15. Nona Dilema dan Tuan Tekad
Akhirnya ketemu lagi kita, Al, Dip (T__T)
Maafkan aku, ya, tiga bulan terakhir agak rame banget hidup, sampai nggak bisa nyentuh Nona dan Tuan. Semoga bulan depan aku bisa lebih istiqomah untuk cerita ini, ya.
Oh iya, untuk versi wattpad, cerita ini mungkin akan selesai dalam enam bab lagi. Walaupun lebih pendek dari versi novelnya, aku usahakan ada closure yang cukup jadi yang ngikutin cerita ini nggak ngerasa kentang.
Untuk yang mau melihat kebersamaan Dipta dan Alyssa lebih panjang, ditunggu kabar-kabar PO-nya yaa. hehehee ...
***
Waktu setelah makan siang yang biasanya berjalan begitu lambat bagi para karyawan diisi suara ketikan keyboard dan mouse dari meja Alyssa. Jika orang lain memperlihatkan kemampuan bekerja lewat lembur dan mengikuti kegiatan sosial kantor, Alyssa lebih suka memperlihatkan kapabilitas lewat banyaknya pekerjaan yang bisa ia selesaikan dalam jam kerja. Sebisa mungkin, Alyssa berusaha untuk tidak lembur. Baginya, pekerjaan yang menunggu dapat diselesaikan secepatnya sehingga ia bisa punya waktu untuk menikmati sisa harinya.
"Semangat banget, Al?" Sapaan itu membuyarkan fokus Alyssa. Sosok tak asing muncul di depan mejanya dengan senyum memikat.
Alyssa hanya membalas senyum Wisnu sambil bertanya dalam hati apa yang salah dengan dirinya. Wisnu memiliki semua yang perempuan impikan dari laki-laki. Secara logika, Alyssa menginginkan laki-laki seperti Wisnu. Tapi perasaannya tak tersentuh dan tergerak sama sekali seperti batu. Bahkan saat Wisnu mendekatkan wajahnya ke telinga Alyssa, tak ada getaran dan desiran yang mewarnai hati Alyssa.
"Mau ikutan brainstorming nggak, jam tiga nanti?" Bisik Wisnu, membuat Alyssa mengerung.
"Brainstorming?"
"Muji Alam mau siapin marketing plan tahun depan. Ikut, yuk."
Degupan itu akhirnya muncul. Bukan karena Wisnu, tapi karena nama perusahaan yang baru pria tersebut ucapkan. Alyssa pernah membayangkan bisa masuk ke dalam lingkaran orang-orang yang mengurus klien terloyal yang telah bekerja sama selama delapan tahun dengan perusahaannya. Kini, Wisnu seolah membuka lebar celah bagi Alyssa untuk menaiki tangga karier secepat kilat.
"Mau." Tentu saja Alyssa bersedia tanpa ia pikir panjang. Kesempatan yang besar harus segera diraih, tak peduli seberapa menakutkan perjalanan yang harus dilakukan. Alyssa yang masih berada di jajaran eksekutif harus memantaskan dirinya di antara para senior. Meskipun gugup, ia yakin dirinya mampu.
Tak lama setelah Wisnu pergi, Alyssa langsung membuka-buka folder klien dan mempelajari tentang kerja sama perusahaannya dengan Muji Alam. Strategi komunikasi marketing, habit beriklan, data penjualan, sampai program-program yang dilakukan Muji Alam dari tahun ke tahun ia telusuri. Dari sana, ia bisa memprediksi ekspektasi dan target perusahaan Muji Alam di tahun depan.
Kurang sepuluh menit sebelum sesi brainstorming dimulai, ponsel Alyssa bergetar. Ada pesan masuk.
Dipta: Ide aku diterima! Thanks, ya. Ini semua berkat kamu.
Dipta: Nanti malam makan bareng, yuk. Aku yang traktir.
Alyssa menatap lama pesan Dipta sambil menggigit bibir. Ia menghapus baris pertama pesan Dipta tadi, lalu mengetik jawabannya,
Besok malam aja, ya? Malam ini kayaknya harus lembur.
Seketika Alyssa ingin menemui laki-laki itu. Ia ingin menjelaskan posisinya sesegera mungkin sebelum Dipta tahu, entah dari mana. Sebuah pemikiran paranoid yang Alyssa sendiri tidak tahu apa penyebabnya.
Dipta: Oke! Sampai ketemu besok malam.
Nada suara Dipta terbayang di benak Alyssa ketika membaca pesan yang baru sampai di ponselnya. Tanpa sadar senyumnya mengembang. Ia pun membalas laki-laki aneh yang selalu sukses menyegarkan hatinya,
Besok jemput aku, ya.
Tampaknya besok ia harus berangkat lebih pagi, mengikuti jadwal bis dekat kost-an.
***
Janji temu dengan Dipta terpaksa mundur karena Alyssa harus lembur. Pukul delapan malam perempuan itu baru bisa keluar kantor. Wisnu masih lanjut bekerja, menyelesaikan materi presentasi untuk lanjutan brainstorming Muji Alam esok hari. Sesi ini memang terbilang cukup panjang karena Muji alam memiliki cukup banyak produk. Meskipun sempat berlajan tak sesuai rencana, baik Alyssa dan Dipta tetap saling menyambut dengan ceria.
“Maaf, ya, aku lama banget,” ucap Alyssa – yang meskipun merasa tidak enak hati – senyumnya merekah karena akhirnya berhasil bertemu Dipta.
“Nggak apa-apa, namanya juga kerjaan. Udah sempat ngemil?” tanya Dipta.
“Belum.”
Dipta menyodorkan sebungkus wafer, “Nih, ganjel dulu.”
“Thanks. Mau bawa aku ke mana, nih?”
“Kedai ramen favorit aku. Buka sampai tengah malam.”
“Enak nggak?”
“Enak dan surprisingly pricy. Nggak malu-maluin buat traktiran, deh, pokoknya.”
“Ada-ada aja. Emangnya ada traktiran yang malu-maluin?”
“Adalah. Kalau aku traktir kamu wafer ini doang, misalnya. Atau kamu tipe yang suka ditraktir apa adanya?”
“Ramen oke. Aku laper. Yuk, jalan.”
Dipta tertawa dengan kelugasan Alyssa. Perempuan itu tidak pencitraan, tapi di mata Dipta malah terlihat tegas dan mengagumkan.
Sepanjang perjalanan, Alyssa mengingat kembali kegugupannya. Ia tahu bahwa dirinya harus memberitahu Dipta tentang keterlibatannya dengan Muji Alam. Entah kenapa, hal itu terasa amat berat sampai-sampai tenggorokan Alyssa terasa kering.
Kegugupan Alyssa akhirnya tertangkap Dipta setelah mereka tiba di kedai ramen. Kedai itu sederhana, tapi cukup ramai. Padahal sudah lewat jam makan malam, tapi masih banyak kursi terisi. Dipta mengajak Alyssa duduk di meja untuk berdua. Mereka lalu memesan makanan dan menunggu dalam hening selama beberapa waktu.
"Ada masalah di kantor?" Dipta memutuskan untuk tak menunggu Alyssa bicara. Mungkin akan lebih mudah bagi perempuan itu jika dirinya bertanya lebih dulu.
Alyssa tertawa, "Bukan masalah, sih, tapi ada sedikit ganjalan."
"Apa yang ngenganjal kamu?"
Alyssa menarik napas pelan dan dalam, lalu mulai bicara dengan tenang dan lancar, "Aku ikut tim penyusunan annual plan Muji Alam untuk tahun depan."
Dipta mengangguk, tidak terlihat terkejut atau tak suka. Hal ini di luar dugaan Alyssa. Ada kemungkinan Dipta tidak tahu apa artinya ucapan barusan.
"Kamu ... Saran aku waktu itu ...." Alyssa mengungkapkan maksudnya secara terbata. Ia berharap Dipta bisa lebih cepat mencerna maksudnya.
"Aku pakai. Sudah di-approve atasanku, dan sepertinya ide terbaru aku akan dipakai untuk project terbaru kami." Dipta tidak menunggu Alyssa menyelesaikan kalimat, seolah tahu betapa perempuan itu merasa enggan melakukannya.
"Aku tahu plan kamu karena aku yang kasih kamu ide.”
“Jadi?”
“Aku harus kasih tahu tim aku tentang plan perusahaan kamu."
Dipta tersenyum dan menjawab ringan, "Silakan."
"Hah?" Hanya itu yang bisa Alyssa ucapkan setelah mendapatkan reaksi sesantai tadi.
"Aku nggak keberatan, Al. Toh, kamu juga nggak tahu detail plan aku seperti apa."
"Aku tetap tahu intinya dan itu cukup untuk menjegal plan kamu."
Dipta bersedekap, memicingkan mata, lalu berkata, "Hm, seru nih."
"Seru?"
"Battle sama kamu tahun depan."
Alyssa tertawa. Ia benar-benar tak paham dengan jalan pikiran Dipta. "Kamu aneh," ujarnya.
"Kalau nggak aneh, kamu nggak mau temenan," balas Dipa. Pria itu tak peduli apa hubungannya dengan Alyssa saat ini. Teman, rekan, atau rival. Selama mereka bukan dua orang asing, selama mereka bisa terhubung, Dipta ingin berpegang pada hubungan itu dan memperjelas apa pun yang samar di antara mereka.
"Yakin mau temenan sama rival sendiri?" tanya Alyssa.
"Kamu suka naik motor nggak?" Dipta melompat ke topik baru alih-alih menjawab. Topik yang tidak Alyssa duga. Lucunya, Alyssa tidak kaget.
"Suka," jawab Alyssa sekenanya. Ia ingin tahu ke mana Dipta mengantar arah percakapan mereka.
"Weekend jalan, yuk?"
"Naik motor?" tanya Alyssa memastikan. Dipta mengangguk.
"Sebelum kita battle, aku mau jalan sama kamu."
"Kenapa?"
"Mau atau nggak?"
Alyssa terkikik, tapi kepalanya segera mengangguk. Dipta adalah laki-laki paling tidak jelas yang biasanya malas Alyssa tanggapi. Tapi, permintaan pria itu tak bisa Alyssa tolak. Diam-diam, Alyssa juga merasa sama. Ia ingin menghabiskan waktu bersama Dipta sebagai dua orang yang saling dekat, bukan kenalan yang bertemu di pesta atau rival kerja dari dua perusahaan yang bersaing.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro