Four - [Sorry My Best Friend]
"Maafkan aku yang mulai menginginkanmu."
***
Jiyya baru selesai memoles wajahnya dengan sedikit make up. Dia mengenakan kemeja sifon berwarna putih yang ia masukan ke dalam classic skirt. Style korea yang Jiyya sukai. Baru saja ia mengambil tote bag putih bergambar pohon sakura, Kiki masuk ke kamarnya dengan wajah muram.
Tanpa salam, tanpa menyapa, atau berbicara sepatah kata, Kiki langsung rebahan di kasur Jiyya. Jiyya mengerutkan dahi. Hawa panas menyelimuti dirinya. Tapi, Jiyya berusaha santai.
"Lo kenapa, Ki?"
Kiki mengambil posisi duduk. Dia liat Jiyya dari ujung kaki sampai rambut. "Rapi amat, lo mau kencan?"
Pertanyaan itu serasa menusuk ke Jiyya. "Hmm … enggak lah. Gue … gue mau kerjain tugas sama teman gue."
"Tumben lo cakep amat. Temen lo cowok pasti?"
Jiyya mengangguk, "Gue buru-buru. Lo mau kunci kamar gue 'kan?"
"Padahal gue mau cerita. Tapi yaudah deh. Hati-hati," jawab Kiki. Kiki kembali merebahkan badan.
Jiyya mengelus siku kirinya. "Emang … Ragi kemana?"
Kiki mengendus keras. "Katanya mau main sama temannya."
Jiyya tersenyum simpul. Rasa bersalah membuatnya tidak nyaman. "Yaudah gue pamit."
Jiyya mengambil langkah cepat menuju pintu. Setelah ia keluar kamar, Jiyya menutup pintu kamarnya dengan pelan.
Maaf, Ki, sebenarnya gue mau jalan sama si Ragi.
***
Ragi sudah stay di salah satu kursi cafe. Cafe dengan cahaya remang dan gaya aesthetic. Ragi mengenakan jaket jeans sebagai luaran, dan kaos putih sebagai dalamnya. Melihat Jiyya datang, Ragi melambaikan tangan.
Jiyya dengan wajah jutek mendekati Ragi. Tanpa sapa-menyapa, atau disuruh, Jiyya langsung duduk di kursi depan Ragi.
"Lo mau makan apa?" tanya Ragi.
"Gak ah, hemat."
"Santai aja, gue traktir."
Jiyya menyengir. Makanan gratis, not bad. "Oke."
Jiyya memesan Chicken Steak dengan kentang goreng, dan minuman jus Alpukat. Sedangkan Ragi pesan Crispy Chicken dan Onion Ring. Lalu minumannya, entah apa namanya, tapi setelah datang sangat terlihat itu sejenis minuman keras.
"Gila di cafe sediaan minuman gitu?" tanya Jiyya ketus.
"Iya, dong," jawab Ragi sambil terkekeh.
Pantas saja cowok buaya satu ini ajak Jiyya ke sini. "Awas lo mabuk! Gua gak mau tanggung jawab."
"Gitu amat, kalau gue mabuk terus lo gue apa-apain, gue mau tanggung jawab, kok."
"Idih ... gak bakal. Kalau sama Kiki lo masih kayak gini?"
"Kalau Kiki mah, harus gue lembutin. Paling gue ajak ke Cat Cafe."
Jiyya menyengir lalu melirik sinis ke arah lain. "Dasar buaya darat. Tuh tadi Kiki cariin lo."
"Tenang, dia mah percaya sama gue. Walau gue jalan sama sahabatnya." Ragi mengedipkan mata ke arah Jiyya.
"Brengsek amat lo."
"Berisik. Ayo makan."
Jiyya mengambil garpu dan pisau. Dia mulai menikmati makanan pesanannya.
"Gue kira cara lo makan kayak gak pernah makan enak," ujar Ragi.
Jiyya buru-buru menelan daging ayam yang sudah ada di mulutnya. Dia lalu menatap sinis Ragi. "Kenapa gak sama Kiki aja?"
"Gue kan maunya sama lo," ujar Ragi sambil mengedipkan satu matanya.
Jujur, Jiyya mual seleksi. Pengen banget dia muntahin ni makanan. Tapi sayang banget, apalagi posisi Jiyya udah laper banget belom makan dari tadi pagi. Maklum lah anak Kost sarapan itu hampir hoax.
"Entar Kiki cemburu lo."
Ragi tercengir. "Gue sama Kiki belum ada apa-apa. Jadi gue bebas."
Jiyya menyipitkan matanya. "Maksud lo?" Ketua Jiyya dengan nada tinggi.
"Ya kam gue sama Kiki masih deket gak jadian."
"Ahahah, di gantungin sama Kiki?"
"Gak gue yang gantungin Kiki. Ahahaha."
Jiyya menelan makanannya dengan berat. Gak nyangka kenapa Kiki mau jalan sama cowok kayak gini. Emang selera Kiki luar biasa.
"Jadi gue bebas kan mau jalan sama siapa," lanjut Ragi.
"Do anything make you happy. Whatever!"
"Kalau gue happy jalan sama lo gimana?"
"Help yourself!"
"Besok jalan lagi, yuk!"
"What?"
***
Dan untuk kesekian kali, Jiyya kembali harus jalan sama cowok buaya ini. Herannya, kenapa Jiyya bisa terbujuk sama Ragi. Walaupun rasa bersalah terhadap Kiki menyelubunginya. But … intinya Jiyya dan Ragi tak ada apa-apa. Anggap saja seperti jalan sama teman. Ngobrol juga biasa, tidak ada mesra-mesranya. Malah saling mengejek, dan adu mulut satu sama lain. Isinya ribut terus. Walau kadang Ragi bersikap sweet dan cute. Oke, Jiyya paham kenapa Kiki mau deket sama cowok buaya darat ini.
"Well, why lo milih kos. 'Kan di kota lo banyak univ bagus dan besar?" tanya Ragi.
Kali ini Jiyya dan Ragi lagi jalan-jalan ke pantai. Mereka berdua tanpa mengenakan alas kaki, entah sandal tadi ditaruh di mana. Bisa-bisanya mereka pake baju couple.
Bukan couple juga, sih. Kebetulan Jiyya pake kaos oversize putih dengan gambar Kuda poni. Dan secara kebetulan Ragi juga mengenakan kaos putih, dengan tulisan '#SobatAmbyar'. Ya, bagi yang tak tahu, akan dikira mereka pacaran karena pakai baju couple.
Mereka baru saja pulang kampus. Kebetulan jam mereka selesai dalam waktu yang bersamaan. Jadi, Ragi mengajak Jiyya ke pantai. Melihat sunset di tepi pantai. Seperti biasa, Jiyya menolak. Tapi akhirnya selalu saja dia terbujuk.
"Biar gak tekanan batin di rumah," ceplos Jiyya.
"What? Kok bisa? Broken home?"
"Anggap aja gitu. Bapak gue keras. Suka main tangan. Sempat gue hampir di bakar hidup-hidup gara-gara masalah kecil," jelas Jiyya.
Ragi malah ketawa kecil. "Why lo ketawa. Kayak gak punya masalah hidup. Pasti keluarga lo tenang damai."
"Lo tahu dari mana? Kiki cerita?"
"Gak, gue nebak dari gaya lo yang always happy."
Ragi berhenti melangkah. Ia menatap Jiyya dengan tatapan tajam. "Andai lo tahu, menurut psikolog orang yang suka ketawa adalah orang yang paling kesepian dan banyak beban."
Mendengar kata-kata itu Jiyya mendadak diam. Rasanya canggung. Dia tak tahu harus berkata apa dan berbuat apa. Dia hanya diam sambil mengalihkan tatapannya ke laut yang kini berwarna kemerahan karena sinar senja.
"Asal lo tahu, bapak gue minggat dari rumah. Gue tinggal sama ibu, dan adek-adek gua yang masih kecil. Jujur gue gak suka sama mereka," ujar Ragi.
"Heeh … lo gak boleh ngatain keluarga lo gitu."
"Ahahaha … but gue masih hormatin ibu gue. Karena dia yang rawat gue."
"Terus bapak lo kemana?"
"Ah, orang itu mah pulang kalo perlu duit. Udah malak ibu gue, dia pergi lagi. Dasar laki gak guna. Kalo bukan karena ibu gue, udah gue hajar dia."
"Hmmm … maaf tadi … ucapan gue."
Ragi tersenyum kepada Jiyya. "Kalem, udah biasa."
"Kiki tau? Kok dia gak pernah cerita?"
"Cuma lo yang tahu. Kiki aja gak pernah cerita kondisi keluarganya gimana. Jadi gue gak pernah cerita juga."
"Kiki mah apa-apa dipendam sendiri." Jiyya tertawa.
Ragi memegang kepala Jiyya. Membuat Jiyya terkejut sesaat. Rona merah berbinar di pipinya. Suara ombak yang menenangkan, dan udara dingin yang mengenai kulit. Rasanya sangat damai. Terlebih saat Ragi mulai mengelus pelan rambut Jiyya.
"Rasanya gue pengen milikin lo berdua," ujar Ragi.
Mendengar ucapan itu, wajah Jiyya mengkerut. "Dasar fakboy. Gua gak mau diduain ya."
***
TBC
Part by : RashyQuila
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro