Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Three - [Become Feeling]

"Andai aku tahu apa yang akan terjadi berikutnya, aku lebih baik menyerah lebih awal."

***


Kiki duduk di samping Ragi, dan di samping Ragi ada Jiyya. Kayaknya mbak yang jaga karcis sengaja deh, biar cowoknya anget di tengah para cewek cantik nan cute ini. Jiyya pasrah saja. Memang dari awal dia taak mau ke sini, kalau bukan demi makanan enak. Hello ... buat anak kos kere yang uangnya tinggal recehan kembalian habis belanja, makan ayam goreng tambah nonton bioskop gratis udah nikmatnya bukan main.

"Lo suka cerita fantasi juga?" tanya Ragi yang duduk di sebelahnya.

Jiyya memutar bola matanya, lalu mendengus kecil. Rasanya kesal cowok ini mengajak dia mengobrol. Kenapa tidak ajak si Kiki saja? Jiyya harus berusaha ramah. Demi Kiki. "Hmmm ... maybe. Gue gak terlalu suka aja sama film bucin-bucin."

Ragi terkekeh pelan. "Lo pengen liat Avengers End Game ya? Jangan-jangan lo ikutin film Avengers?"

Jiyya menaikan satu bahunya. "Gak juga. Gue cuma lihat di beranda FB. Banyak banget yang bahas tuh film. Jadi penasaran."

"Kirain selera lo sama film yang war."

"Gue cuma tertarik sama film yang viewers banyak. Gue aja nonton Frozen gara-gara pada heboh. Padahal itu film kartun, buat anak kecil," celoteh Jiyya.

"Hahahaha ... kartun gak cuma buat anak kecil kali. Ada yang buat orang dewasa. Jangan berpikir sempit gitu, lah."

Jiyya mengangguk dan sedikit terkekeh. Dia lalu mengeluarkan handphone yang ia pasang case Panda dari animasi We Bare Bears.

Dalam batin Jiyya. Pengen banget gue bacotin nih cowok. Kalau gak ada Kiki dan bukan di dalam bioskop, kelar hidup lo.

***

Jiyya membuka mulutnya lebar-lebar. Masa bodoh sama orang-orang yang memperhatikan dia menguap. Entah kenapa di dalam rasanya Sangat boring. Dia cuma bisa scroll IG dan FB. Tak ada chat LINE yang masuk, apalagi WhatsApp. Di tambah, jadi obat nyamuk lagi. Fiks ini mah udah ngenes tingkat Dewa.

Jiyya balik badan. Dia liat Kiki dan Ragi yang cekikikan. Entah apa yang mereka bahas. Sekilas dari pandangan Jiyya, mereka lumayan cocok.

Namun tak lama Kiki pergi. "Gue ke kamar mandi dulu, ya," ujar Kiki sambil menepuk pundak Jiyya. Jiyya cuma nganguk.

Saat Jiyya hadap arah lain, Ragi udah ada di sampingnya. Buset nih cowok sejak kapan di situ? batin Jiyya.

"Boleh minta kontak lo gak?" tanyanya sambil mengulurkan benda pipih berwarna merah.

"Kontak motor? Maaf gue naik Go Car tadi."

Ragi tersenyum mendengar ocehan Jiyya. "Kontak HP. Nomor bisa, ID Line bisa, serah lo."

"Serah gue? Ya gak gue kasih lah!" jawab Jiyya dengan nada ketus. Jiyya memutar bola matanya dan melihat ke arah lain sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Jutek amat. Why?"

"Lo udah punya cewek bego. Entar gue dikira pelakor."

Ragi ketawa. Entah bagian mana perkataan Jiyaa yang lucu. Perasaan tak ada. "Lo ketawa terus kayak gak ada beban hidup."

"Santai, beban hidup gue banyak kok."

"Bodoh amat."

"Kasihan tauk Amat dibodohin terus."

"Candaan lo basi. Heran Kiki mau jadi cewek lo."

"Hahahaha ... gue sama dia gak ada hubungan apa-apa," ujarnya.

Mendengar perkataan itu, Jiyya kembali menatap Ragi. Dahinya mengerut, dan aslinya hampir menyatu. "What?! Lo gak ngakuin Kiki, nih, ceritanya?" Emosi Jiyya mulai meluap.

Tapi Ragi malah ketawa. "Tenang, kalem, gue jelasin."

"Jelasin apa?" sentak Jiyya.

Jiyya tak peduli menjadi tontonan orang-orang yang lewat. Kayak drama orang pacaran, di mana cowok kepergok selingkuh sama pacarnya.

"Kita tuh cuma deket. Ya ... PDKT lah bahasanya. Belum ada hubungan," jelas Ragi dengan nada sehalus mungkin.

"Ohh jadi ceritanya lagi digantungi kayak jemuran. Yang gantungin siapa? Lo apa Kiki?"

"Dua-duanya."

"What? Ngomong yang jelas dong!"

Ragi menggaruk dagunya. "Hmmm ... susah dijelasin. Makannya minta nomor lo. Hehehe."

"Dasar cowok modus."

Jiyya mengambil HP Ragi. Dia mengetik nomor acak di keyboard. Setelah selesai, baru ia kembalikan ke Ragi.

"Gue namain siapa ni?"

"Jadi selama ini lo lupa nama gue?" Entah kenapa hawanya Jiyya ingin marah setiap kali liat wajah belagu Ragi.

Ragi cuma terkekeh. Ketawanya itu seperti orang tak punya salah apalagi dosa. Kiki lo nemu cowok ini dimana, sih?

"Najiyya Tsalisa."

"Susah amat nama lo. Bikin lidah gue kebelit."

"Protes sama yang kasih nama. Jan ke gue koplak."

Ragi menyengir. "Save gue Siragi Wibel."

***

Jiyya baru selesai mandi. Sangat gerah rasanya walau cuma tiga jam menjadi obat nyamuk. Jiyya sekarang memakai daster pendek motif bunga-bunga kesukaannya. Rambutnya masih acak-acakan dan belum dia sisir. Tak peduli sama rambutnya yang masih basah, Jiyya langsung berbaring di kasur empuknya. Jiyya mengambil HP yang ada di sebelah bantalnya. Belum lama ia sambungan ke Wi-Fi, pesan-pesan mulai berhamburan.

"Gila, tadi sepi banget. Sekarang malah pada chat. Gak ada akhlak banget."

Ada satu nomor asing di WhatsApp Jiyya. Gak ada foto profilnya. Tahu-tahu orang ini sudah telpon Jiyya sebanyak lima kali. Kayak orang kuker banget. Jiyya langsung cek info kontak nomor itu. Ekpresinya berubah, ketika tahu ini nomor dari cowok bernama Siragi Wibel.

"Chat 'kan bisa. Salam kek, sebut nama. Kuker amat."

Belum lama Jiyya berhenti ngoceh, panggil masuk datang. Dengan malas Jiyya mengangkatnya. Dari pada ni orang spam telfon mulu.

"Apa? Lo gak tahu kalau orang lagi istirahat?" bentak Jiyya dengan nada yang menyakitkan telinga.

Jiyya mendengar suara tawa. Serem banget kalau didengar lewat telepon. "Save ya nomor gue."

"Haaa?" Jiyya kembali merasa kesal. "Kan bisa chat, nijir."

"Maaaaleeees gue. Btw, tahu gak lo itu mirip sapa?"

Jiyya menggelengkan kepala. Jelas banget cowok satu ini mau mengalihkan topik pembicaraan.

"Apa?" sentak Jiyya.

Ragi terdiam beberapa saat. "Kayak film Disney. Yang mati makan apel itu apa, gue lupa judulnya."

"Snow White and the Seven Dwarfs."

"Yes."

"Oh iya gue cantik kayak Snow White. Bisa aja lo gombal," tepis Jiyya.

"Lo gak pantes jadi Snow White. Gak usah geer."

"Terus, jangan bilang gue kayak penyihirnya."

"Hmm ... persis, sih, sama-sama galak kayak ibu tiri. Tapi bukan."

Kadang hera bingung kenapa bayang orang yang bilang Jiyya galak. Jiyya udah malas dengan percakapan ini. "Teruuus?"

"Hmm lo itu mirip ...." Ragi terdiam beberapa saat. "The Dwarfs. Ahahahha." Gelagak tawa mendengung di telinga Jiyya.

Jiyya semakin dibuat kesal dengan Ragi. Masak dia dibilang mirip kurcaci. Gak lah. Jiyya langsung mematikan telpon Ragi.
Jiyya menghela nafas karena kesal. Lalu meletakkan tubuhnya di atas kasur.

Kenapa gue bisa ketemu cowok kayak gitu sih?

HP Jiyya bergetar. Gak cuma satu kali. Tapi berkali-kali. Jiyya bisa menebak itu ulah siapa. Dengan malas Jiyya membuka HP nya.

[Iya gue minta maaf.]

Jiyya pikir Ragi tak akan minta maaf.

[Y.]

[Singkat amat.]

[O]

[Gue minta maaf.]

[Y]

Jiyya benar-benar malas berurusan dengan cowok kebanyakan modus kayak gini.

[Gini aja sebagai permintaan maaf gue, besok kita jalan gue traktir sepuas lo!]

[Haa?]

***

TBC
Part By : RashyQuila1

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro