#32
Keluarga Cemara (3)
Barachandra: Halo, adik-adik bandelku.
Barachandra: Lama tidak berjumpa
Calvin Raskara: Sinting lo, kampret
Dimitrio G. : Chan, kita udah jadi kakak-adek berapa tahun sih?
Barachandra: Mmm
Barachandra: Dua puluh tahun lebih kayaknya
Dimitrio G. : Aneh
Barachandra: Aneh apanya?
Dimitrio G. : Kenapa sampe sekarang gue masih juga kaget setiap kali lo bertingkah laku freak kayak gini.
Calvin Raskara: ...
Barachandra: Apanya yang freak sih?
Barachandra: Groupchat tuh ada buat dipake kan?
Dimitrio G. : Tapi nggak begini...
Barachandra: Nggak begini gimana?
Calvin Raskara: NGGAK KETIKA KITA LAGI TIDUR BERTIGA BERSEBELAHAN
Chat yang dikirimkan Calvin membuat kepala Chandra sontak tertoleh ke samping, hanya untuk mendapati dua adik laki-lakinya sedang menatapnya dengan sorot lelah, geram, kesal yang berbaur menjadi satu bersama sebentuk rasa geli. Chandra berlagak berpikir sebentar, tapi kemudian dia mengangkat bahunya dengan gaya tak peduli dan kembali mengetik di ponsel. Dan seperti biasa, meski sebal, Calvin dan Cetta tetap mengecek ponsel mereka masing-masing.
Barachandra: Ini cara elit kita berkomunikasi
Calvin Raskara: Cara elit jigong lo ijo
Barachandra: Yah, bego, itu mah lumut bukan jigong
Cetta mendengus kehilangan kesabaran. Mulutnya terbuka, siap untuk mendamprat Chandra yang masih saja terfokus pada layar ponselnya. "Mau ngom—" sayangnya, cowok itu tidak punya kesempatan untuk menyelesaikan kata-katanya karena jari telunjuk dan ibu jari Chandra menjepit bibirnya dengan sigap, membuat wajahnya jadi terlihat seperti ikan bermulut gepeng.
Barachandra: Jangan berisik. Ntar Suri bangun.
Calvin Raskara: Emang goblok si Tri
Dimitrio G. : JANGAN JEPIT BIBIR GUE!!!
"Ups." Lalu tanpa merasa bersalah, Chandra melepaskan jepitan tangannya dari bibir Cetta begitu saja.
Dimitrio G. : Bibir gue jadi ternoda
Barachandra: Yah bacot, bibir lo udah sering dijepit Rana juga
Dimitrio G. : Beda lah
Dimitrio G. : Bibir gue dijepit Rana pake bibirnya
Dimitrio G. : Bukan pake tangan yang bau terasi
Calvin Raskara: Bau... terasi...
Barachandra: Halah, Siena aja nggak protes
Dimitrio G. : Emang lo jepit bibir Siena?
Barachandra: Yoi
Calvin Raskara: Pake tangan... apa pake bibir?
Barachandra: Masih harus ditanya?
Dimitrio G. : MALIKA, SKRINSYUT SEKARANG!!!
Calvin Raskara: Kenapa gue?!
Dimitrio G. : Memori gue penuh
Calvin Raskara: Dasar selebgram tidak bermodal
Dimitrio G. : Dasar arsitek berkulit hitam
Calvin Raskara: ...
Dimitrio G. : Kalah kan lo
Barachandra: Bukan arsitek berkulit hitam
Barachandra: Tapi pangeran kegelapan
Calvin Raskara: ...
Barachandra: Jangan speechless
Barachandra: Berbanggalah
Barachandra: Kegalapanmu sudah diakui dunia
Dimitrio G. : Sip
Dimitrio G. : Tinggal diuji di ITB dan IPB
Barachandra: Lo kira pure it
Calvin Raskara: ...
Calvin Raskara: Udahlah gue tidur aja
Dimitrio G. : Jangan lupa bangun
Calvin Raskara: Lo doain gue mati?!
Barachandra: Ati-ati, Tri
Barachandra: Kalau Pangeran Kegelapan marah, dunia sihir bisa gonjang-ganjing
Calvin Raskara: Kenapa gue merasa seperti dipersamakan dengan Voldemort.....
Dimitrio G. : Dirimu dan dirinya sama-sama tidak berhidung
Calvin Raskara: Mati aja apa ya gue
Barachandra: Jangan
Barachandra: Pembahasan kita belum selesai
Dimitrio G. : Mulai aja belom!!
Barachandra: Makanya jangan kebanyakan ngedebat gue
Barachandra: Malika, jangan tidur
Barachandra: Kalau lo tidur, jangan salahin seandainya gue sama Tri melakukan tindakan tak terpuji
Calvin Raskara: Seperti apa misalnya?
Dimitrio G. : Melemparkan lo ke blackhole
Barachandra: Mana bisa. Yang ada blackholenya nyerah, minder saingan gelap-gelapan sama dia
Calvin Raskara: ....
Barachandra: Tindakan tidak terpuji yang gue maksud itu misalnya begini
Barachandra: Gue sama Tri ngiket lo
Barachandra: Lakban mulut lo
Dimitrio G. : Terus lemparin ke bagasi pesawat yang siap berangkat ke Amerika Serikat
Dimitrio G. : Biar langsung digenosida sama Donald Trump
Dimitrio G. : Soalnya lo item dan lo orang Asia
Barachandra: Nggak sesadis itu
Barachandra: Lempar aja ke kolam renang
Barachandra: Yakin deh
Dimitrio G. : Yakin apanya?
Barachandra: Yakin besok ngambang. Hehehe.
Dimitrio G. : Boleh juga
Calvin Raskara: Jujur gais, kalian nganggap gue saudara nggak sih sebenarnya?
Dimitrio G. : Uduh, Apin baper
Barachandra: Abang Apin jangan baper
Calvin Raskara: STOP
Barachandra: Muehehe
Barachandra: Oke, kembali ke laptop
Barachandra: Ini soal ulang tahun Suri
Dimitrio G. : Ah ya
Dimitrio G. : Kita belum sempat nyiapin surprise
Barachandra: Betul sekali. Berhubung gue sibuk latihan. Apin sibuk kerja. Dan lo sibuk pacaran.
Dimitrio G. : GUE NGGAK SIBUK PACARAN
Barachandra: Still, lo lebih memilih menyelamatkan Rana duluan daripada nyelamatin Suri waktu insiden di venue konser
Dimitrio G. : ...
Barachandra: Gue benar kan?
Dimitrio G. : Lo juga!
Barachandra: Posisi gue jauh, bos. Kebetulan aja Siena yang ada di dekat gue.
Calvin Raskara: Dasar bocah kapur... masih ngeles aja lo @Dimitrio G.
Dimitrio G. : Ksatria Baja Ireng dilarang bicara
Barachandra: Lo juga, bukannya nolongin Suri malah nolongin Khansa duluan @Calvin Raskara
Calvin Raskara: ...
Barachandra: Lo perhatiin nggak? Sejak balik lagi setelah diculik sama Jagoan Neon, Suri maunya mepet sama kita. Dia malah nolak itu belalang krispi, Mak Lampir, bahkan my pretty Siena.
Dimitrio G. : Siapa yang lo sebut Mak Lampir?!
Barachandra: Mantan lo
Dimitrio G. : GUE NGGAK PUTUS YA
Barachandra: Oh... ketunda lagi
Chandra mengaduh tanpa suara ketika Cetta menyepak pantatnya kuat-kuat, membuat kasur sedikit berguncang. Untung saja, Suri yang terbaring diantara Cetta dan Calvin tidak terbangun. Chandra mendelik, sementara Calvin langsung melotot pada kedua saudara laki-lakinya.
Calvin Raskara: Kelakuan lo berdua minta dimutilasi
Barachandra: Intinya gitu
Barachandra: Suri justru jadi manja sama kita.
Barachandra: Gue merasa... kita udah jarang ngasih perhatian ke dia
Dimitrio G. : Tumben lo benar
Barachandra: Gue emang selalu benar, cuma kapasitas otak lo terlalu kecil buat mengakui
Dimitrio G. : Kata orang yang pernah sikat gigi pake Pond's
Barachandra: Namanya juga lagi mabok, nggak sadar sabun muka Suri ketinggalan di kamar mandi gue
Calvin Raskara: Kebanyakan retorika lo berdua udah kayak politikus lagi nyalon pilkada
Calvin Raskara: Jadi gimana?
Barachandra: Kita kasih kejutan ke Suri
Dimitrio G. : Gimana caranya?
Barachandra: Besok kita diskusiin
Dimitrio G. : KOK BESOK?
Barachandra: Karena gue pegal ngetik
Barachandra: Lagian besok juga Suri bakal diajak jalan sama itu Ikan Selar Cina
Dimitrio G. : BELALANG SEMBAH?!
Barachandra: Yoi
Calvin Raskara: Ini tidak bisa dibiarkan
Barachandra: Sayangnya, gue udah deal sama dia. Dia bakal ngasih kejutan ulang tahunnya sendiri ke Suri, secara nggak langsung jadi pengalih perhatian buat kita.
Calvin Raskara: INI NAMANYA KEPUTUSAN SEPIHAK!
Dimitrio G. : INI PATUT MEMICU KUDETA!
Barachandra: Geblek, dengerin gue
Barachandra: Gimana pun juga, kita harus belajar berbagi tempat sama itu Lumut Candi
Barachandra: Karena kita nggak akan selalu ada buat Suri selamanya
Calvin Raskara: ...
Dimitrio G. : ...
Barachandra: Diskusi ditutup
Barachandra: Abang Apin dan Abang Kecil, silakan tidur
Di tempat mereka berbaring, Cetta dan Calvin sama-sama mendengus kesal. Chandra hanya terkikik. Tetapi ekspresi sumringahnya tidak bertahan lama karena detik berikutnya, Calvin menendang bokongnya keras-keras hingga dia jatuh terguling dari ranjang super besar tempat mereka berempat berbaring, menimpa lantai berlapis karpet hingga menghasilkan bunyi gaduh serupa tumpukan karung beras yang jatuh.
"Adaow."
Pagi harinya, Sebastian mengajak Suri berjalan-jalan di jogging track sekitar hotel sesaat setelah mereka selesai sarapan bersama di ruang makan komunal milik hotel. Ayah baru akan datang agak siang—Chandra sengaja berkata beliau tidak harus buru-buru datang karena keadaan sudah terkendali dan baik-baik saja. Tanpa membantah, Suri menurut. Dengan masih mengenakan kostum tidur masing-masing, mereka berjalan beriringan di bawah selubung udara pagi yang masih menguarkan aroma sejuk embun.
"Tian—"
"Gue nggak cukup tidur semalam. Gue tau. Gue memang terlihat jelek. Lo nggak perlu bertanya lebih lanjut."
"Kamu nggak—"
"Jelek?" Tanpa sadar, sebuah tawa kecil terlepas dari mulut Sebastian. Tawa yang membuat Suri terdiam, karena dia tau betapa sulitnya memunculkan tawa sejenis itu dari seorang Sebastian Dawala yang lebih sering menampilkan wajah dingin tanpa ekspresi. "Gue juga tau. Buat lo, gue nggak akan pernah jelek."
Suri mencibir. "Pede banget."
"Karena gue merasakan sesuatu yang sama."
"Mm?"
Sebastian menoleh, memandang Suri sejenak dengan matanya yang dibayangi oleh lingkaran hitam. Dia jelas kurang tidur dan kelelahan. Wajahnya pucat dan rambutnya berantakan. Namun melihat Suri... nyata dan berada di depannya sekarang... Sebastian rasa dia tidak menyesal meski hanya bisa tidur beberapa jam semalam.
"Karena buat gue, lo nggak akan pernah jelek."
Pipi Suri memerah.
"Kita mau kemana?" Suri bertanya lagi setelah beberapa saat mereka habiskan hanya untuk menapaki jogging track tanpa saling bertukar kata.
"Jalan-jalan."
"Tumben."
"Lo nggak suka?"
"Bukan begitu."
Diam lagi.
"Kalau lo mau ngomong, ngomong aja. Nggak usah dipendam. Nanti keburu busuk."
"Kamu lebih sering memendam omongan kamu daripada aku." Suri membantah, tapi akhirnya gadis itu menyambung. "Ada kado lagi?"
Sebastian berdecak. "Kenapa lo bertanya kayak gitu?"
"Karena... entah kenapa aku ngerasa kamu bukan tipe orang yang hanya akan ngasih pelukan di hari spesial orang yang kamu sayang."
"Kenapa lo bisa berpikir begitu?"
"Because you cherish someone you love with all of your heart."
"Lucu, karena seseorang yang pernah gue cintai setengah mati justru berkata yang sebaliknya."
"Cathleena?"
"Iya." Sebastian mengakui, kemudian dia berhenti berjalan, tepat di tengah sebuah jembatan kecil yang membentang di atas kolam buatan yang luas. Kolam itu tidak selebar danau, tetapi cukup besar dan dalam. Ada teratai menyembul di beberapa sudut permukaannya. Bagian tepinya dipenuhi oleh batu-batu bulat kelabu yang kerap ditemukan di sungai besar. Tidak ada orang di sana selain mereka berdua. "Tapi untuk sekarang, dia nggak penting lagi. Lo yang penting."
Suri tertawa. "Aku tau, kok."
"Ada satu kado lain buat lo."
"Apa?"
"Untuk hari ini, gue akan menjawab semua pertanyaan lo tanpa terkecuali, dengan jujur."
"Beneran?"
"Beneran." Sebastian mengamati Suri lekat-lekat. "Lo boleh tanya apa pun, mulai dari sekarang."
"Tian."
"Iya?"
"Kalau aku bilang aku sayang kamu, kamu bakal jawab apa."
"Gue tau."
"Kok jawabnya begitu?"
"Karena gue memang sudah tau itu."
Suri cemberut. "Sejelas itu ya?"
"Nggak akan ada cewek yang merecoki seseorang yang nggak dia sayang nyaris setiap pagi di akhir minggu cuma untuk dibikinin susu dingin. Nggak ada cewek yang akan pura-pura lemah sampai nggak bisa ngebuka tutup jar Nutella biar bisa minta tolong dibukain ke orang yang nggak dia suka. Nggak akan ada cewek yang cerewet nyuruh jaga kesehatan, jangan makan ini dan jangan minum itu kepada orang yang nggak dia suka. Nggak akan ada cewek yang akan memasang wajah memelas ketika orang yang nggak dia suka nggak bisa ada di dekatnya waktu dia berulang tahun." Sebastian berujar panjang lebar. "Nggak ada cewek yang akan bersikap manja ke cowok yang nggak dia suka."
"Hehe."
"Pertanyaan berikutnya."
"Kenapa kamu sayang sama aku?"
"Karena lo maksa."
"Hah?"
"Lo maksa minta disayang."
"Berarti nggak ikhlas dong sayang sama aku?"
"Untuk pertama kalinya dalam hidup gue," Sebastian berdeham. "Gue suka dipaksa."
"Kamu sering mikirin aku nggak?"
"Nggak."
"Jahat!" Suri merengek.
"Kan gue jawab jujur."
Suri mengerucutkan bibirnya, tapi dia bertanya lagi. "Kenapa?"
"Karena mikirin lo bikin capek." Sebastian berdecak. "Lagipula, kenapa harus capek mikirin kalau bisa didatengin?"
"Tapi kamu jarang datengin aku."
"Gue sering antar lo ke kampus setiap pagi—yang mana kalau gue harus jelaskan, berarti gue harus bangun lebih pagi dari biasanya biar bisa nganterin lo ke kampus tanpa harus terlambat datang ke kantor." Sebastian mendengus keras. "Karena gue sesayang itu, gue menomorduakan kasur gue buat lo."
Suri masih saja tidak puas. "Tapi kamu nggak suka muncul di kamar aku malam-malam kayak Edward Cullen muncul di kamar Bella Swan."
"Karena gue bukan Edward Cullen."
"Iya juga. Daripada Edward Cullen, kamu lebih milih Edward Chun."
"Edward Chun?"
"Soalnya kamu kan orang Asia. Hehehe."
Sebastian membuang napas pendek. "Ada pertanyaan lagi? Kalau nggak ada, sesi ini gue tutup."
"Dih, curang! Katanya untuk hari ini! Berarti harusnya full sehari penuh dong!"
"Untuk hari ini, tapi dengan syarat dan ketentuan berlaku."
"Udah kayak operator pulsa aja."
"Oke, gue anggap lo udah nggak punya pertanyaan lagi."
"Tian!"
"Apa?"
"Kadonya cuma ini?"
"Iya—"
"Jahat."
"—tadinya."
"Hah?"
"Tadinya kadonya cuma ini. Tapi karena gue tau lo bakal ngambek, gue menyiapkan sesuatu yang lain." Sebastian menyahut seraya merogoh saku celananya, mengeluarkan seuntai kalung dengan liontin yang cantik dari dalam sana. "Buat lo."
"Apa ini?"
"Kalung."
"Aku tau, Tian. Aku nggak buta."
"Kalau gitu, kenapa masih nanya?"
"Biasanya kan ada maknanya."
"Hn." Sebastian memasang wajah lelah, namun pada akhirnya dia meneruskan kalimatnya. "Emang ada artinya. Bulan itu berhubungan dengan legenda Festival Qi Xi."
"Festival Kaki?"
"Festival Qi Ki." Sebastian mengoreksi dengan sabar. "Valentine menurut orang Tionghoa. Jadi dulu, ada legenda tentang seorang gembala dan gadis penenun. Gadis penenun datang dari Langit, katanya dia sejenis bidadari. Gembala jatuh cinta sama Gadis Penenun, kemudian mereka menikah dan punya dua anak. Tapi pada akhirnya, Gadis Penenun harus pulang ke Langit dan berpisah dari keluarganya. Gembala mencoba menyusul, namun tindakannya membuat Dewa marah. Dewa akhirnya membentuk sungai perak yang sekarang disebut sebagai milky way atau galaksi Bimasakti untuk memisahkan mereka. Konon, mereka cuma bisa ketemu setahun sekali, setiap tanggal 7 Juli."
"Kayak dongeng Jaka Tarub versi sipit."
"Mungkin."
"Terus apa hubungannya sama bulan?"
"Lo perhatiin apa yang ada di dalam liontin ini?"
"Bunga?"
"Gue lebih suka menganggapnya bintang daripada bunga. Silly, I know. Karena bintang harusnya hanya punya lima sudut. Tapi well, gue banyak mengabaikan aturan-aturan dalam hidup yang sudah gue buat sendiri semenjak gue ketemu sama lo. So, mari kita anggap ini sebagai bintang." Sebastian terkekeh sendiri. "Ada empat."
"Mmm... terus?"
"Gembala dikatakan menjelma menjadi bintang Altair. Gadis Penenun diwakili oleh bintang Vega. Di dekat mereka, ada dua bintang lainnya, Beta dan Gamma. Beta dan Gamma dianggap sebagai bintang yang mewakili dua anak mereka."
"Oke. Terus?"
"With this necklace, I just want you to know that," Sebastian sempat ragu, tapi akhirnya dia tetap bicara. "I'll love you deeper than Altair loves Vega. Nggak seperti Altair dan Vega yang terpisah sungai perak, kita akan terus bareng-bareng, sampai tiba waktunya dua yang lainnya ada."
"Dua yang lainnya?"
"Gamma dan Beta."
"Anak-anak Altair dan Vega?"
Sebastian mengangguk tanpa ragu, membuat Suri tercekat seketika diikuti rona merah yang menyebar di pipinya.
"Hehehe."
"Kenapa malah ketawa?"
"Dulu, kamu pernah bilang kalau kamu nggak kepingin nikah."
"Gue sudah bilang, gue banyak mengabaikan aturan-aturan dalam hidup yang sudah gue buat sendiri semenjak gue ketemu sama lo."
"Hehe. Ceileh, beneran karena aku?"
"Terserah." Sebastian menyahut datar sambil sesaat kemudian membungkuk, menarik Suri dalam pelukan.
"Kamu sudah bertemu dengannya."
Ucapan Lucifer langsung menyambut Sombre, Nael dan Zoei begitu mereka tiba di tempat tujuh iblis paling utama berkumpul. Yah, jelas mereka sudah tau. Nael tidak perlu menanyakannya. Sama seperti malaikat-malaikat tertinggi yang mengatur dunia agar berada dalam keadaan yang seharusnya, iblis dengan tugas berlawanan juga punya kuasa yang sama tinggi. Mereka bisa menyadari setiap peristiwa yang terjadi di seluruh dimensi, tidak peduli sekecil apa pun itu.
"Sudah."
"Kalian tidak bisa berada di ruang dan waktu yang sama."
"Aku tau." Nael mengembuskan napas. "Tapi kita tidak perlu membahasnya lebih jauh. Aku memang sempat berbicara sebentar dengannya, namun itu hanya menciptakan sedikit gangguan cuaca. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
"Tidak, Nael." Amon menyergah. "Ada sesuatu yang terjadi."
"Sesuatu?"
"Itu judul lagu milik Syahrini."
Detik berikutnya, Ernest langsung menarik Sombre menjauh sebelum Asmodeus menghantam kepala pemimpin para undertaker itu dengan kepalan tinju.
"Dimensi ketiga terpecah." Mammon menjelaskan. "Terjadi kekacauan. Jiwa yang dulu dilepaskan Blanc dari Samsara mendapatkan kembali kekuatannya. Kian sulit bagi para pemburu jiwa untuk menangkapnya kembali dan mengembalikannya ke Samsara. Dia menyebabkan huru-hara yang menyebabkan reinkarnasi Luksa terbunuh."
"Reinkarnasi Luksa?"
"Kita jelas sudah tau seperti apa kondisi dunia para makhluk supernatural selama seribu tahun terakhir setelah perang besar itu. Hanya reinkarnasi Luksa yang bisa menyudahinya dan mengembalikan keseimbangan. Dan reinkarnasinya sudah terbunuh. Itu artinya, perlu seribu tahun lagi untuk mengembalikan keseimbangan dimensi ketiga, dan mereka jelas tidak punya waktu sepanjang itu."
Nael terdiam.
"Jika kita membiarkan Blanc terus bergerak bebas, dia akan menghancurkan dunia manusia juga. Ini jelas tidak bisa dibiarkan. Kehancuran dimensi lain akan mempengaruhi kita semua, membuat eksistensi iblis mau pun malaikat jadi tidak berarti. Kamu tau jelas, eksistensi tanpa tujuan adalah eksistensi tanpa arti. Serupa cangkang kosong tanpa guna, kita akan jadi sia-sia."
"Aku... perlu merenungi semuanya."
"Blanc harus dihentikan, Nael."
"Aku tau." Nada suara Nael mendingin. "Aku sudah bilang, aku perlu merenungi semuanya." Dan hanya dengan begitu saja, Nael berjalan melewati tujuh iblis lainnya.
"Sombre," Belzeebub berpaling pada Sombre yang tengah ditenangkan oleh Ernest—Sombre merasa tersinggung karena menurutnya Syahrini cukup keren jadi Asmodeus tidak seharusnya sekesal itu. mendengar panggilan Belzeebub, Sombre langsung berhenti mengomel.
"Ada apa?"
"Kamu tau apa yang harus kamu lakukan." Lucifer berujar seraya menatap pada punggung Nael yang kian menjauh. "Dampingi dia."
Tanpa membantah, Sombre bergerak mengejar langkah Nael.
okesip, ini telat banget.
sori, tapi gue baru inget kalau gue ada kelas lagi jam tiga sore dan baru selesai sekitar jam setengah enam sore dan yah, sori banget telat sampai beberapa jam lol
ah ya, buat yang nanya soal extra, mungkin yang beli di toko buku bisa dapet, tapi biasanya yang ikut presale bakal lebih cepet. terus buat yang nanya presale itu apa, presale itu penjualan spesial sebelum bukunya beredar di toko buku. untuk lebih jelasnya, kalian bisa lihat info-info terbarunya di instagram (at)loveable.redaksi
kalau ada pertanyaan terkait di mana tempat belinya, bisa tanya lebih lanjut ke instagramnya loveable ya. begitu juga dengan bonus-bonus dan diskonnya.
teruss, buat kalian yang kepo kenapa judul extra chapter kemaren itu Gadis Kulit Jeruk, karena itu adalah kalimat random yang terlintas dalam kepala gue saat gue menulis di kolom judul lol jadi emang nggak ada makna khusus
ah ya, by the way, gue menyadari ada beberapa pembaca baru disini yang tidak memahami cara gue bekerja. wkwk ceileh bahasanya. jadi gini. gue bukan tipe yang bakal update cepet dengan ditanyain kapan next dan segala macem.
semakin banyak kalian tinggalin komen mau pun vote, semakin cepet di update. gitu aja prinsipnya.
oke deh sekian dan terimakasih karena nggak enak, udah malam juga.
i'll see you in the next chap and ciao
amon. so far yang baru keluar visualisasinya amon dan lucifer nggak sih? wkwkwk
Published on November 3rd 2017
Semarang | 21.44
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro