Bab 4. Lucid Dream
Kesiur angin membawa aroma lembab hutan yang sarat basah. Kunang-kunang bertebaran menjadi penghias tempat terbuka di tengah hutan yang tak terjamak. Beberapa menghinggapi bunga-bunga aster putih yang bermekaran di antara semak belukar liar. Disiram oleh cahaya rembulan nan terang yang memantulkan cahaya matahari ke bumi yang gelap gulita. Rembulan itu dipantulkan oleh air danau yang tenang, jarang beriak.
Alfi melangkah melewati bunga aster itu. Memetik salah satunya.
"Apa kau sedang merusak alamku Putri?"
Seorang Alfi terkejut mendengar teguran suara dalam itu. Ia mendongak demi melihat si pemilik suara. Matanya mengerjap tak percaya melihat pemuda bangsawan memakai jubah panjang berdiri menjulang di hadapan Alfi.
Pemuda nan tampan itu sangat dikenal Alfi. Noir. Teman sekolahnya yang berada di kelas F itu tersenyum lembut melihat raut Alfi yang menunjukkan ekspresi bingung.
"Apa kau seterkejut itu dengan suamimu?" tanya pemuda itu. Noir membawa Alfi berdiri. Meski tinggi mereka tak sejajar, tetapi pandangan mereka bertumbukan. Mata Alfi berhasil mengunci gadis itu hingga tak mampu bergeming walau seinci pun. Kontras sekali dengan jantungnya yang tak bisa diam.
"Su-suami?" tanya Alfi gugup.
"Iya, Putri Alfi. Siapa pun yang menemukan kunci emas itu akan menjadi istriku. Dan kau sudah berhasil dalam sayembara yang aku buat," jelas Noir seraya membelai rambut Alfi yang tergerai indah.
Hati Alfi melambung bahagia. "Benarkah?"
"Ya. Sekarang kau adalah putri dari penguasa alam, Putri Alfi, tetapi ada satu hal yang harus kamu lakukan terlebih dahulu," tutur Noir lembut.
"Apakah itu?"
Dengan gerakan cepat, tanpa aba-aba, Noir membawa Alfi melompat ke dalam air. Gadis itu terkejut dan tersiksa karena udara yang semakin menipis dalam paru-parunya. Ketakutan akan air yang menguasai dirinya membuat Alfi hampir hilang akal.
Suara-suara terdengar entah dari mana. Memanggil-manggil nama Alfi dari alam bawah sadarnya.
"Alfi! Alfi!" suara ibu terdengar. Lambat laun semakin jelas. "Alfi! Bangun! Sudah jam 5 pagi! Cepat bangun bantu ibuk masak!" kesadaran Alfi kembali sepenuhnya. Ia kelagapan seperti baru saja keluar dari air.
Ibunya ternyata membangunkannya dengan percikan air. "Astaghfirullah, Ibuuuu. Alfi tadi mimpi jadi istrinya Bang Terang," protes Alfi kepada Ibunya.
"Ibu nggak perlu mantu yang terang. Cari calon yang bisa mimpin anak ibu masuk surga, itu sudah cukup," omel ibu kepada anak keduanya. Bibir Alfi manyun mendengar ibunya yang mengomel. Lantas bengkit berdiri untuk nemulai rutinitas hariannya.
Mimpi yang terasa sangat nyata itu memenuhi imajinasi Alfi yang liar.
***
Sekolah masih sepi. Beberapa anak ke kantin untuk sarapan. Alfi melongok ke dalam kelas F untuk mencari sosok yang dicarinya. Seorang siswi berkerudung yang duduk di dekat meja guru menjadi target obrolan Alfi.
"Hai," sapa Alfi singkat.
Siswi yang sedang membaca LKS itu melihat Alfi. "Hai."
"Apa Noir sudah datang?" tanya Alfi langsung ke tujuannya.
"Sudah," jawab siswi itu segera. Tapi, dia langsung keluar lagi, bawa tasnya pula."
"Dia pulang?" Alfi masih kepo.
"Sepertinya. Kayaknya ada keperluan mendesak yang nggak bisa ditinggalkan."
Alfi mengangguk tanda paham. Lantas ia keluar kelas. Sudahlah, besok-besok saja ia kembalikan kunci emas ini. Mungkin saja ini bukan milik Noir.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro