Dekat tapi Jauh
Selamat membaca ^^
*****
Arga terpaksa membiarkan perutnya kosong pagi ini karena dengan percaya diri seorang Alula Anisah menggedor-gedor pintu rumah saat jarum jam menunjukkan pukul enam. Saat ditanya ada apa, gadis itu hanya menjawab jika hari ini adalah jadwal piketnya, ia tidak mau telat. Andaikan Arga diberi kekuatan sihir, mungkin ia akan menjadikan Lula seekor kodok supaya tidak semenyebalkan ini.
Lihat saja, sekarang di kelas itu hanya ada dirinya, Lula dan Rika--teman yang juga piket hari ini. Arga hanya menunggu di bangkunya saat Lula sibuk membersihkan kelas.
"Arga minggir! Gue mau nyapu!"
Arga memaki dirinya yang selalu lupa membawa penyumbat telinga agar tidak mendengarkan ocehan Lula. "Nyapu tinggal nyapu, apa susahnya, sih?" gerutu Arga tanpa berniat berpindah tempat.
"Gue mau bersihin kolong meja sekalian. Lo, kan, sering buang sampah di situ. Buruan minggir!" Tidak mengindahkan Arga yang menyerapahi dirinya, Lula tetap menarik sahabatnya itu agar minggir.
Saat merogoh-rogoh kolong meja miliknya dan milik Arga, Lula justru menemukan sekotak susu cokelat dengan surat diikat di badan susu. "Arga, ini dari lo?" tanya Lula pada cowok yang berdiri di sampingnya.
"Itu otak sekali-kali dipake buat mikir biar nggak berdebu," cela Arga, "udah tau gue berangkatnya bareng lo, mana mungkin gue sempat naruh di situ. Lagian kurang kerjaan banget gue ngasih lo begituan," tambahnya.
Lula sadar otaknya memang agak 'begitu' akhirnya tidak mendebat Arga, justru fokus pada surat yang dipegangnya. Ini kali kedua dia mendapatkan surat misterius itu.
"Coba buka!" perintah Arga yang kemudian diangguki oleh Lula.
Dia awan dan kamu hujan. Dia menahan kamu agar tidak jatuh. Sayang sekali, kamu sudah nyaman berada di dekatku. Tentu saja kamu akan tetap jatuh kepadaku, tanahmu.
Selamat pagi. Semoga harimu menyenangkan, putriku.
Kening Arga dan Lula sama-sama berkerut heran. Jelas sekali di akhir surat mengatakan 'putriku' yang berarti surat itu berasal dari Papi Lula. Namun, sekali lagi, hal itu sangat kecil kemungkinannya.
"Ini dari Papi, Ga."
"Lul, gue udah bilang, kemungkinan itu kecil banget."
"Tapi...."
Ucapan Lula menggantung saat mendengar pekikan suara dari luar.
"Lo gimana, sih? Jalan tuh lihat-lihat, dong!"
Sepertinya itu suara orang yang ditabrak, duga Lula dan Arga. Sedetik kemudian mereka menyadari sesuatu. Keduanya segera berlari menuju pintu masuk kelas.
Seorang siswi berambut sebahu tampak gugup menghadapi Kikan, teman Lula dan Arga yang tampaknya baru tertabrak. Siswi itu buru-buru minta maaf dan lari begitu saja saat melihat Lula dan Arga.
Lula dan Arga pun secara spontan mengejar cewek itu. Mereka berpikiran bahwa siswi tadi yang menaruh surat misterius itu. Jika keduanya bisa menangkap pelaku atau suruhan, pasti mereka dapat tahu tujuan surat itu dikirimkan.
Napas Lula terasa mau putus saja. Meskipun seorang siswi, larinya cukup cepat. Sekarang Lula jadi berpikir, mungkin ia harus sering pergi ke tempat olahraga agar tubuhnya manjadi lebih sehat. Astaga gue mikir apaan, sih, geramnya dalam hati. Saat seperti ini masih saja otaknya memikirkan hal tidak penting.
Beruntung saja di depan sana tampaknya Arga dapat menangkap siswi tadi. Tentu saja, cowok itu larinya cepat, bisa lebih cepat dari orang yang dikejarnya.
"Lo ngapain di depan kelas gue?" Arga menanyai siswi yang baru kelas sepuluh--tampak dari badge kelasnya.
"Ng-nggak ngapa-ngapain kok, Kak," jawabnya gugup. Pelipisnya mulai menghasilkan buliran-buliran keringat.
"Jangan bohong! Ngapain lo lari kayak gini kalo nggak ada apa-apa," omel Lula ketika sampai di sebelah mereka berdua.
"Aku mau ngasih surat."
"Jadi lo yang ngirim surat ini?" tanya Lula dengan nada meninggi sambil menunjukkan lembaran kertas yang dipegangnya.
"Bu-bukan, surat ini." Siswi itu memberikan sepucuk surat dengan kertas berwarna merah jambu kepada Arga. "Itu aku mau kasih ke Kak Arga. Biasanya aku selipin di loker meja, tapi tadi Kak Arga udah berangkat, jadi aku batalin," terangnya.
Lula meneliti surat itu. Dia meneliti isi surat. Ternyata surat cinta. "Nih, nggak sesuai harapan," ujarnya sambil memberikan surat itu ke Arga.
"Sorry, lo boleh balik ke kelas. Suratnya gue terima dan sebagai permintaan maaf, nanti istirahat gue ajak lo makan di kantin," kata Arga. Ia bisa melihat binar kebahagiaan di mata gadis itu.
"Iya, Kak," balasnya semangat. Setelah itu, ia pergi meninggalkan Lula dan Arga.
"Kenapa, Lul?" tanya Arga pada Lula yang terdiam.
"Emang kalo minta maaf harus ngajakin makan di kantin gitu, ya, Ga?" Lula spontan menanyakan hal itu. Ia juga tidak tahu kenapa dari sekian banyak hal penting yang perlu ditanyakan, justru hal tidak penting seperti itu yang ia tanyakan.
"Astaga. Lo cemburu?"
Lula menggeleng kuat. "Terus ini jadi pelakunya siapa, Ga?" Ia mencoba mengalihkan topik. Beruntung saja wajah tengil Arga yang baru akan muncul untuk menggodanya, berganti dengan tampang berfikir.
"Gue pikir pelakunya ini sengaja mengarahkan tersangkanya ke Papi. Jadi, semacam pengalihan," jelas Arga. Ia mulai berjalan menuju kelas, diikuti oleh Lula.
"Tapi tujuannya apa?"
"Mungkin pelakunya ngerencanain sesuatu yang besar dan kita belum tahu itu karena baru dua petunjuk yang kita dapetin."
"Tapi bisa aja pelakunya emang Papi," sanggah Lula.
"Kalo emang Papi, apa motif dia ngirim surat begini ke lo? Tujuannya apa?"
Lula berfikir sejenak. Benar juga kata Arga. Kelihatannya pemikiran Lula memang tertinggal daripada Arga. "Iya juga, ya."
"Kuncinya adalah kita cari siapa awan sama tanah ini. Kalo hujannya ini jelas lo."
"Kok bisa?"
"Karena yang dikirimin surat ini lo dan jelas kata kamu itu mengacu ke lo, Lula. Heran, pernah belajar bahasa indonesia nggak, sih? Masa gitu aja nggak tau. Dasar lemot!" maki Arga diiringi tangannya yang menarik rambut sahabatnya itu kemudian berjalan lebih dahulu.
"Argaaa! Gue nggak lemot, cuma telat mikir aja!"
*****
Hai~
Gimana part kali ini? Hayo, siapa tuh pengirim surat misteriusnya? Baru awal, ya, jadi belum keliatan😅
Yuk, ramein komentar sambil nebak-nebak nanti dapet ucapan selamat kalau benar😂
Jangan lupa pencet bintang di pojok kiri dan tunggu part selanjutnya, ya.
Terima kasih❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro