Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10. Kekaguman Tak Tertahan

Cihuy! Berhasil double up~~

Semoga suka part yang ini yaaa 💕

***

Resepsi pernikahan Arsa merupakan resepsi yang cukup besar. Dilihat dari lokasi dan dekorasinya, biaya pernikahan itu setidaknya mencapai lima ratus juta. Katanya, Arsa membayar sendiri biaya resepsinya, tanpa campur tangan orang tua dan pihak mempelai perempuan.

Dipta hanya mengangguk-angguk ketika mendengar rentetan fakta-fakta yang sebenarnya tak terlalu ia pedulikan itu. Sudah lama dirinya dan teman-teman kuliah tidak bertemu, tapi yang asyik dibicarakan malah ketidakhadiran Dina dan gosip soal tetek bengek pernikahan Arsa saja. Padahal Dipta lebih tertarik pada kabar masing-masing temannya.

Dalam hati, ia juga sedikit menggerutu setelah tahu berapa biaya yang dikeluarkan untuk resepsi yang tenngah dihadiri. Arsa sempat berutang kepadanya.

Si sialan satu, bukannya bayar lima ratus ribu gue malah bikin acara lima ratus jutaan buat pamer ....

"Sayang, ya, Dina nggak dateng. Paling nggak enak kalau temen seangkatan incest begini, nih. Jadi kepecah belah." Salah seorang teman seangkatan mengeluhkan kembali ketidakhadiran Dina, membuat Dipta gerah.

"Gue mau ngantri dimsum dulu, ya," ujar Dipta sebelum masuk lebih jauh ke dalam topik pembicaraan yang tak disukai. Tak ada yang menemaninya. Sepertinya gosip antar teman seangkatan jauh lebih menarik ketimbang makanan di pesta itu. 

Seketika Dipta merasa miris. Apakah sejak dulu teman-temannya suka bergosip atau hanya baru-baru ini, ketika hidup mulai terasa makin berat dan penuh kompetisi? Apa pun itu, Dipta baru menyadari bahwa ia dan teman-teman angkatan kuliahnya ternyata tidak seakrab yang selama ini ia pikirkan. Mereka tidak terpecah belah karena Dina, melainkan karena kepalsuan yang makin lama makin terungkap.

Dirinya pun tak beda. berpura-pura menjadi teman Arsa dan Dina sambil berharap dapat menikung teman seangkatannya tersebut. Memuakkan. Sepertinya, setelah memakan dimsum, Dipta harus segera pergi dari sana dengan alasan pekerjaan mendadak.

"Kamu Dipta, kan?"

Tubuh Dipta spontan berbalik ketika mendengar suara yang menyebutkan namanya. Mata pemuda itu tak percaya dengan sosok yang ditangkapnya. Perempuan yang selama ini mengisi kepala kini berada di depan mata, dan tengah menatapnya.

Dipta berteriak lantang, membuat semua orang menatapnya. Wajah perempuan itu berubah kikuk dan masam.

"Maaf, maaf, saya kira kamu teman saya yang sudah meninggal," ujar Dipta cepat. Berbohong tentunya. Seumur hidup, dia belum pernah memiliki teman sepantaran yang meninggal. Kenalan mungkin ada, tapi tidak ada yang mirip perempuan itu.

"Meninggal?" tanya perempuan itu dengan raut yang makin meyakinkan Dipta bahwa dirinya harus berbuat sesuatu jika ingin mereka terus berinteraksi.

"Postur sama matanya aja yang mirip. Hey, si Cleopatra Virgo, kan?" balas Dipta cepat, sambil mengalihkan topik. Kenapa juga ia harus berbohong sejauh itu? Ia benar-benar tidak bisa berpikir jernih. Ia bahkan tak bisa bersikap normal. Namun, perempuan itu tidak memandang Dipta dengan tatapan tak suka. Sebaliknya, sang gadis malah tersenyum.

"Alyssa," ujar perempuan itu dengan seulas senyum, sepertinya geli akan tingkah berlebihan Dipta. 

"I- iya. Saya inget kok nama kamu," jawab Dipta yang nyaris diikuti dengan perkenalan dirinya sendiri. Untung saja bibir Dipta berhasil menahan kepanikannya.

Alyssa menengok ke kiri dan kanan Dipta sekilas sebelum bertanya, "Ke sini sama siapa?"

"Um... Sendiri," jawab Dipta tenang, meskipun tangannya sudah dingin dan jantungnya sudah berdetak kencang.

"Panitia?"

"Bukan, bukan. Partner kondangan saya mendadak sakit."

"Kamu siapanya pengantin?"

"Saya temen kuliah Arsa. Eh, kamu sendiri?"

"Saya sepupunya Sally."

"Loh, keluarga?"

"Iya, tapi nggak jadi panitia. Jadi nggak dapet seragam."

"Sama, dong. Saya juga temen kuliah yang nggak jadi panitia dan nggak dapet seragam." Dipta segera memasang senyum lebar demi menghapus gurat kecewa yang sedikit terbit di wajah Alyssa. 

Tampaknya ucapan Dipta berhasil menghibur Alyssa. Mereka tertawa bersama. Desiran halus muncul di dada Dipta, membuat perasaannya tak nyaman. Anehnya, ia ingin percakapan ini terus berlanjut.

Seseorang memanggil Alyssa, membuat perempuan itu menengok. Nyaris ia memutar bola mata melihat seorang perempuan paruh baya mendatanginya. Paham akan reaksi tipis yang baru perempuan di hadapannya keluarkan, Dipta malah penasaran.

"Siapa?" tanya Dipta.

"Temen deketnya Tante saya," jawab Alyssa dengan suara kecil.

"Rada malesin?" Lagi-lagi Dipta bertanya dengan cepat dan suara lebih kecil.

"Banget. Kamu kabur, gih, selagi sempat." Alyssa membalas dengan nyaris berbisik.

"Hei! Beneran kamu ternyata! Sampai kaget Tante ini." Suara riang yang dibuat-buat itu membuat Alyssa memaksakan senyum sambil bersiap menyalami si pemilik suara.

"Halo, Tante Ningsih," balas Alyssa singkat.

"Wah, baru tahu Tante kalau kamu tuh diundang juga sama Sally." Tante Ningsih tertawa, tapi Alyssa tidak mengikuti tingkat keceriaan yang dibawa Tante tersebut.

"Nggak, kok, Tan. Aku ke sini mewakili Ibu," jawab Alyssa. Begitu sopan dan elegan di mata Dipta. 

Pemuda itu melihat lawan bicara Alyssa dan menebak bahwa perempuan itu adalah sosok tante nyinyir yang mungkin selalu Alyssa hindari. Demi menghormati saran Alyssa tadi, Dipta tahu diri dan mundur perlahan. Siapa tahu Alyssa tak nyaman jika ada dia di sisi, sehingga tak bisa fokus menghadapi serangan dari keluarga yang tidak menyukainya. Dipta pun kembali mengantre di stan dimsum. Jaraknya tidak terlalu jauh dari tempatnya bicara dengan Alyssa tadi, tapi sepertinya dia tak bisa lagi mendengar percakapan Alyssa dengan Tantenya.

"Sendirian aja ke sini?" 

Agak terkejut, ternyata samar-samar Dipta masih dapat mendengar suara Tante Ningsih. Ia pun bisa mendengar Alyssa mengiyakan pertanyaan tantenya. Tak lama, Tante itu kembali tertawa.

"Ya iyalah, ya. Alyssa ke mana-mana memang sendiri. Kan Mandiri. Emang mau sama siapa lagi? Laura?"

Dipta membuka mata lebar-lebar, kaget dengan sindiran telak Tante tersebut. Entah apa yang dialami perempuan paruh baya itu hingga memiliki selera humor yang amat rendah dan menyinggung. Padahal jaraknya sudah cukup jauh dari Alyssa, tapi dia masih dapat mendengar ucapan Tante Ningsih dengan jelas dari stan dimsum. Tidak berlebihan rasanya jika Dipta menganggap Tante itu tengah berusaha mempermalukan Alyssa.

Parahnya lagi, Dipta tidak mendengar adanya jawaban dari Alyssa tentang sindiran barusan. Hal ini membuat pemuda itu khawatir.

"Hati-hati kamu, Al. Zaman sekarang ngeri kalau sesama perempuan terlampau akrab," ujar Tante Ningsih, makin kurang ajar menurut pendapat Dipta.

"Kalau soal perempuan terlalu akrab dari dulu sudah banyak, contohnya kan Tante Ningsih sama Tante Endah."

Sambil mengambil piring berisi dimsum yang lengkap dari pegawai stan, Dipta tersenyum. Jawaban Alyssa yang terus disudutkan membuat Dipta merasa gemas. Harusnya ia bisa diam saja, mengambil saus dan makan dimsumnya dengan damai dekat stan sambil kembali menguping percakapan Alyssa dan Tantenya.

Namun, setelah mengambil saus, anehnya Dipta tak bisa menahan diri untuk kembali ke sisi Alyssa.

"Nih, Al," ujar Dipta sambil memberikan piring dimsumnya pada Alyssa. Wajah perempuan itu tetap tenang. Dipta yakin bahwa perempuan itu terkejut, tapi sanggup menyembunyikan rasa tersebut.

Setiap reaksi yang Alyssa berikan terhadap orang-orang sekitarnya selalu memunculkan kekaguman di dada Dipta. Begitu tenang, tapi menenggelamkan seluruh rasa bosan. Dipta ingin menjadi bagian dari cerita perempuan itu, meskipun hanya sedikit.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro