan bunyi 'klik' pelan.
"Untuk cover story, kita bisa bilang kau akan ditransfer ke Prodi Pah—"
"Oh, pardon my language but that's a bloody no!" sela Dorothea. Nezu diam. Dan berkedip.
"Ah, um," tangan Dorothea menggenggam.
"Maaf Nezu-san, pertama, alasan itu membuatku tidak nyaman. Aku sama sekali tidak mau menjadi Pahlawan."
Nezu mengangguk mengerti. Dorothea melanjutkan.
"Kedua, kalau kita menggunakan alasan itu, aku harus ikut berlatih," ucapnya.
"Dan ketiga. Kau tidak lihat? Lenganku ekuivalen dengan pasta basah. Aku jarang berlatih. Dan kalau aku secara mendadak harus berlatih seperti anak Prodi Pahlawan, tulangku bisa remuk."
"Hmm, ya itu bisa jadi masalah," gumam Nezu.
"Untung saja aku punya ide lain."
Tentu saja dia punya. Dia Nezu. Malah aneh kalau dia tidak punya rencana B.
Dorothea mendengarkan dengan cermat.
"Present Mic bilang kau pandai membuat tulisan dan laporan bahasa inggris, betul?"
"Eh? Yah, aku native speaker, jadi—"
"Kalau begitu, kau bisa datang dengan kedok membuat artikel!"
"A-artikel?"
"Ya!" ucap Nezu. "Dengan begitu kau bisa mengamati mereka dan tidak perlu berlatih!"
Si tikus—beruang—apalah dia itu—menggosok dagunya yang berbulu.
"Dan kalau kau benar-benar membuat satu artikel bahasa inggris soal kamp pelatihan, itu bagus. Aku bisa memasukkannya ke nilai tambahan."
Dorothea berdehum. Dia tidak perlu ikut turun langsung ke kegiatan. Hanya mengamati. Membuat artikel bahasa inggris juga bukan hal yang sulit. Mengingat itu bahasa ibunya. Dia bisa menulis satu dengan mudah. Dan iming-iming nilai tambah itu boleh juga.
"Baiklah," ucap Dorothea. Kemudian satu hal terbesit di benaknya.
"Tetapi, kalau mereka bertanya, aku menulis artikel untuk apa?"
Nezu menyesap teh. Tampak berpikir. Dorothea ikut meminum miliknya. Berusaha menghiraukan pandangan si Kepala Sekolah yang tampak merencanakan sesuatu.
"Bagaimana kalau—hmm—"
Nezu tersenyum kecil. Lalu menatap Dorothea.
"Bagaimana kalau kau menulis untuk Klub Jurnalistik Internasional U.A.?"
Dorothea hampir tersedak.
Nama panjang macam apa itu?
"Uh, Nezu-san, aku tidak ingat U.A. punya klub seperti itu."
Nezu berdehum lagi.
Cakar berbulu kemudian mengeluarkan ponsel. Entah darimana dia menyimpannya. Dia tampak sibuk mengutak-atik sesuatu di ponsel itu. Dorothea hanya memperhatikan. Menunggu dengan sabar.
Beberapa menit kemudian, pandangan Nezu terangkat dari ponsel.
Menatap Dorothea dengan senyuman yang membuat gadis itu berkeringat dingin.
"Kita baru saja punya klub itu sekarang."
***
Bulu kuduk Dorothea merinding mengingat memori itu.
Dia tahu Nezu itu salah satu orang—hewan? Entah apa dia itu—paling pintar yang ada di dunia. Metode yang dia pakai juga efektif. Itu sebabnya dia sangat baik dalam menjalankan tugas sebagai Pro Hero dan pengajar.
Akan tetapi, Dorothea tidak berpikiran dia seefektif itu.
"Dorothea hanya akan mengamati. Dia tidak akan mengikuti kegiatan secara langsung. Bersikaplah sebaik mungkin, mengerti?"
Peringatan Aizawa dijawab dengan 'hai' serentak dari murid-murid.
Dorothea berusaha menenangkan diri.
Semua akan baik-baik saja.
Dia menundukkan badan sedikit. Kemudian bangkit dan menyisir wajah murid 1-A.
"Aku mohon bantuannya."
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro