Hari Ini, Pukul 22.00
なぜ青い花
を咲かせる
のか誰も教
えてくれな
かった
no one told me why I blossom blue | 22.00
°
"Gwaenchanha-yo*?" Sahutan Taehyung bergema samar kala mendengar suara muntahanku di toilet. Jangankan mampu membalas! Sudah ketiga kalinya kujeluakkan angin ke kloset.
Kami berada di Two-Way—satu-satunya motel yang menerima minor, berlokasikan di distrik Shibuyaㅡyang dipenuhi plang dan penerangan bernuansa neon-retro. Kamar motel juga memiliki atmosfir mirip, sehingga pancarona neon dalam ruangan memperparah pening, penglihatanku berkunang-kunang. Dahiku mengerenyit. Kesakitan.
"Hoek!"
Padahal nyaris seminggu tiada kemunculan gejala. Lantas kenapa tiba-tiba? Aku tidak mungkin hamil karena babak sebenarnya dimulai malam ini.
Tak lama kurasakan Taehyung bersandar mesra di belakangku. Surai halusnya menyentuh punggung telanjang. Pinggangku yang hanya berbalutkan kulit direngkuh, diberi belaian lembut yang merangsang.
"Daijoubu*?" Dia menyelipkan rambut panjangku ke belakang telinga.
Aku menatapnya sendu, kehilangan ide harus menjawab apa.
Ragaku menggigil, tapi bukan karena aku hanya berbalutkan set lingerie renda hitam tipis. Dengan pakaian terhangat yang kumiliki pun sudah kurasakan mual dan kerongkongan perih sebelum memasuki motel.
Sial. Aku sebenarnya kenapa?
Akuㅡyang masih bersimpuh lemas tak berdayaㅡkesulitan membuat Taehyung berhenti melakukan apa yang dikontrol birahinya. Dia menangkup wajahku, menciumi fitur demi fitur sebelum berhenti di belah kenyal dan mengisap-isap dengan rigap bergairah.
Semakin Kim mencumbui bibirku, napasku terasa semakin tercekik. Vistaku seperti hilang poros, jantungku mendesakkan perih yang semakin melolong.
Aku mendorong dadanya dengan tekanan. "Taehyung, berhentiㅡAkh!"
Mendadak kesulitan bernapas dan merasa ingin muntah, aku terbatuk-batuk bak orang sekarat. Ketika kuikuti naluri mengeluarkan isi tenggorokan lewat telunjuk yang menusuk paksa, "Hoek!"
Ketakutan terbesarku tercurah nyata.
Kelopak bunga berceceran, berlumuran darah.
Apa-apaan? Bukankah Taehyung mencintaiku?
"Taehyung?" Ucapanku terbata-bata, diselimuti cakram kekalutan yang membuncah.
Keramik dinding kini ternodai, beberapa juga terciprat ke arah Taehyung. Dia menatap dengan ekspresi datar, sementara aku mengalami tremor hebat.
Aku akan mati.
Sosok yang kukira telah bersumpah akan menyelamatkanku dengan mencintaiku ini hanya bungkam. Pemuda tinggi itu bangkit berdiri. Dari bawah sini, dia terlihat begitu mengintimidasi. Mata hitamnya bak terowingan gulita.
Dia... menyeramkan.
Dia asing. Seperti bukan Kim Taehyung.
Sepersekian sekon singkat, Taehyung langsung memakaikan seluruh pakaianku secara paksa, mengunci pintu dan mengeraskan speaker yang mengalunkan Blossom Blue milik Lake-of -Tears sebagai peredam rintihan. Berbalut sarung tangan, jemariku yang mendingin digenggam erat-erat. Lalu pada ruasnya, Taehyung menyelipkan pulpen bertinta biru—yang sudah disiapkannya entah sejak kapan.
"Kau sedang apa?" lirihku lemah, nyaris tidak terdengar di sela-sela muntahan darah yang terus mengucur tak kenal henti. "Bawa aku ke rumah sakit."
Lagi-lagi, pria itu menarik dua ujung bibir. Apatis. Horor. Membuatku ketakutan setengah mati.
Dia iblis.
Sekali lagi, Taehyung melumat bibirku, sama sekali tidak jijik meski darahku menempel di philtrum—malah, ia menjilati sudut bibirnya! Iblis sinting. Perpaduan suara dan belaian lembut itu mengakibatkan bulu kudukku meremang. Keteduhan palsu dalam netranya membuatku dihantui teror. Kepalaku seperti terhantam beton saat rambutku dijambak. "Dengar baik."
"Miyawaki Sakura mencintaimu."
Omong kosong!
"Dia lesbian."
"Sakura-chan menolakku karenamu." Kilat matanya seriusㅡtiada dusta.
Taehyung membelai rahangku, menatap iba bercampur sinis. Seiring denyut nadi melemah, sulit kulihat seperti apa wajah bajingan ini saat tubuhku dihempasnya brutal.
"Berkatmu, aku terlahir kembali. Barangkali kamulah sakura-ku yang sebenarnya, 'kan?"
Sekarang dia terkikik sinting. Persetan.
Keparat ini menipuku! Memperalatku! Dan kini membunuhku! Oh, Tuhan! Seandainya kusimpan nomor Ishihara-san!
Taehyung membersihkan diri dengan aliran air keran, melangkahi fisikku yang tergolek lemah, kemudian mengunci kamar mandi dalam satu gerakan santai. Menyeringai, "Sayo~nara*."
Seharusnya kaca transparan membuatku bisa melihat punggungnya yang tanpa belas kasihan menelantarkanku, tapi... yang kulihat sekarang hanyalahㅡAh, tamat sudah.
Jiwaku seperti akan melayang. Semuanya menjadi benar-benar gelap.
Kekalahan absolutㅡaku mati. []
____________________________________________
FOOTNOTE:
*Gwaenchanha-yo? ㅡ Kau tidak apa-apa? (Korean)
*Daijobu? — Apa kau baik-baik saja?
*Sayonara — Selamat tinggal
____________________________________________
to be continued.
A/N: I think this is predictable though. Atau ada yang gagal menebak?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro