Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

👒 ANTARIKSA 5 👒

"Hai, Bidadari. Pangeran sudah siap untuk mengantarkanmu kembali ke istana, mari ...," ucap Gerry menunduk di depan Nirmala dengan tangan kanan terulur ke depan, sedangkan tangan kiri ia letakkan dibalik punggung. Layaknya seorang pelayan kerajaan.

Nirmala yang sudah bersiap untuk pulang, harus tertahan dengan kehadiran Gerry, untung saja Melody masih bersamanya. Gadis berkulit putih itu memohon pada Melody melalui tatapan mata untuk menolongnya dari Gerry.

"Mohon maaf, Pangeran. Nirmala akan pulang ke gubuk saya untuk menyelesaikan tugas Matematika. Kami permisi, Pangeran." Melody segera menarik Nirmala dari hadapan Gerry. Ia harus berbohong demi melepaskan Nirmala. Semoga kebohongannya kali ini tidak membuat hidung indahnya memanjang.

Gerry menegakkan badan sambil berkacak pinggang. "Dasar, Odet! Gue kutuk lo jadi tokek. Gangguin aja," decak Gerry meninggalkan koridor kelas akselerasi dengan hati kecewa.

***

"Aku turun di pertigaan depan, Pak!" kata Nirmala pada sopir Melody.

"Baik, Non."

"Eh, nggak bisa dong. Enak aja," tolak Melody menghadap Nirmala. "Katanya lo mau ke rumah gue?"

"Tadi lo yang ngomong, bukan gue. Turunin gue di sini aja. Rumah kita itu beda arah, kapan-kapan gue pasti main ke rumah lo, kok," pinta Nirmala.

Melody menghela napas. "Nggak usah turun juga, Nirmala. Gue anter sampai rumah lo."

"Tapi, Mel ...."

"Di mana alamatnya?"

"Jalan Hasanuddin nomer dua belas," jawab Nirmala akhirnya. Gadis itu sudah paham dengan sifat keras kepala teman barunya itu, daripada melawan lebih baik mengalah.

Melody mengatakan pada sopir untuk mengantarkan Nirmala terlebih dahulu. "Kenapa lo tadi nolak ajakan Kak Gerry? Kan lumayan, La?" tanya Melody penasaran.

"Nggak apa-apa, Mel. Apa untungnya juga gue bareng dia? Daripada ngobrol nggak jelas, mending sebutkan tabel Trigonometri. Udah hapal, 'kan?"

Gue nggak mau cari malasah, Mel, batin Nirmala.

Melody menarik badannya agar bisa bersandar pada jok mobil, mulutnya bergerak seolah mengunyah makanan meski sebenarnya tidak ada apa pun yang ia makan. Gadis itu harus siaga empat lima jika berada di samping Nirmala, temannya yang satu ini sedikit berbahaya.

****

Angin pagi masih terasa menembus tulang saat sepasang ibu dan anak sudah sibuk di dapur. Terdengar hanya terjadi beberapa kali percakapan antara mereka, selebihnya diisi dengan suara pengajian dari televisi.

"Ayah sudah berangkat, Bu?" tanya Nirmala tepat saat televisi menampilkan iklan shampo.

Toni—ayah Nirmala—bekerja sebagai pengemudi ojek online selalu menyempatkan waktu untuk pulang, bukan pekerja dua puluh empat jam nonstop tanpa menginjakkan kaki di rumah. Toni sangat menyayangi keluarga, dengan melihat senyuman dari istri serta putrinya saja sudah cukup memberi semangat untuk bekerja.

"Belum, mungkin ada di taman, lagi ngecek tanaman," jawab Nuri—ibu Nirmala—sambil menuangkan adonan puding terakhir.

Nirmala mencuci perkakas kue yang sudah dipakai dan menata lagi ke tempatnya. Sedangkan Nuri beranjak menyiapkan hidangan untuk mereka sarapan.

"Ada pelanggan baru, La. Nanti ibu kasih alamatnya. Katanya mau jadi langganan tetap kita, setiap hari Minggu pesan satu box, sekalian buat dibawa ke rumah orang tuanya." Nuri berkata sambil menata sarapan di atas meja makan.

Nirmala mendekat pada ibunya dengan senyuman lebar. "Alhamdulillah, ya, Bu. Pelanggan Ibu makin banyak," katanya bahagia.

"Iya, Sayang. Ibu juga bersyukur punya anak sebaik kamu," ucap Nuri dengan mencubit kedua pipi Nirmala lalu memeluknya. "Makasih, Sayang. Kamu udah jadi anak terbaik buat Ibu. Sejak kecil, kamu nggak pernah nyusahin Ibu sama ayah. Maaf, jika selama ini kamu belum pernah merasakan bahagia. Kalau kamu butuh apa-apa atau pengin beli apa gitu, bilang aja sama Ibu, ya?" Nuri melepas pelukannya lalu menangkup wajah Nirmala dengan mata memerah.

Bibir Nirmala tersenyum, kedua tangannya menggenggam tangan ibunya menjadi satu. "Ibu ngomong apa, sih? Selama ini Mala udah bahagia. Mala juga nggak perlu sesuatu. Ibu nggak usah berlebihan kayak gitu, deh, yang penting itu, Ibu sama Ayah selalu jaga kesehatan. Kalau capek, istirahat. Jangan dipaksain terus," terang Nirmala.

"Wah, Ayah telat ya? Jadi nggak bisa ikut peluk-pelukkan." Suara Toni membuat Nirmala dan ibunya melepas pandangan serta genggaman tangan. Nuri mengambil piring untuk segera memulai ritual sarapan.

Nirmala terkekeh, lalu menjawab ucapan Toni. "Apaan, sih, Yah? Emangnya teletubbis main peluk-pelukkan?"

****

Nirmala telah selesai mengantarkan semua pesanan sang ibu, ia mengayuh sepeda sembari menghirup udara pagi yang segar. Mengelilingi taman kota yang dipenuhi dengan beragam manusia. Ada yang jogging, sekadar jalan santai atau berkumpul bersama orang terdekat. Jangan lupakan dengan para penjual makanan dan mainan anak-anak yang selalu memenuhi tempat itu setiap hari Minggu.

Kedua mata gadis itu tertarik dengan pemandangan yang berada di sudut taman kota, sebuah keluarga dengan putri kecil berada di tengah. Mereka tampak bahagia, terdengar dari tawa yang mereka timbulkan. Nirmala pernah di masa itu, menghabiskan waktu bersama kedua orang tuanya di akhir pekan.

Suara benturan membuat Nirmala mengalihkan pandangan, bahkan mata itu terpejam bersamaan dengan pantat yang mencium aspal.

"Lo nggak apa-apa?" tanya seseorang yang tidak asing bagi Nirmala.

Gadis itu membuka mata, menatap Damar sambil nyengir, tidak lumayan sakit karena memang ia melajukan sepedanya pelan. Namun, ia merasa malu sebab menjadi tontonan beberapa pasang mata.

"Mala!" tegur Damar lagi yang tadi Nirmala acuhkan. "Mana yang sakit?" tambahnya.

"Nggak, nggak ada yang sakit," jawab Nirmala kikuk seraya berdiri dengan bantuan Damar. Lalu, pria itu membantu menegakkan sepeda Nirmala yang tergeletak melintang di tengah jalan.

Damar meneliti tubuh Nirmala, lalu bertanya untuk kembali memastikan. "Beneran nggak ada yang sakit?"

"Damar sayang ...," panggil seseorang dengan suara sangat lembut, menyela suara Nirmala yang hendak menjawab pertanyaan Damar.

Damar berbalik dan segera menghampirinya. "Lo ngapain duduk di tempat sampah, sih, Kak? Udah tahu juga tempatnya kuman," omel Damar seraya menarik tubuh mungil yang sudah hampir tenggelam itu dari tempat sampah.

"Kok lo nyalahin gue, sih? Bukannya nolongin korban, malah bantuin pelaku penabrakan. Baju gue jadi kotor, nih," keluh Jasmin yang menatap jijik pada pakaian bagian belakang.

"Maaf, Kak. Aku nggak sengaja, tadi lagi nggak fokus sama jalanan." Nirmala menghampiri Jasmin dan Damar dengan wajah memerah, rasa malu serta takut menjadi satu.

Jasmin berdecak. "Lain kali hati-hati. Untung bukan motor yang lo pakai, bisa langsung terbang gue," ujarnya.

"Biar aku bersihin, Kak," tawar Nirmala yang langsung ditolak Jasmin.

"Nggak usah. Habis ini gue harus mandi kembang tujuh warna."

"Lo dari mana?" Damar bertanya pada Nirmala, mengacuhkan Jasmin yang masih mengomel tidak jelas.

Nirmala menghela napas, menatap Jasmin lalu menjawab pertanyaan Damar. "Nganterin orderan Ibu. Sekali lagi, aku minta maaf," katanya.

"Udah, nggak usah bolak-balik minta maaf. Kita juga salah, karena asyik bercanda sampai nggak liat jalanan," adu Damar.

Tadi memang Damar sedang mendengarkan cerita Jasmin, sampai lupa kalau mereka berjalan bukan di trotoar.

"Udah, ah, balik yuk, Mar!" Jasmin menarik Damar untuk segera pulang sebelum kuman menyebar ke seluruh tubuhnya.

"Gue duluan, ya? Kalau ada apa-apa, hubungi gue!" seru Damar.

Nirmala tersenyum lalu mengangguk samar. Damar sudah tidak melihatnya lagi karena tarikan Jasmin yang lumayan kuat, padahal kakaknya itu berbadan kecil.

Gadis itu menaiki sepeda dan melanjutkan mengayuh agar segera sampai di rumah.

👒👒👒👒👒👒👒👒👒👒👒

Happy weekend
Terima kasih sudah singgah

Follow dan tinggalin vomen

Kiss miss for you💋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro