Bab 7. Dendam
Alfi bergegas ke rumah nenek. Rumah bergaya antik khas eropa di Kota Solo dengan cerobong asap menyeruap di atas atap. Pemandangan ganjil di kota Solo yang terletak di negara tropis.
Tapi sekarang bukan waktunya mengagumi keindahan rumah nenek Noir. Sekarang Alfi harus fokus memberikan kunci ini kepada nenek Noir.
Pintu demi pintu kayu dibuka Alfi. Nenek ada di salah satu kamar di lantai dua. Di sayap bangunan kiri.
Alfi mendekati wanita lanjut itu.
"Siang Nek, saya temannya Noir," sapa Alfi sehalus mungkin tetapi sarat desakkan.
"Noir? Ada apa dengan cucuku?" tanya nenek khawatir.
"Noir seperti dirasuki sesuatu saat di sekolah, Nek. Dia menyuruhku untuk menyerahkan ini kepada Nenek." Alfi menyerahkan kalung emas berbandul kunci kepada Nenek.
Kalung itu berpindah tangan segera. Nenek membuka kota dengan ukiran rumit dengan kunci emas yang dibawa Alfi.
"Di mana Noir Nek?" tanya Alfi.
"Entahlah, dia tidak lantas ke mari," jawab Nenek.
Saat kotak dibuka, sebuah mesin tua teronggok di sana. Mesin tik itu masih bagus karena dirawat di dalam kotak indah. Namun, beberapa hurufnya copot.
"Mesin tik? Apa maksud suamiku memberikan mesin tik untuk membebaskan Noir?" tanya Nenek kebingungan.
"Ada apa dengan Noir, Nek?"
Nenek menceritakan dengan singkat duduk permasalahan yang ada. Mengenai kata batin Noir yang terbuka yang menganggu hidupnya. Sejak kecil, Noir diikuti sesosok jin wanita berpakaian anggun. Semakin Noir dewasa, jin itu semakin mengusik hidup Noir, bahkan tidak boleh ada manusia yang merebut Noir dari jin tersebut.
"Bolehkah Alfi mencoba mesin tik ini Nek?" tanya Alfi. Di dalam karirnya di dunia kepenulisan, memakai mesin tik antik adalah salah satu cita-cita Alfi. Dengan anggukan Nenek, alfi memasang kertas kemudian mulai mengetik.
Prakata di saat semua mulai bencana terjadi. Alfi menuliskan kidah seorang wanita ningrat yang entah kenapa ia bisa melihatnya dengan jelas. Jemari Alfi menjalar memori ke dalam otak Alfi. Mesin tik tua ini milik wanita ningrat keturunan Eropa. Wanita tua itu jatuh cinta kepada pria sebangsanya namun dari kasta lebih rendah. Ya. Pelayannya yang bernama Berend. Setiap hari wanita itu mengetik untuk mengeyahkan perasaannya kepada pelayannya.
Namun, dorongan cinta itu malah semakin kuat. Kini wanita itu mencari Berend di kediaman pelayan. Alangkah sedihnya wanita itu saat melihat Berend bersama wanita pribumi cantik yang membawakan Berend singkong rebus dengan perasan tebu. Hati wanita itu teriris melihatnya.
Di hari yang sama, wanita itu, Arabella memanggil Berend ke ruangannya.
"Apa kau bahagia dengan gadis pribumi itu, Berend?" tanya Arabella sedih.
Berend terkejut dengan pertanyaan nonanya. Ia masih belum mengerti pertanyaan itu akan menjurus ke mana.
"Aku akan pulang ke negeri asalku. Hari ini juga. Tapi kau harus tau, bahkan semua keturnanmu tidak akan hidup dengan damai." kata Arabella penuh ancaman.
***
Hari bahagia Berend dengan Ambarawati tiba saat mereka menikah. Berend mendapat hadiah mahal berupa peti kayu dengan ukiran indah dari mantan Nona majikannya.
"Nona Arabellah meninggal," kata Aart teman seperjuangan Berend di kediaman Nona Arabella.
Nona Arabella meninggal dengan luka hati di dalamnya, serta dendam karena Berend ternyata abai dengan segala perhatian yang Arabella berikan.
***
Saat Alfi mengetik kata TamaT. Mesin tik itu bergetar hebat. Kepulan asap hitam muncul entah dari mana di mesin tik itu, membubung ke langit-langit ruangan.
Noir datang ke ruangan Nenek dan menjumpai Alfi yang masih duduk di depan mesin tik.
"Terima kasih, Alfi," kata Noir yang sudah mendekap Alfi dari belakang.
"Apa wanita gaib itu sudah pergi?" tanya Alfi selidik.
Noir mengangguk mantab. "Ya, kau sudah menuliskan ceritanya dengan sangat bagus. Kau pasti akan menjadi penulis hebat," puji Noitlr untuk usaha Alfi membantunya.
"Syukurlah kalau begitu, semoga kau bisa hidup normal seperti yang lain, Noir." Alfi ternsenyum.
Kebahagiaan mereka berlangsung singkat, karena setelah itu tubuh Noir berpindah, melayang dengan cepat sampai ambang jendela yang tidak berteralis. Nenek menjerit histeris melihat cucu satu-satunya akan direnggut nyawanya.
Nenek memiliki putri dari pernikahannya dengan Berend. Dan putrinya melahirkan Noir yang menjadi korban dari segala rasa dendam yanh disimpan Arabella.
"Aku mohon, Aku minta ampun , Nona!" kata Nenek sambil bersujud kepada mesin tik di pangkuan Alfi. Noir terlihat pasrah di ambang jendela. Namun, bayang-bayang takut akan kematian terpancar di sorot matanya. Sedang Alfi merasa jantungnya akan melompat dari rongga dadanya.
"Tidak ada yang bisa merebutnya dariku," sebuah suara halus mengisi ruangan itu. Detik kemudian, tubuh Noir terdorong keluar jendela dengan cepat.
"Tidaaaaaaaak!" jerit Nenek menggapai cucunya yang sudah bersimbah darah di bawah sana. Garis keturunan Berend akhirnya terputus sudah.
~Selesai
~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro