Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Episode 3

Aku mengiriminya pesan teks. Ya, percakapan kami, aku yang memulainya pertama kali tanpa tahu diri.

Aku tidak terlalu ingat apa saja hal yang ada dalam pesan teks yang kukirimkan padanya atau pesan dalam gelembung chat yang dia balas padaku, tapi aku ingat memintanya menyimpan kontakku.

Ah, aku teringat sesuatu. Ponsel, benar, mengenai ponsel, aku masih mengenakan ponsel yang sama dengan ibuku. Aku belum memiliki ponsel saat kali pertama aku mengirimkan gelembung pesan padanya.

Pesan teks, gelembung chat, awalnya kupikir awal yang baik untuk kami menjadi teman. Ya, seharusnya begitu, bukan? Benar, seharusnya begitu.

Dia orang yang ramah sesuai dugaanku. Dia menjawab chatku dengan baik meski aku terlihat jelas membuat-buat percakapan. Entahlah, saat kupikirkan kembali tentang apa yang kulakukan saat itu, aku sangat yakin dia begitu terganggu dengan kehadiranku dalam hidupnya.

Bodohnya aku, aku terlambat menyadari bahwa perilakuku begitu memuakkan bagi orang lain. Saat itu entah aku begitu naif atau bodoh, yang jelas hal yang kuinginkan darinya hanyalah menjadi teman. Teman dekat.

Percakapan yang kuingat dengannya bisa terhitung jari. Atau tepatnya, berapa kali kami mengobrol bisa dikira tanpa susah payah.

Beberapa percakapan yang kuingat salah satunya saat aku memintanya menjelaskan soal PR Bahasa Inggris. Membuat percakapan bahasa Inggris, tepatnya.

Ah, aku tidak separah itu dalam pelajaran bahasa Inggris di kala itu. Aku mengerti, atau sebenarnya aku sangat mengerti. Maksudku, bahkan saat SD dulu aku bisa menerjemahkan percakapan bahasa Arab. Membuat percakapan bahasa Inggris sederhana, kurasa tidak akan sulit.

Tapi aku tetap menanyakan soal PR itu padanya. Diriku seakan berkata sembari melambai heboh ke arahnya, "Hey, kau, kemari! Lihat aku! Aku ingin jadi temanmu!"

Freak, cringe. Apalagi? Mungkin itu yang kalian pikirkan tentangku. Tak apa. Aku pun begitu. Bahkan menurutku jauh lebih buruk.

Kenapa aku begitu konyol dan bodoh? Tidak tahu diri. Bagaimana mungkin aku membuat-buat seperti itu hanya untuk menarik perhatiannya?

Aku menyadarinya sekarang. Perlahan, saat itu aku mulai melepas paksa rantai yang mengikatku, menyayat cap yang ada pada diriku, tanpa peduli bahwa itu akan begitu menyakitkan dan tanpa peduli bahwa itu membuat cakar-cakar si*lan itu akan mencabikku hingga akar.

Tama 7C
________________________________________

Itu PR Bahasa Inggris gimana, e?

Yagitu. Dibuat percakapan.

Kamu gimana? Boleh liat gak?

Yo sek.

*send pict*

Pft- Cupang?

Aku ingat, saat itu aku mengomentari nama asal yang ia berikan pada tokoh dialognya.

Hoo.

Aku seakan tak peduli peringatan yang boleh jadi telah diteriakkan begitu lantang dalam diriku. Aku tidak mendengarnya. Aku tanpa merasa harus meminta maaf atau menyesal mulai melewati batas peranku, bahkan membiarkan kulit bekas cap cameo itu menampakkan otot tubuh dan mengucurkan darah segar selepas kusayat paksa untuk menghilangkannya.

Cap cameo itu hilang?

Haha, kau bercanda? Cap itu kan cap permanen. Bahkan hingga otot tubuhpun menampilkan ukiran jelek cap itu.

Ya, aku menyadarinya sekarang. Peran tak mungkin bisa kuubah. Aku tak seharusnya memutus tali peranku sembarangan.

Tapi kini aku tahu.. meski aku melakukannya tanpa tahu apa-apa, meski hanya kulakukan sekali saja, dan meski aku hanya melanggarnya satu hasta saja, hukuman yang kuterima tak ada ubahnya dengan menyiksa diriku sendiri.

Setiap peran memiliki aturannya, setiap peran memiliki jalannya. Setiap peran seharusnya dilaksanakan layaknya planet di alam semesta, yang setiap planetnya telah diciptakan hanya untuk melintas pada orbitnya masing-masing, tanpa meleset, tanpa tergelincir. Tokoh sepatutnya tidak berontak, tidak penasaran, terlebih hingga mencicipi daerah diluar garis peran, ataupun berusaha mengganti paksa garis itu.

Memutus dan menghilangkan tanda peran yang sudah terukir permanen dalam diri, adalah tindakan yang mengerikan. Jika saja hal itu terjadi, jika saja seorang pemeran melakukannya dengan, dan, atau tanpa rasa takut, maka di sana lah hukum alam akan bekerja, sekeliling akan bicara.

Kisah ini diitulis berdasar pada pengalaman bodoh, dan pengalaman yang hebat pula. Kesalahan masa lalu, dan pemikiran negatif yang menjadi sektor sekaligus landasan utamanya. Kisah ini menceritakan tentang seorang tokoh drama kehidupan, yang diceritakan melalui satu bingkai kacamata sempit seorang tokoh sampingan.

Seorang tokoh yang memutus tali perannya, melanggar garis orbitnya, melepas paksa rantai pengendalinya.

Ah, benar, kisah ini juga tentang rasa yang tak seharusnya ada. Kisah tentang seorang cameo yang tanpa sadar diri ingin menjadi seorang putri, dengan pangeran berkuda putih yang akan datang meminangnya.

Aku, benar, aku Liela, dan kini aku sadar, akulah pemeran kurang ajar yang tanpa tahu diri melanggar aturan peran tak tertulis drama kehidupan itu. Aturan yang telah tertancap dalam bagai akar pohon ribuan tahun yang menghujam tanah, kuat kokoh bagai tembok beton, dan mengerikan dan berbahaya layaknya ular tanpa pawang.

Bodoh, tidak tahu diri, apa lagi? Kalian berhak mengatakan apapun.

Tokoh yang dimaksud, pemeran yang dijelaskan sejak awal bab prolog, tokoh itu tak lain dan tak bukan adalah aku, Liela.

▪¤▪¤▪¤▪

"Jika ada penghargaan tokoh terburuk dan terbodoh dalam drama kehidupan, maka mungkin akulah juara yang akan dapat emasnya." - Liela, No One Admires

-To Be Continued-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro