One - [Your Girl is My Best Friend]
"Pada zamannya, penemuan ini benar-benar luar biasa dan membuat seluruh dunia geger dan kaget. Nah, kalian bisa cari tahu apa saja penemuannya dan bagaimana cara pengembangannya sampai sekarang ini. Itu sebuah ilmu yang tidak bisa kalian pelajari hanya dari saya, kalian butuh banyak inspirasi sampai semuanya bisa kalian kupas sendiri."
Dosen itu menutup bukunya, memperbaiki kacamatanya dan kemudian melirik ke semua mahasiswa yang ada di hadapannya. Tidak banyak, hanya ada 23 mahasiswa dengan ekspresi yang tegang dan canggung.
Beliau menutup kelas dengan salam dan kemudian berlalu keluar kelas. Mahasiswa baru, belum bisa terlalu diajak bercanda dan bergulana.
"Gila! Gue gak bisa napas kalau bapak itu di dalam kelas!" Salah seorang mahasiswa berteriak setelah memastikan dosen muda itu sudah jauh dari kelas.
Seorang gadis dengan rambut sebahu yang diberi warna coklat hanya tersenyum tipis. "Kalau lo gak bisa napas, udah dua jam, nih, lo ga mati?" tanyanya terkekeh.
"Ya ... bukan gitu juga maksud gue, Jiyya. Itu cuman istilahnya, elah." Cowok itu menatap malas dan segera mengambil tasnya. "Gue cabut!"
Satu jempol dari Jiyya membuat cowok itu berangkat bersama beberapa temannya.
Kelas sudah berakhir, dan semuanya mulai berkemas dan keluar dari kelas. Tak terkecuali Jiyya, dia juga ikut memasukkan beberapa barangnya ke dalam tas. Kemudian keluar kelas, mencari seseorang yang biasanya memang selalu dia tunggu.
Aku tahu dia selalu di kantin. Jiyya membatin dan kakinya terus saja bergerak menuju tempat yang biasanya dia pergi setelah selesai kelas.
Hanya butuh beberapa saat, dia sampai di depan pintu kantin kampusnya. Dia bisa melihat di antara puluhan anak di dalam sana, seorang gadis dengan rambut dikucir kuda dan memandang ke luar jendela. Dia bisa tahu, tanpa harus memastikan dengan sapaan.
"Kiki!" himbaunya saat sudah berada di belakang Kiki.
Kiki menoleh ke belakang seraya berkata, "Udah kesekian kali lo kagetin gue, dan sekarang udah gak mempan." Kiki memutar bola matanya malas.
"Masa, sih?" tanya Jiyya sembari menyeruput minuman yang ada di depan Kiki.
"Jiyya ... kayak biasa, ya, lo seenaknya minum minuman orang, untung emang punya gue. Coba kalau punya orang lain?" tanya Kiki agak menakuti.
Jiyya menggeleng cepat sambil meneguk minuman itu. "Kalau itu bukan punya lo mana mungkin gue minum, Ki ...."
"Lo mana tau kalau itu punya gue atau punya orang."
"Ya, lo kan juga orang."
"Dah ... males gue debat ama lo. Ga bakalan menang." Kiki pasrah, dia kembali meminum jus yang ada di hadapannya.
Jiyya duduk, kemudian menatap menu yang ada di hadapannya. Sepertinya ingin memesan sebuah makanan atau mungkin minuman. Dia sudah terlihat memilih, dan akan memanggil ibu kantinnya.
"Eh? Lo mau pesan?" tanya Kiki tiba-tiba saat Jiyya ingin mengangkat tangannya.
Anggukan singkat dari Jiyya membuat Kiki menyergah cepat. "Gak usah, ya. Kita mau makan di luar."
"Lah, kenapa? Gue laper ... tadi pagi ga sempat masak di kost, dan gak sempat makan sampai siang ini," keluh Jiyya.
Kiki segera berdiri. "Gue mau ke cafe, lo mau ikut? Makan di sana aja entar."
"Mau! Lo yang traktir?" Mata Jiyya langsung saja berbinar.
Kiki hanya mengangguk singkat dan dengan cepat Jiyya memeluknya. "Lo emang sahabat terbaik gue!"
Jiyya dan Kiki jalan berbarengan ke arah gerbang kampus. Karena Kiki lebih tinggi dari Jiyya, jadi dari jauh kelihatan kurang simetris.
“Lo cakep bener, dandan segala,” celetus Jiyya yang melihat lipstik merah merona di bibir Kiki, dan bulu mata lentik hasil maskara. Pipinya juga pink. Biasanya kalau Kiki seperti ini, pasti ada sesuatu.
“Kepo ah lo, entar juga tau.”
Kiki tiba-tiba melebarkan pupil matanya, dan mulutnya menganga. Dia berjalan cepat mendahului Jiyya. Dan tangannya melambai. Jiyya mengerut dahi.
“Buset ni anak kenapa,sih? Salah makan apa?” gumamnya.
Jiyya mendelik, dan melihat cowok berkaos polos hitam, dan celana jeans putih. Kulitnya putih, dan matanya agak sipit. Kayaknya nih cowok orang China, batin Jiyya.
Yang jadi pusat perhatian Jiyya adalah poni yang lewati alis, dan dia miringkan ke kanan. Ya, dari visual, lumayan tampan.
Jiyya memutar bola mata. Dan mendengus. Wah pantes dandan. Punya gebetan baru ternyata.
Kiki berdiri di depan si cowok. Entah apa yang mereka bahas, tapi Kiki sepertinya sangat bahagia. Kiki menatap Jiyya, dia mengayunkan tangan. Isyarat agar Jiyya mendekat. Jiyya sebenarnya malas. Malas menjadi obat nyamuk. Rasanya kalau ada orang kasmaran, ingin rasanya Jiyya lempar ayam goreng. Tapi, disayangkan, lebih baik dimakan. Lagian sebagai anak kos yang lumayan kere, ayam goreng termasuk makanan mewah.
Dengan senyum yang dipaksakan, Jiyya mendekat.
Jiyya melirik si Cowok. Mulai dari sepatu sampai ujung kepala. Sepertinya cowok kalem. Tapi entahlah, bisa saja dia sok kalem ternyata di belakang Kiki fuck boy. Awas saja kalo dia memainkan perasaan Kiki. Jiyya akan bunuh Cowok itu.
“Ragi kenalin, ini Jiyya sahabat aku dari SMP.” Kiki menggandeng lengan Jiyya. Jiyya tersenyum sinis.
“Oh ini yang sering kamu ceritain. Kenalin gue Ragi fakultas Teknik.” Ragi mengulurkan tangan.
Pas sama Kiki pake ‘aku kamu'. Pas sama gue pake 'Lo gue'. Nih orang gak konsisten banget. Jiyya membatin, mulai menilai cowok yang ada di hadapannya.
“Gue Jiyya,” jawab Jiyya singkat tanpa menyalami Ragi. “Gak usah salaman. Bukan muhrim.”
Ragi terlihat kesal. Tapi, dia jaga image di depan Kiki. Hello ... gak usah so sweet gitu lah. Kalau busuk, busuk aja. Ingat, permen yang manis aja bikin sakit gigi. Jiyya terus saja membatin, mencari kesalahan dan langsung menilai buruk Ragi yang masih saja memasang senyum.
“Ki, gue mau cabut dulu. Ngantuk mau tidur di kos.”
“Lah, gak jadi makan?" tanya Kiki saat mengingat janjinya tadi.
"Gak usah, gue nanti masak supermi aja di rumah. Lo ikut?" Jiyya menjawab dengan badan yang siap berbalik ke belakang.
"Lo balik aja dulu, gue mau makan bentar sama Ragi,” tolak halus Kiki.
"Yaelah bukannya tadi Kiki udah makan? Malahan gue yang belum makan." Setahu Jiyya, Kiki makan dua kali sehari aja sudah sangat langka. Tubuhnya aja kerempeng begitu. Bilang saja ingin nge-date sama cowok baru.
“Yaudah, happy day ya,” ujar Jiyya sambil mengedipkan satu matanya.
Jiyya meninggalkan sepasang manusia itu. Wajahnya kusut. Bukannya iri melihat sahabatnya punya doi baru. Tapi ... Ya sebagai cewek jomblo, rasanya geli saja melihat orang kasmaran begitu. Walaupun sebenarnya Jiyya belum lama jomblo, sih.
“Bodo amat, dah. Mending tidur di kost. Tapi gue belum buat makalah. Padahal besok dikumpulkan. Astajim gini amat jadi mahasiswa. Lama-lama gue nikah aja,” keluh Jiyya.
Jiyya berbicara pada dirinya sendiri. Tak peduli dia dianggap gila sama yang lain. Hello .... Bagi Jiyya urusan lo, urusan Lo. Urusan gue, urusan gue. Selama orang lain tidak mengacau, Jiyya bodoh amat. Orang boleh bacot sesuka hati. Tapi, kalau udah kelewat batas, mati sana. Itu prinsip Jiyya selama ini. Sungguh prinsip yang berfaedah.
Sekarang, Jiyya sudah stand by di kostnya dengan handphone yang ada digenggamannya. Satu klik membuat sebuah lagu berputar. Sebuah nada yang mengisi ruangan kamarnya sampai ia terlelap.
.
.
.
TBC
Hallo Gengs! 😭✨
Ketemu lagi sama Nao dan Rashy!
Tahu, kan? Cerita-cerita hasil collab kita berdua? Tau? 🤧 Kalau tahu Alhamdullillah ... kalau enggak Astagfirullah.
(Sok :v Padahal ceritanya ga terkenal.)
Oke, kali ini Nao dan Rashy bawa cerita collab baru setelah beberapa cerita collab yang kami tamatkan berdua! Dan inilah dia No Sweet Candy! Cerita mengikuti event AarunyaMedia
Do'ain biar cerita ini sukses, ya! Jangan lupa baca dan votement! Nao dan Rashy bakalan ngisi cerita novel di wattpad terus! Doakan! 🤧✨ Stay toon, ya!
RashyQuila
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro