Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hukuman yang Mengejutkan

Selamat membaca ^^

*****

Lula berjalan ke rumah Arga sambil bersungut-sungut. Ini baru pukul delapan, tapi cowok itu sudah heboh menelepon dirinya Lula berkali-kali, mengingatkan tentang hukuman. Dalam hati, Lula pun tak henti menyerapahi sahabatnya yang kejam karena menghancurkan hari liburnya.

"Arga! Buka pintunya!" Tanpa sopan santun, Lula berteriak sekaligus meluapkan kekesalannya.

Seorang cowok dengan kaus hitam dan celana training hitam berdiri di tengah pintu dengan seringaian di bibirnya. "Udah siap dengan tugas lo?" tanyanya.

Lula mendengkus sambil melipatkan kedua tangannya di depan dada. "Kalo nggak siap pun, lo tetep maksa, dasar Arga nyebelin!"

Arga mengernyit, tapi bibirnya tetap menyeringai. Ia berjalan mendekat ke arah Lula. Tangan kanannya meraih tengkuk cewek berkaus merah muda dan celana jeans selutut  di hadapannya hingga jarak wajah mereka hanya tersisa beberapa senti. "Lo yang mulai permainan ini, jadi jangan salahin gue kalo kasih hukuman karena permainan lo itu jelas jelek banget. Makanya jangan pernah main-main sama Arga."

Setelah mengatakan hal itu, Arga menjauhkan tubuhnya dari Lula. "Tugas pertama lo, bikinin gue sarapan. Buruan." Arga berbalik meninggalkan Lula yang mematung merasakan debaran jantung yang menggila.

***

Lula terus menggerutu ketika Arga dengan sengaja membuang bungkus makanan ringan di sembarang tempat. Cowok tersebut tengah asik bermain ponsel, tetapi bibirnya tak henti menyuruh Lula melakukan ini-itu.

"Dasar demit!" kutuk Lula dengan suara pelan agar tidak didengar oleh Arga.

Suara pintu diketuk membuat keduanya yang berada di ruang tamu menoleh seketika. Dengan gerakan kepala, Arga menyuruh Lula untuk membuka dan melihat siapa yang datang. Cowok yang berbaring di sofa itu terkikik geli melihat ekspresi jengkel dari Lula. Rasanya Arga gemas ingin mencubit pipi tembam sahabatnya, tapi tak pernah terlaksana.

"Ga, tuh, dicariin Syana," ketus Lula.

"Oh iya. Yaudah, gue keluar dulu. Lo nggak boleh ke mana-mana. Beresin kamar gue." Arga memasukkan ponselnya dalam kantung tanpa peduli dengan gerutuan Lula.

***

Sebuah toko kado yang menjual berbagai macam perlengkapan ulang tahun, juga beberapa macam barang yang bisa dijadikan kado menjadi tempat keberadaan Arga dan Syana kali ini. Arga sibuk memilih kado, sedangkan Syana mencari perlengkapan ulang tahun.

Seusai mendapatkan apa yang mereka mau, keduanya memutuskan untuk mengisi perut di salah satu kedai sebelah toko. Hari ini merupakan ulang tahun Lula, mereka merencanakan kejutan untuk gadis itu.

"Hei."

Dua orang yang duduk berhadapan itu menoleh ke sumber suara yang menyapa mereka. Orang yang juga ikut andil dalam rencana ini akhirnya datang.

"Lama banget," komentar Arga.

"Ya maaf, sih. Gue sibuk." Delvin memilih duduk di samping Syana.

"Kak Delvin sok sibuk, deh. Hari libur juga sok banyak kegiatan, paling juga tidur di rumah."

Delvin tergelak, tangannya mengacak rambut Syana hingga membuat gadis itu mengomel. "Tau aja kebiasaan gue."

"Duh, tolong, ya, ini ada jomlo di sini. Berasa dunia milik berdua aja," cecar Arga.

"Makanya, buruan diresmiin, tuh, si Lula."

Arga menatap Delvin geram. "Lo pikir gedung, pake diresmiin segala."

Delvin menumpukan tangannya pada meja lalu menatap serius ke Arga. "Itu salahnya lo. Udah tau Lula itu baper, tapi masih aja nggak mau kasih kepastian, padahal lo juga ngerasain hal yang sama. Cewek itu butuh kepastian."

"Berisik, ah! Udah, kita harus bahas rencana buat nanti."

Akhirnya ketiganya memulai pembahasan. Mereka melakukan pembagian tugas. Arga akan menyibukkan Lula di rumah, sementara Delvin dan Syana bertugas menghias kamar Lula yang akan digunakan sebagai tempat kejutan, kemudian mami akan menyiapkan kue.

Karena semua hal yang diperlukan sudah terencana dan tersedia, mereka pulang dan menjalankan misi. Syana tentunya pulang bersama Delvin sedangkan Arga sendiri, ya, nasib jomlo.

Saat melewati toko boneka, Arga melihat sebuah boneka minions yang berukuran besar, tampak polos dan cocok dengan karakter Lula. "Tapi gue udah beli kado buat Lula," gumamnya kemudian pergi.

***

Lula menyeka keringat dengan tangan kanan sementara tangan kirinya berkacak pinggang. Matanya menyapu kamar Arga, mencari bagian yang siapa tahu belum ia bersihkan. Bersamaan dengan itu, suara deru mesin motor berhenti di halaman Arga. Ia pun segera turun untuk menanyai cowok itu ingin dimasakkan apa untuk makan siang. Ah, Lula benar-benar mirip pembantu hari ini.

"Ga, lo mau makan apa?" Kala Arga menjatuhkan pantatnya di atas sofa, Lula baru menanyakan hal tadi.

"Nggak usah. Gue udah makan. Lo aja sana makan, jangan sampe sakit."

Pipi Lula bersemu hanya karena kalimat sederhana itu. Untuk mebgusir rasa gugupnya, ia mulai menjawab dengan percaya diri, "Cie, lo khawatirin gue. Udah mulai sayang sama gue, ya, Ga?"

Udah dari lama kali, jawab Arga dalam hati, tentunya bibirnya berkata lain, "Nggak usah kepedean! Gue cuma nggak mau besok pas Bunda sama Ayah pulang, lo ngadu kalo gue jadiin lo babu tanpa ngasih makan. Males gue diomelin. Udah sana makan, nggak usah cerewet!"

Lula berjalan ke dapur dengan perasaan dongkol setengah mati. Memang, ya, Arga itu cowok ternyebelin yang pernah ada. Bisanya menghancurkan harapan Lula saja!

***

Tanpa terasa, matahari telah kembali ke peraduannya menyisakan gelap diterangi cahaya bulan yang menyembul separuh di balik awan. Saat itu, setelah menjalankan salat magrib berdua dengan Arga sebagai imam, Lula baru pulang ke rumah. Akhirnya penyiksaannya berakhir!

Dengan langkah ringan, Lula meninggalkan rumah yang biasanya menjadi surga, tapi hari ini mendadak layaknya neraka itu dengan senandung-senandung pelan. Setelah menyapa Syana yang duduk di ruang tamu, Lula segera menuju kamarnya untuk istirahat.

Begitu membuka pintu, Lula mengernyit kala melihat lampu kamarnya dalam keadaan mati, padahal biasanya mami akan menyalakan jika sudah masuk waktu petang. Mungkin mami kerja, batinnya.

Saat saklar ditekan, sebuah seruan mengejutkan membuat Lula melongo.

"Selamat ulang tahun!"

Mami berdiri dengan kue ulang tahun dan lilin angka tujuh belas di atasnya. Ada Delvin yang memakai topi ulang tahun, kotak kado berwarna merah ada di tangannya. Selain itu, cowok yang seharian ini membuatnya geram setengah mati, iya, Arga berdiri dengan senyum tulus.

"Astaga ...," ucap Lula tak percaya dengan apa yang ia lihat.

Mami menyuruh Lula untuk membuat permohonan kemudian meniup lilin. Meskipun nasih terkejut, Lula melakukan perintah mami dan perasaannya berganti menjadi bahagia yang tidak terjelaskan.

"Selamat ulang tahun, Sayang." Berta mengecup kening putrinya dengan sayang. Satu per satu dari mereka memberikan kado pada Lula. Karena mami mengatakan buka kadonya nanti saja dan sekarang lebih baik makan-makan dulu, mereka menyetujui.

Sekarang taman belakang rumah Lula telah disulap menjadi tempat pesta kecil-kecilan. Lampu-lampu kecil disusun di pinggir kolam renang. Lula teringat pintu rahasia yang menghubungkan belakang rumahnya dengan belakang rumah Arga. Letaknya tepat di pojok taman. Ia jadi tahu bagaimana Arga bisa lebih dahulu sampai di kamarnya untuk kejutan tadi.

Suasana malam terasa hangat dengan senda gurau orang-orang di pesta itu. Sesekali mereka menggoda Arga dan Lula dengan pertanyaan kapan hubungan mereka diresmikan yang sukses membuat kedua orang itu salah tingkah.

Pukul sembilan, Delvin pamit pulang,  mami dan Syana juga undur diri untuk istirahat. Hanya tersisa Arga dan Lula di sana, hening tanpa suara. Samar-samar Lula mendengar bel rumahnya berbunyi. Gadis itu bangkit untuk mengecek tamu yang datang semalam ini. Arga hanya mengikuti, ia tahu siapa yang datang.

"Mbak, ada kiriman."

Lula mengernyit saat melihat boneka minions besar berada di belakang laki-laki yang bertamu tadi. Walau masih kebingungan, Lula hanya mengiyakan perkataan pengirim boneka tadi juga ketika sang pengirim pamit pergi.

"Gede banget bonekanya," gumam Lula sambil mendekati boneka yang tingginya sampai sebatas pundaknya. Di luar plastik boneka itu tampak kertas yang ditancapkan dengan jarum pentul.

Lula segera mengambil benda itu. Matanya terbeliak menatap tulisan yang amat ia kenali, juga isi kertas tadi. Tubuhnya menegang saat sebuah suara dari belakang menembus pendengarannya.

"Mau jadi pacar gue?"

*****

Jangan lupa vote, coment, and share, ya~
Terima kasih❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro