Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 2

Bab 2. Terjebak Hujan
Jumkat 506 kata

Hujan masih air. Tangan Alfi terulur merasakan derasnya air hujan menimpa telapaknya. Seperti beribu jarum halus menggelitik kulitnya. Sudah jam dua sore di pergelangannya. Perpustakaan umum kota sudah dua jam yang lalu tutup. Kini, halte bus menjadi tempat berteduh Alfi dari serbuan sang tirta.

Bila hujan turun lebih lambat, ia bisa menikmati kehangatan kamarnya ditemani novel best seller dari penulis favoritnya. Sudahlah. Semua angan itu hanya membuat Alfi mendesah dan meratapi nasib malangnya dikepung oleh tirai air hujan.

Kesabaran memang membuahkan hasil. Selama satu jam menunggu, hujan melambat digantikan rintik hujan yang mengucapkan selamat tinggal kepada bumi. Alfi melangkah menuju alun-alun kota hendak membeli makanan di kedai yang masih buka. Jalanan basah oleh hujan. Beberapa genangan air menciprat di saat keberadaan mereka dilindas oleh ban kendaraan yang melintas. Jalanan itu memang haknya ban-ban menggelinding itu. Salahkan genangan air yang lantas tak surut saat hujan sudah berhenti mengguyur.

Meja kursi berpayung lebar berjajar di pinggiran alun-alun. Beberapa orang berteduh sambil menikmati mie cup atau kopi hangat. Alfi memasuki toserba untuk membeli susu dan roti isi. Memakannya di meja yang masih kosong.

Langit masih temaram oleh mendung. Bunyi notifikasi terdengar di saku celana Alfi. Sudah pasti itu kakaknya yang mencarinya karena terlambat pulang.

'Aku sedang memadamkan kelaparanku, kak.' Alfi mengirim pesan singkat membalas pertanyaan kakaknya. Pesan-pesan kakaknya yang tersirat kekhawatiran itu terkadang mengganggu Alfi. Namun, gadis itu senang ada yang memperhatikannya. Hidupnya sudah terasa berharga.

Kembali menikmati Kota Solo yang terasa sendu. Pemandangan hujan, mendung, serta genangan air terasa membuat Solo seperti berada di zaman antik yang sulit dilukiskan. Aestetik, mengenang, apalagi bagi orang jomblo seperti Alfi. Apalagi ini malam minggu saat banyak remaja keluar dengan pasangan masing-masing. Tak apa. Alfi tidak mempermasalahkan kejombloannya. Lagipula menjadi jomblo itu bebas, tidak banyak pikiran, aturan, rules, jadwal kencan, apalagi hati yang bakal dijaga.

Cukup jaga diri sendiri saja, beres. Hidup sudah terasa nikmat. Walaupun pikiran simple itu mendarat, tetapi hati perempuan saat melihat lawan jenis pastilah bergejolak. Ada sebuah magnet, daya tarik yang mendorong hati untuk menuntun naluri menyukai lawan jenis yang menjadi idaman. Setidaknya, lawan jenis yang memasuki standar kriteria dan menjadi idaman dari segala idaman.

"Hai, Alfi," suara Noir terdengar dari belakang Alfi membuat gadis itu menoleh. Sosok tinggi Noir yang good looking tampak kontras dengan suasana sendu yang menjadi back ground hidup Alfi. Sontak saja Noir di mata Alfi seperti pangeran yang tiba-tiba muncul dari negeri dongeng, menyapa dirinya.

"Hai, Noir. Kau belum pulang?" tanya Alfi. Noir duduk di kursi kosong di sebelah Alfi. Tanpa persetujuan gadis itu, Noir bergabung menikmati makanan semar mendem yang ia keluarkan dari tasnya.

"Aku terjebak hujan di toko tadi. Kau sendiri? Terbentengi hujan juga?" Noir memberi umpan balik untuk pertanyaan Alfi.

"Iya. Aku terjebak di halte. Hujannya mengerikan. Petirnya serem!"

"Benar. Mau semar mendem? Simbahku yang buatkan," tawar Noir kepada Alfi. Makanan khas itu kemudian menjadi teman mengobrol mereka. Entahlah, segala macam topik tiba-tiba mengalir begitu saja. Seperti air hujan yang turun pada waktunya. Seperti detak jantung Alfi yang tiba-tiba bekerja lebih keras saat memberi umpan balik kepada Noir.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro