Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ch. 3 - Berbincang

"Mitsuki-kun! Aku sudah menunggumu sejak tadi."

Maehara langsung disambut dengan hangat oleh Amamiya Yumi, ibu dari Rei.

Mengabaikan tingkah ibunya, Rei berjalan santai masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Maehara di luar. Dengan perasaan aneh yang mengelilingi dirinya Maehara berjalan masuk ke dalam rumah Amamiya.

"Aku ingin mengganti pakaianku terlebih dahulu, tunggu sebentar ya." Rei berjalan menaiki tangga menuju ke kamarnya.

"Sambil menunggu Rei, bagaimana kalau kita berbincang terlebih dahulu?"

Mau tidak mau dia menerima ajakan dari Yumi. Kini mereka sedang duduk berhadapan antara satu sama lain. Maehara merasa gugup melihat orang tua dari pacarnya yang berada di hadapannya. Dia tidak tau apa yang akan dikatakan oleh Yumi kepadanya.

"Baiklah, Mitsuki-kun. Pertanyaan pertama, sudah berapa lama kau berpacaran dengan Rei?"

Maehara hanya bisa kebingungan melihat perubahan sifat dari yang biasa ia tunjukkan. Berbeda dari Yumi yang riang dan ceria kali ini ia berbicara dengan nada yang serius dan tegas.

"S-sudah lebih dari seminggu. Mungkin baru dua minggu." Maehara menjawab pertanyaan itu dengan jujur.

"Kenapa kau mau berpacaran dengan Rei? Selain karena kecantikannya."

"Dia orang yang jujur. Kalau dia merasa salah, dia langsung meminta maaf. Selain itu dia juga gadis yang baik. Barusan saja aku gugup untuk mausk tapi dia masuk dan menunjukkan kepadaku kalau tidak ada yang perlu ditakutkan."

Yumi terlihat mengeluarkan senyuman setekah mendengar jawaban dari Maehara. Bukan hanya jawaban yang biasa melainkan sebuah jawaban dari dalam hati Maehara.

"Rasanya aku menjadi senang." Yumi menjeda omongannya. "Rei, anak itu, dia tidak pernah membawa teman ke rumah. Jadi aku sangat ketika melihatmu bersamanya."

Maehara hanya terdiam berusaha menjadi pendengar yang baik.

"Bukan hanya seorang temen tapi siapa sangka dia membawa pacarnya." Maehara hanya bisa tersenyum kecil mendengarnya. "Sejak dia masuk SMP, hanya ada kami bertiga saja. Aku, Rei, dan adik perempuannya. Rasanya menyakitkan melihatnya sendirian tanpa memiliki teman. Tapi sekarang dia punya pacar yang ia percaya. Mungkin ini terlalu cepat tapi mohon jaga Rei dengan baik." Yumi menundukkan kepalanya menunjukkan ketulusannya menyerahkan Rei pada Maehara.

"Tidak perlu khawatir, aku akan menjaganya. Aku mungkin bukan siapa-siapa tapi aku akan menepati perkataanku."

'Tunggu itu tadi sedikit memalukan.'

Maehara berakhir mengucapkan beberapa hal yang sedikit memalukan. Wajahnya bahkan berubah kemerahan setelah dia sadar mengenai hal yang baru saja dia katakan. Itu secara tidak langsung adalah sebuah pengakuan untuk melamar Rei.

"Aku senang Rei memiliki pacar sepertimu. Apa kau mendengar itu, Rei?"

"Ha? Aku tidak mendengar apa yang kalian bicarakan." Rei datang sambil berjalan menuruni tangga. Setelah cukup dekat, Rei langsung mencengkram lengan Maehara dan menariknya. "Ayo kau ikut denganku ke kamar."

"Ara, jangan lupa pakai pengaman ya."

"Kami tidak melakukan hal itu!" Rei dengan cepat membalas candaan ibunya.

Mau tak mau, Maehara yang diseret hanya bisa mengikuti Rei menuju ke kamarnya. Yumi hanya bisa tertawa kecil setelah menggoda anak perempuannya itu.

'Jadi ini kamarnya Rei. Terlihat seperti kamar biasa pada umumnya.' Maehara melihat ke sekeliling begitu ia samlai di kamar Rei.

"Apa ada yang salah dengan kamarku?" tanya Rei yang risih melihat kamarnya diamati Maehara.

"T-tidak. Bukan apa-apa."

Maehara terdiam. Rei juga terdiam. Mereka berdua duduk di atas kasur namun tidak ada satupun dari mereka yang berbicara. Mereka berdua terdiam seolah telah menjadi patung, bahkan keduanya tidaj ada bergerak sedikitpun.

"Um, kenapa kau membawaku ke sini."

"... Bukan apa-apa," jawab Rei sambil memalingkan pandangannya dari Maehara. Tentunya tingkah Rei yang aneh ini membuat Maehara menjadi bingung. Ini pertama kalinya dia melihat Rei bertingkah seperti ini.

"Apa terjadi sesuatu?" Bukannya menjawab, Rei justru membaringkan tubuhnya dan menutup dirinya dengan selimut. Kelakuannya ini membuat Maehara terdiam dalam kebingungan.

'Apa aku ada melakukan kesalahan? Memangnya apa saja yang telah aku lakukan?'

"... Nanami Anna." Suara Rei sedikit pelan karena tertutup selimut.

"Hm? Ada apa dengannya?"

"Kudengar kau dekat dengannya."

Maehara terdiam sejenak memikirkan jawaban untuk pertanyaan itu.

"Yah bisa dibilang aku cukup dekat dengannya. Apa ada masalah dengan Anna?"

"... Anna?"

"Ah, dia teman masa kecilku, jadi aju terbiasa memanggilnya seperti itu."

"Kau memanggilnya dengan nama depannya?" Kali ini suara Rei terdengar semakin keras.

"Hei ada apa denganmu? Buka selimutnya." Maehara mencoba menarik selimutnya.

"Tidak mau!" seru Rei sambil mempertahankan rumah selimut miliknya.

"Kalau begitu katakan kepadaku, ada masalah apa?"

"... Aku ada pertanyaan."

"Apa itu?"

"Rambut panjang atau rambut pendek?"

Pertanyaan yang simpel. Bahkan Maehara tidak perlu berpikir lama untuk bisa menjawab pertanyaan itu.

"Tentu saja rambut panjang," jawabnya dengan percaya diri.

'Aku lebih suka rambutku panjang daripada pendek sih. Kalau aku menjawab pendek, nanti dia ingin aku memotong rambutku.' Itulah yang dipikirkan oleh Maehara.

Rei keluar dari selimutnya dan melihat ke arah Maehara dengan memasang wajah datarnya. Maehara sedikit tersenyum akhirnya si putri selimut keluar dari cangkangnya.

"Kau serius menjawab itu?" Pandamgan mata Rei menatap Maehara, menembus sela-sela rambut yang menutupi wajahnya.

"Aku jarang bercanda, jadi itu serius."

"Kalau begitu, kau harus memegang kata-katamu." Mendengar hal itu Maehara hanya bisa tersenyum masam dan merasa sedikit menyesal karena menjawab dengan spontan begitu saja.

"Lalu, ada hal lain yang ingin kau tanyakan?"

"Maegami-kun, kau lebih suka game yang mana?" Rei menunjukkan dua buah game pada Maehara.

"Kalau aku memotong poniku, apa kau tetap memanggilku 'Maegami-kun'?" Maehara bertanya sambil memilih game yang ingin dia mainkan.

Rei terdiam sejenak lalu menghadap ke arah Maehara dan tersenyum. "Kalau kau memotong rambutmu akan kubuat kau botak." Senyumannya bukanlah senyuman biasa.

"B-baik."

"Omong-omong mau taruhan?" tanya Rei sambil memberikan konsol kepada Maehara.

"Aku tidak masalah, tapi apa kau yakin? Aku ini lumayan jago."

"Jangan remehkan diriku. Untuk taruhannya, yang menang bebas memerintah yang kalah. Bagaimana?"

"Baiklah."

Mereka berdua mulai bermain sebuah game balapan dengan rintangan dan item dalam permainan itu.

Rei yang awalnya memimpin semakin kehilangan semangatnya sampai akhirnya Maehara memenangkan pertandingan itu.

"Jadi, aku bebas menyuruhmu 'kan?" Maehara menoleh ke arah Rei namun gadis itu memalingkan pandangannya.

'Rasanya aku ingin mengerjainya.'

"Ah jadi kau tidak mau menerima kekalahnmu? Begitu rupanya. Pantas saja kau hanya diam dari tadi."

"Baiklah! Apa permintaanmu?!" Rei sedikit bersuara sambil berbalik menghadap ke arah Maehara.

Maehara hanya terdiam sambil membentangkan tangannya. Rei ingat kalau itu posisi yang sama seperti kemarin. Dengan merasa malu, Rei mendekat ke arah Maehara dan memeluknya dengan wajah kemerahan.

"A-aku hanya bercanda! A-aku tidak menyangka kau akan melakukannya!"

"H-hah?! Hei, apa maksudmu?!"

"Ara, sepertinya kalian sangat akrab ya?" Yumi tiba-tiba muncul dan melihat mereka berdua berpelukan dari balik pintu.

"Ini tidak seperti yang ibu pikirkan!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro