Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Orang Misterius

Selamat membaca ^^

*****

Selepas malam itu, hubungan Lula dan Arga membaik. Ada sebuah kesepakatan antara keduanya: tidak boleh mengekang atau semacamnya. Mulanya jelas ditolak oleh Lula, tetapi begitu Arga menjelaskan hal itu demi kebaikan hubungan mereka, Lula mengalah. Meskipun, kadang Lula masih sering merajuk kala Arga dekat dengan Syana.

Karena kelakuan Lula yang kerap ngambek, Arga harus rela kondisi kantongnya semakin menipis sebab harus membujuk Lula dengan berbagai hal yang diminta sahabatnya. Seperti malam ini, Arga membawa satu kantong plastik berisi es krim untuk meredam kekesalan Lula karena tadi sore dirinya menemani Syana ke toko buku. Saat seperti ini Arga berpikir sebenarnya perasaan apa yang dimilikinya untuk Lula?

Baru saja pikiran Arga akan memikirkan jawaban dari pertanyaan tadi, tapi kesadarannya sudah kembali karena melihat seseorang di depan pintu rumah Lula. Pakaian hitam, sebuah kotak, dan gerakan yang mencurigakan membuat Arga bergerak cepat.

"Heh! Ngapain lo di sini?" Arga menatap orang itu intens, berharap bisa mengenali siapa pelakunya. Sayangnya hal itu tidak bisa terlaksana, masker dan tudung kepala yang dipakai membuat Arga hanya bisa menatap tepat di mata orang misterius itu. Tatapan Arga beralih ke kotak yang dipegang orang di hadapannya. Di atas kotak merah itu terdapat sebuah surat. "Lo pengirim surat sialan itu?"

Tidak ada jawaban, tapi Arga bisa menerka bahwa orang itu menyeringai, tampak dari sorot matanya. Arga seolah terhipnotis, matanya hanya mengikuti gerak orang itu saat sedang menaruh kotak di depan pintu Lula. Kesadaran Arga baru terkumpul saat perutnya ditendang mengakibatkan dirinya mundur beberapa langkah.

"Sialan!" maki Arga. Secepat mungkin setelah meletakkan kantong plastik yang dibawanya, ia segera mengejar pengirim surat tadi. Dari posturnya, Arga bisa menebak kalau sang pelaku seorang cewek. Namun pakaian yang dikenakan membuat Arga tidak bisa melihat jelas sang pelaku.

"Argh!"

Arga semakin mempercepat larinya saat melihat pelaku tersungkur di tanah karena tersandung. Pikirnya, kesempatan bagus untuk menangkap. Akan tetapi, lagi-lagi keberuntungan tidak memihak Arga. Sebuah mobil hitam berhenti di depan pelaku kemudian pengirim surat tadi memasuki mobil lantas kabur.

"Berengsek!" umpat Arga tanpa peduli akan membangunkan tetangga lain. Karena tahu tindakannya mengejar mobil nanti tidak akan membuahkan hasil, Arga memutuskan kembali ke rumah Lula. Otaknya terus merekam postur tubuh, suara, dan plat mobil pelaku.

Sesampainya di halaman rumah Lula, cowok yang wajahnya masih merah perpaduan emosi dan lelah itu mendapati Lula duduk di kursi teras rumah dengan tatapan kosong. Sudah ia duga kalau isi kotak tadi merupakan terror seperti sebelumnya.

"Lul, lo nggak papa?" Arga duduk di depan Lula dengan posisi jongkok. Ia mengambil surat yang ada di genggaman cewek yang telah mengenakan baju tidur itu. Pasti tadi Lula mendengar keributan kemudian keluar dan menemukan barang ini, pikir Arga.

Kenapa mereka terus menghalangi kita bertemu? Mereka mengirimkan matahari agar bersinar terik kemudian kau tidak turun. Ayo, singkirkan mereka dan temui aku!

"Pengirimnya beneran adik lo?" Arga masih tidak paham dengan surat ini. Namun, ada sesuatu yang membuatnya berpikir kalau pengirimnya adalah adik Lula. Lula memiliki adik. Iya, Arga tahu, tapi perempuan itu sudah pergi bersama Papi Lula.

"Gue nggak tau, Ga," jawab Lula dengan suara parau. Pandangan cewek itu terarah pada kotak yang sebelumnya telah ia buka dan berisi sebuah foto. Dalam foto itu ada tiga orang anak kecil. Dua di antaranya adalah perempuan dan satunya laki-laki. Itu adalah Lula, Arga, dan Adik Lula.

"Matahari itu gue, Lul. Awan itu Mami. Angin itu Papi. Kalo tebakan gue bener, Papi sama adik lo masih hidup," kata Arga menyampaikan asumsinya.

"Tapi kata lo, Papi udah pergi, Ga."

"Karena itu cerita yang kita dapet dari Mami lo. Hari waktu Mami sama Papi bertengkar hebat, kalian semua pergi dari rumah. Gue nggak tau apa yang sebenernya terjadi. Habis itu gue sama keluarga gue dapet kabar kalo lo kecelakaan. Lo kehilangan beberapa memori karena benturan di kepala, bahkan lo sempat nggak inget sama gue.

"Terus Mami ngasih tau kalo Papi sama adik lo pergi. Nggak tau jelasnya gimana."

Keduanya terdiam. Arga terus mengusap tangan Lula agar gadis itu tenang, sementara Lula berusaha mengingat kejadian di mana kecelakaan itu terjadi. Namun, usaha Lula gagal. Yang terjadi justru semacam ada banyak jarum menusuk kepala dan menghilangkan rekaman ingatannya.

"Lul, lo kenapa?" Arga kelabakan melihat Lula menarik paksa tangan dari genggaman Arga lalu meremas kepala cewek itu. "Ayo masuk dulu," ajak Arga.

Segelas air putih berhasil meredam kesakitan Lula, meskipun gadis itu masih mengeluh nyeri, tapi sudah berkurang. "Jangan berusaha keras supaya inget sama masa lalu. Nanti malah sakit," saran Arga. Ia tahu, Lula tadi pasti sedang menggali ingatan tentang kejadian beberapa tahun lalu.

"Kenapa gue lupa parah banget, Ga. Giliran gue nggak lagi berusaha nginget, malah ingatan itu dateng sendiri," timpal Lula.

"Makanya biar ingatan itu muncul sendiri. Jangan dipaksa," kata Arga, "gue nggak mau lo makin sakit."

Arga membawa Lula ke dalam dekapannya. Rambut hitam cewek di sampingnya ini terasa halus saat di tangan Arga. Entah mengapa, posisi seperti ini selalu Arga sukai.

"Ga," panggil Lula. Keadaannya sudah membaik. Dia mencerna baik-baik perkataan Arga. Mungkin benar, akan ada saatnya ingatan tentang masa lalu datang dengan sendirinya. Tinggal menunggu waktu saja.

"Apa?"

"Ini boleh baper, kan?"

Lula meringis kesakitan saat merasakan Arga menyentil kuat keningnya. Karena ucapan tadi, Arga juga menjauhkan tubuh Lula dari dekapan cowok itu.

"Nggak usah baperan!"

"Tapi lo ngebaperin," rutuk Lula dibarengi bibirnya yang mengerucut. Kesedihannya seolah sirna hanya karena semua perlakuan Arga.

"Lo aja yang baperan. Gue nggak ada niat baperin!" ketus Arga.

"Iiih tapi gue baper," rengek Lula, "itu es krim buat gue, kan? Tuh, lo makin bikin gue baper." Lula mengambil es krim yang dibawa oleh Arga, walaupun sudah sedikit mencair.

"Bodo amat! Kalo nggak mau, nanti gue bawa balik lagi!" Arga berusaha merebut kembali es krim itu, tapi dicegah oleh Lula, akhirnya ia mengalah. Toh, itu memang untuk si cerewet.

"Lul." Arga memanggil di sela kesibukan Lula memakan es krim cokelat.

"Apa? Mau bilang kalo gue udah boleh baper?"

Sempat mendengkus sebal, Arga tetap serius dengan topik yang akan ia bicarakan. "Tadi gue lihat pelakunya pake baju serba hitam. Gue kejar, tapi dia udah kabur duluan pake mobil. Sebelumnya dia jatuh dan gue denger dia meringis, suara cewek, gue yakin. Makanya, gue curiga kalo adik lo masih hidup. Terus mobil itu bisa tepat datengnya, mungkin udah ngawasin dari jauh. Jadi, pasti pelakunya lebih dari satu," terang Arga.

Mendengar penuturan itu, Lula tidak merasakan lagi kemanisan es krim yang dikecapnya. Rasanya berubah menjadi hambar dan tidak enak. "Arga, kita beneran harus tanya Mami."

*****

Halo~
Gimana part kali ini? Arga udah baikan sama Lula, nih. Jangan sedih, ya :v wkwk.
Ada yang udah nebak-nebak siapa pelakunya? Yuk, ramein komentar!
Btw, aku bikin grup khusus pembacaku (gaya banget, ya :v wk) baik cerita ini atau ceritaku yang lain. Buat kalian yang mau join, bisa chat aku : 085232946473. Nanti aku masukin.
Terima kasih❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro