2. Tarot Booth
"Kayaknya mulai sekarang syarat utama gue untuk cari cowok nambah, deh. Selain harus rapi, wangi, dan pinter, gue juga harus tahu kalau zodiaknya bukan Leo, Aries, Sagitarius, atau Aquarius."
Baru lima menit mobil melaju meninggalkan kost-an, Alyssa mulai membuat kriteria pasangan baru yang jauh lebih ketat dari syarat lowongan kerja. Setelah spa sepanjang siang, perasaannya terasa lebih ringan. Dia sudah kembali menjadi Alyssa yang biasa, cerewet perihal syarat, spesifikasi, dan ketentuan.
Hari itu adalah hari yang cukup gila bagi Alyssa. Setelah spa pagi yang menenangkan hati dan kepala, Laura langsung membombardir dengan rencana tidak terduga. Tahu-tahu Alyssa diajak mencari kostum dan ke salon untuk berdandan demi mendatangi acara yang menurutnya terlalu kekanakan; Festival kostum Halloween. Alyssa merasa dirinya dan Laura sudah terlalu tua lima tahun untuk acara seperti itu. Namun, karena Laura memaksa, Alyssa pun kini merasa berhak mengucapkan apa pun tanpa memedulikan pendapat Laura tentang syarat dan ketentuan.
Meskipun harus Alyssa akui dalam hati, dandanan ala Cleopatra, setelah spa dan belanja seharian, membuatnya merasa lebih bertenaga. Ia senang telah memilih untuk menjadi perempuan cantik dan berpengaruh seperti Cleopatra. Membuatnya merasakan ilusi bahwa dirinya pun serupa dengan sosok dari Mesir itu.
Laura yang duduk di sebelah Alyssa mengibaskan jubah vampir-nya, lalu menyelimuti diri dengan jubah tersebut agar tidak terlalu kedinginan oleh pendingin mobil. Sambil mendengkus, ia berkata, "Udah gila lo. Nyari pasangan zaman sekarang udah susah, malah lo saring lebih ketat lagi."
"Taurus. Fix. Kalau gue ketemu cowok rapi, wangi, pinter, dan Taurus, langsung gue prospek jadi suami gue," timpal Alyssa sambil mengabaikan perkataan sahabatnya. Ia tahu Laura akan berkata demikian, dan Laura tahu bahwa Alyssa juga tidak akan berubah kalau sudah bertekad.
Kurang lebih beginilah biasanya percakapan mereka bergulir. Sekilas seperti tidak terkoneksi, padahal mereka sama-sama saling memahami maksud masing-masing dan mengemukakan pendapat mereka sendiri tanpa ragu.
Laura hanya menggeleng mendengar syarat baru tentang zodiak pasangan yang dikemukakan Alyssa. Meskipun ia merasa ucapan sahabatnya konyol, Laura tetap memilih tak mendebat. Sahabatnya itu baru keluar dari hubungan yang tidak sehat dan momen-momen menyakitkan. Pasti butuh waktu untuk dapat kembali berpikiran sehat.
"Gue bukannya being mystical atau gimana, tapi polanya selalu sama. Leo, Aries, Sagitarius, sama Aquarius itu nggak pernah cocok sama gue. Selalu bebal, ilfilan, serampangan, you name it," jelas Alyssa tanpa ditanya.
"Duh, pakai ngejelasin segala. Insecure ya sama syarat lo sendiri?" Laura tertawa. Niat baiknya untuk tak mendebat buyar ketika Alyssa seolah menawarkan diri untuk disindir.
"Nggak!"
"Nggak usah nge-gas juga."
"Gue cuma mau kasih tahu lo in case lo bingung. Syarat gue purely logical, based on experience."
"Ya, kan, experience gue nggak sama kayak lo."
"Karena nggak sama makanya gue jelasin. Biar lo bisa lihat dari sisi gue juga."
"Kenapa nggak lo aja yang ngelihat dari sisi gue?"
"Udah. Tuh, hasilnya si Rey."
Mendengar jawaban Alyssa, Laura spontan tergelak. Sosok yang ditertawakan pun hanya bisa memanyunkan bibir.
"Gue cuma khawatir lo menutup hati untuk cowok yang mungkin seharusnya jadi jodoh lo. Kalau masalahnya ada di zodiak si Rey, kenapa nggak lo hindari aja cowok Leo. Bukan malah memperkecil kemungkinan dengan hanya memilih Taurus," ucap Laura setelah sanggup bicara.
Alyssa berdecak dan menggeleng, "Gue capek kayak gini, Lau. Capek sakit hati. Mending gue langsung aja deh sama orang yang secara karakter emang bisa nerima gue. I know I'm not easy to accept."
"Well, gue bisa terima lo. Gue juga berani bilang bahwa cowok-cowok yang nggak mau terima lo adalah cowok-cowok yang merugi. Chill, Al. Di luar sana pasti ada kok cowok yang bisa melihat betapa berharganya lo."
Laura bicara demikian bukan tanpa alasan. Persahabatan mereka telah membuktikan bahwa Alyssa adalah tipe teman yang sanggup menyebrangi garis batas personal demi membantu mengatur hidup temannya. Karena Alyssa, Laura yang berandal sekolah bisa lulus SMA dan diterima di universitas bergengsi dengan beasiswa. Di mata Laura, laki-laki yang menganggap Alyssa control freak hanya laki-laki lemah yang tidak bisa menghargai ketulusan perempuan itu.
Perjalanan sudah setengah jalan ketika keduanya merasa bosan. Laura berinisiatif memutar playlist-nya yang sudah terhubung dengan speaker mobil. Strategi ini berhasil mengalihkan perhatian Alyssa dari urusan kriteria pasangan. Mereka mulai berbagi cerita soal teman-teman satu kost mereka yang lain hingga tiba di lokasi acara. Sebuah lapangan terbuka yang amat besar itu memang menjadi langganan tempat festival musik dan olahraga. Tapi, ini kali pertama Alyssa datang ke tempat itu untuk acara di malam hari.
Setelah memarkirkan mobil, Alyssa dan Laura langsung berjalan menuju tempat penukaran tiket masuk. Bagian dalam Festival cukup terlihat dari pintu dekat tempat tersebut. Alyssa bisa melihat sebuah tempat luas yang diisi berbagai booth dan sebuah panggung di ujungnya. Ia segera mengalihkan perhatiannya kepada panitia acara yang tengah memberikan sebuah gelang dan goodie bag. Sambil melangkah, Alyssa mengecek isi goodie bag yang ia dapatkan. Beragam produk dan suvenir dari sebuah nama minuman ringan terkumpul di sana.
"Segartea semua. Oh, ini event buat promo produk, ya?" tanya Alyssa.
"Eh, ke sana, yuk!" Tidak mendengar ucapan Alyssa, Laura menunjuk ke sebuah booth yang amat ramai, lalu mulai melangkah ke sana sebelum Alyssa menjawabnya. Meskipun geregetan, Alyssa mengikuti Laura. Kalau rasa ingin tahunya muncul, Laura bisa benar-benar lupa sekitar.
Keduanya mencoba menembus keramaian booth tersebut hingga papan namanya terlihat.
"Tarot Booth. Ih, seru banget! Lo coba dong, Al!" seru Laura.
"Dih, kok gue?!" Terkejut karena langsung ditembak sahabatnya, Alyssa mengangkat bahu dan memelotot.
"Kan lo yang baru putus! Lo tanyain, mantan lo nanti menderita apa nggak?" balas Laura cepat.
"Ngapain mikirin dia lagiii?"
"Atau, lo di masa depan jadi beneran nggak sama cowok Taurus. Iiiih, seru banget!"
"Apanya yang seru, sih?!" Alyssa benar-benar tidak memahami keseruan yang tengah dirasakan Laura. Dia juga bingung mengapa Laura malah mendorong dirinya untuk diramal. Padahal Alyssa tidak tertarik dan percaya ramalan. Baginya, itu hanya tebak-tebakan nasib dan untung-untungan belaka.
Saking serunya berdebat, kedua sahabat itu tidak sadar bahwa pembaca tarot yang baru saja selesai membacakan kartu untuk pelanggannya kini memperhatikan mereka. Pria berkemeja etnik berwarna biru dongker dengan lilitan syal berwarna hitam di kepala itu tersenyum geli melihat perdebatan antara Cleopatra judes dan Vampir ceria.
"Kamu mau saya bacakan kartunya?"
Pertanyaan itu membuat Alyssa dan Laura berhenti bicara. Mereka segera menyadari pandangan mata kerumunan orang yang tertuju pada mereka. Alyssa mencari sumber suara dan menemukan sosol di balik booth yang sudah berdiri dan tersenyum menatapnya.
"Cuma 150 ribu aja, kok, jasa saya. Gimana?" tanya si pembaca tarot.
Seketika Alyssa menahan canggung dan mengalihkan pandangannya. Dalam hati, ingin sekali ia menoyor kuat-kuat Laura yang membuatnya merasa terpojok begini. Bukan hanya karena pertanyaan gamblang si pembaca tarot, tapi kini mata pengunjung lain juga menatapnya. Dengan kostum seram khas halloween yang mereka kenakan, Alyssa merasa tengah dikelilingi hantu dan arwah penasaran.
"Mau, nih, anaknya!" Tak membaca raut malu Alyssa, Laura malah menarik pergelangan tangan sahabatnya itu dan menggiring ke depan booth.
Kini, Alyssa terpaksa menatap sang pembaca tarot. Pemuda tersebut memberi isyarat agar Alyssa duduk di hadapannya. Alyssa menurut sementara Laura tersenyum lebar. Selalu begitu kalau Laura sedang penasaran. Alyssa-lah yang harus jadi kelinci percobaan.
Sang peramal mengulurkan tangan dengan santai sambil berkata, "Kenalin, saya Dipta. Saya mungkin bisa bantu menjernihkan pikiran kamu yang berkabut. Gimana?"
Laura spontan bertepuk tangan, "Ih! Belum apa-apa udah tahu otak lo berkabut, Al!"
Alyssa memelototi Laura agar tidak mempermalukannya lebih jauh. Jelas saja peramal itu tahu, dia mungkin mendengar Laura berkata tentang mantan tadi. Malas berdebat, Alyssa melihat sekeliling. Orang yang berkerumun sudah memperhatikannya. Akan sangat memalukan kalau dia menolak dan beranjak dari sana.
Maka perempuan itu menyalami tangan sang peramal yang katanya tidak bisa meramal itu sambil berkata, "Boleh."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro