Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Titik Terang

Selamat membaca ^^

*****

Pukul tujuh pagi Lula tergesa-gesa menuruni tangga rumah untuk segera berangkat sekolah. Semalam ia terlalu banyak berpikir, baru bisa lelap pukul tiga dini hari lalu berakibat bangun kesiangan seperti ini.

"Lula, ayo sarapan bareng!" teriak Berta saat mengetahui anaknya tengah mencari sepatu di rak dekat televisi. Hari ini ia berencana menghabiskan waktu di rumah, mengosongkan jadwal kerjanya. Ketika mendengar tentang surat misterius yang diterima putrinya, Berta sadar bahwa dirinya harus mulai memperhatikan gadis yang kini telah menginjak usia remaja itu.

Lula tak menggubris panggilan maminya. Pikirnya pasti mami hanya menyiapkan sarapan kemudian berangkat kerja, lagipula Lula harus segera berangkat jika tak ingin telat. Karena tak ingin membuat maminya sedih, Lula pilih menyahuti ajakan sembari menyisir rambut, "Lula udah mau telat, Mi. Nanti sarapan di sekolah aja."

Sepasang sepatu berada di tangan kiri Lula sementara tangan kanannya sibuk merapikan surai hitam. Ia menurunkan sepatunya sejenak dan menjepit sisir dengan bibir kemudian mengikat rambut. Setelahnya, Lula memasang sepatunya satu per satu lantas berlari ke rumah Arga. Hatinya terus berharap cowok itu juga belum berangkat sebab sampai pukul dua pagi tadi, Arga masih menemani Lula bertukar pesan.

"Arga! Arga!" teriak Lula setelah mengalihkan sisir ke tangannya. Tangannya aktif menggedor pintu bercat putih di depannya.

Mirna membuka pintu dan cukup terkejut dengan kehadiran Lula. Pasalnya gadis itu masih tampak baru bangun tidur, napasnya juga mirip atlet selepas lari marathon. "Lula, kamu kenapa?"

"Bun, Arga belum berangkat, kan? Ini udah siang, Lula lagi nggak mau telat," timpal Lula meski napasnya ngos-ngosan.

Kening Mirna berlipat menunjukkan kebingungan. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Ada apa, sih, Bun, ribut pagi-pagi?" Suara khas orang baru bangun tidur itu berasal dari arah belakang Mirna, mengalihkan fokus kedua perempuan yang berdiri di depan pintu.

"Astaga Arga, kok lo baru bangun? Kita telat ini. Buruan mandi!" omel Lula.

Arga mengernyit. "Telat ke mana?"

"Sekolahlah! Buruan!"

Hening sejenak lalu tawa Arga meledak. Matanya yang tadi malas terbuka, kini mendapat energi untuk terbuka sempurna. "Astaga Lula, kalo mau pinter nggak usah sebegininya," ejeknya.

"Maksudnya?"

Arga menggeleng tak percaya bila Lula selemot ini. Mirna yang melihat itu pun tak urung ikut terkekeh.

"Ini, kan, tanggal merah, Sayang. Pasti libur," jawab Mirna yang seketika membuat sahabat putranya melongo.

Lula bergerak cepat mengambil ponselnya di saku. Benar saja, ini hari libur nasional. Efek semalam terlalu memikirkan pengirim aurat misterius, Lula jadi tidak ingat tanggal.

Baru saja ia akan memasukkan benda pipih itu ke sakunya dan mengikuti ajakan Bunda untuk sarapan bersama, sebuah pesan masuk mengehentikannya.

Mami

Sayang, ini libur, kamu ngapain sekolah? Sini sarapan di rumah. Mami hari ini libur kerja.

Lula menatap tak percaya. Jadi maminya tadi benar-benar ingin sarapan bareng, bukan sekadar menyiapkan sarapan untuknya?

"Bun, Ga, Lula sarapan di rumah aja. Mami udah nunggu!" serunya kemudian berlari secepat mungkin menuju rumah. Setelah sekian lama, mami akhirnya bisa meluangkan waktu untuk Lula. Tidak pernah bisa dimungkiri meski Lula kesal dengan mami yang tidak ada waktu, tetap terselip rindu ingin berkumpul dengan perempuan yang telah merawatnya sejak bayi tersebut.

"Mi, beneran libur?" tanya Lula kepada sosok yang tengah menuangkan susu ke gelas di dapur.

"Iya. Mami mau tau apa yang sebenarnya terjadi sama kamu. Tentang aktivitas kamu, surat misterius itu juga. Maafin Mami selama ini kurang perhatian ke kamu," tutur Berta. Rasa bersalah jelas terpancar di bola mata cokelat yang diwarisi Lula itu. Tangannya mengelus rambut gadis di depannya tersebut.

Lula segera menubruk maminya. Untung saja Berta bisa menyeimbangkan posisinya hingga tidak sampai terjatuh. "Makasih Mami," kata Lula.

***

"Jadi hubungan kalian udah sejauh mana?"

Pertanyaan bernada menggoda itu membuat Arga yang sedang meminum jus jeruk suguhan Berta tersedak. Lula yang berada di sebelahnya segera menepuk-nepuk punggungnya.

"Mami, kok, jadi bahas itu?" dumel Lula, "hubungan Lula sama Arga masih gini-gini aja. Si Arga nggak jelas, suka ngegantungin gitu," imbuhnya.

Arga seketika melotot. Ia semakin salah tingkah saat Bertawa meledakkan tawanya. Jika bisa, untuk saat ini saja Arga ingin memiliki kantong ajaib doraemon agar bisa meminjam alat untuk mengendalikan omongan Lula. Sayangnya itu hanya rencana konyol yang disusun otaknya ketika sedang di kondisi seperti sekarang.

"Yaudah. Ganti topik aja," kata Berta, "jadi kalian mencuriga Kana yang mengirim teror itu?" Lula dan Arga mengangguk bersamaan.

"Kalo dari semua bukti yang ditemuin, si pelaku ini tau banget tentang Lula mulai dari hal yang disukain sampe nggak disukain. Pelaku juga punya foto tentang Lula, jadi bisa disimpulkan kalo dia dekat dengan Lula," terang Arga sambil beberapa kali berdeham untuk menghilangkan rasa gugup. Sudah lama dirinya tidak berbicara intim dengan mami, membuat ia bingung untuk memilih kata-kata yang akan diucapkan.

"Kamu pintar, Ga," puji mami seraya tersenyum dan memunculkan lesung pipit.

"Mami nggak ada informasi tentang Kana lagi?" tanya Lula.

"Semua udah Mami ceritain ke kalian. Nggak ada yang lain." Berta berusaha mengingat apa saja yang sekiranya bisa membantu dua remaja di hadapannya. "Oh iya, Mami pernah dapet telepon misterius tepat setelah kalian ke kantor Mami."

Pernyataan itu membuat Lula dan Arga terkesiap. Arga mendahului bertanya apa yang juga ingin ditanyakan Lula, "Telepon misterius gimana, Mi?"

Mami mengendikkan bahu. "Orangnya nggak bicara pas Mami angkat, sebentar doang terus dimatiin."

"Mami nggak coba telepon balik?"

"Udah, tapi nggak bisa. Kayaknya nomornya langsung dibuang waktu habis pake."

Arga mendesah gusar. Jelasnya di pelaku ingin menekan kondisi mental Lula dan mami melalui ancaman-ancaman seperti itu. Selain itu, pasti ada tujuan besar di balik teror ini. Namun, mereka sama sekali belum menemukan apa tujuan tersebut.

Saat ketiganya sibuk berpikir juga melamun, ponsel mami berdering menandakan panggilan masuk. Hal tersebut sukses menarik mereka dari lamunan masing-masing.

"Siapa, Mi?" tanya Lula yang dijawab gelengan tanda tidak tahu dari mami. "Coba angkat terus loadspeaker," titahnya.

"Apa kabar kalian? Sedang berkumpul, ya? Menyenangkan sekali tampaknya."

Mendengar suara itu, Arga memberi kode pada Lula bahwa itu suara yang sama dengan si pengirim yang hampir ia tangkap malam itu. Mami pun membisikkan bahwa penelepon ini yang menghubunginya waktu itu. Mereka segera mengedarkan pandangan ke sekitar ruang tamu. Arga juga mengecek di luar rumah, tapi tak menemukan apa-apa.

"Tidak perlu mencariku. Cukup dengarkan saja. Kita dekat, tapi berjarak. Mereka tak pernah mengakuiku. Aku ada di sekumpulan manusia yang terus menginjak dan tak menganggap keberadaanku."

Sambungan telepon terputus menghadirkan keheningan antara ketiganya. Arga terus menggabungkan semua petunjuk yang diberikan orang misterius itu. Bibirnya mengembang menyiratkan kepuasan atas apa yang ia temukan. "Lul, besok kita temui pelakunya."

*****

Wah, Arga kayaknya udah tau pengirim suratnya! Kalian udah tau belum? Yuk, tebak di kolom komentar~
Jangan lupa pencet bintang di pojok kiri dan tunggu part selanjutnya, ya~
Ajak teman-teman kalian buat baca cerita ini juga biar makin rame!
Terima kasih❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro