Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

👒 ANTARIKSA 4 👒



Sepasang kaki melangkah memasuki lift yang lengang, tubuhnya merapat ke dinding lift. Bibir itu terus melengkung ke atas kepada setiap wajah yang memandangnya.

Percayalah, setiap mata yang melihat anak akselerasi, mereka akan merasa rendah. Kelas akselerasi selalu menjadi idaman para siswa, karena selalu mendapat nilai terbaik, terkenal dengan kutu buku, tidak suka bergaul. Mereka selalu beranggapan bahwa akselerasi adalah kelas istimewa. Namun, yang sebenarnya terjadi adalah murid akselerasi tidak memiliki banyak waktu bermain.

Denting berbunyi, menandakan lift sudah sampai tujuannya, lantai tiga. Usai bel istirahat berdering, seperti pada sekolah lainnya, semua siswa berlomba berlarian menuju tempat paling istimewa dan terfavorit yang ada di setiap sekolah. Namun, tidak dengan Nirmala, dia menghindari kantin saat istirahat pertama, sebab tempat itu akan berubah menjadi lautan manusia dengan berbagai suara. Gadis itu lebih memilih perpustakaan untuk menambah wawasan yang tidak akan pernah ada habisnya. Menguras sumur ilmu yang tidak akan pernah mengering.

Perpustakaan Antariksa memiliki ruang yang cukup besar dibanding sekolah lain. Selain buku pelajaran yang lengkap, di sana juga menyediakan berbagai macam kamus bahasa, ensiklopedi, biografi, novel, majalah yang selalu up to date, kliping, serta alat peraga berupa globe, peta, dan masih banyak lagi.

Baru beberapa langkah keluar dari benda persegi dari besi itu, tangan Nirmala diseret kuat oleh seorang perempuan. Nirmala terkejut, badannya tidak siap hingga hampir terjatuh saat perempuan itu menarik dan meremas erat pergelangan tangannya. "Eh? Apa-apaan ini? Siapa lo?" tekan Nirmala saat mulai merasakan sakit di pergelangan tangannya.

Perempuan tadi terus menarik Nirmala seolah tidak mendengar rintihan gadis itu, membawanya masuk ke dalam ruangan yang Nirmala tahu sebagai tangga darurat.

"Lo dengerin gue baik-baik, ya!"

Nirmala masih bingung, tidak tahu sebabnya ia tiba-tiba ditarik dan dibawa ke tempat ini. Ia juga tidak mengenali wajah di hadapannya. Pandangannya tertuju pada lengan kiri perempuan itu. Badge kelas berwarna biru, menandakan bahwa dia siswi kelas sebelas. "Sori ya, tapi maksud Kakak apa narik-narik gue ke sini?" tanya Nirmala setelah tahu jika dia adalah seorang kakak kelas.

Perempuan di depannya membuang napas kasar. "Ara, teman sekelas Gerry dan cuma gue satu-satunya orang yang berhak dapetin Gerry. Seorang pun nggak ada yang bisa memiliki Gerry, cuma gue. Gerry-cuma-milik-gue," ucap Mutiara geram. Terlebih lagi saat melihat senyuman yang masih terbit di wajah Nirmala.

"Maaf, Kak. Hubungannya Gerry sama gue apa? Gue nggak ada hubungan apa-apa sama dia, kenal juga baru. Gue juga nggak ada niat buat deketin dia, Kak. Kak Ara mungkin salah orang," bantah Nirmala pelan.

Tangan Ara panas ingin menyentuh kulit putih Nirmala, tapi tidak sekarang. Ara harus menahan emosi. "Gue harap ini jadi pertama dan terakhir gue ketemu sama lo. Gue ingetin lagi dan jangan pernah lo lupain. Gerry cuma milik gue. Ingat itu!"

Ara melangkah menuju pintu keluar, kakinya berhenti saat tangannya menyentuh kenop pintu, ia berbalik lalu berkata, "Lo juga nggak pantas dekat sama Damar, Jasmin juga. Lo sama mereka nggak sama, bagai lapisan tanah terbawah dengan lapisan langit ketujuh. Sebelum lo kecewa lebih dalam, mending lo mundur." Ara menutup pintu besi–lebih tepatnya membanting–yang menimbulkan gema di ruang kedap suara itu.

Nirmala bersandar pada dinding, senyuman di wajahnya redup. Ucapan Ara benar, lapisan tanah terbawah? Baru saja tadi pagi ia bertemu dengan Jasmin dan kedua adiknya, lalu sekarang ia didatangi oleh makhluk jadi-jadian yang mengakui Gerry sebagai miliknya.

Langkah kaki Nirmala membawanya menuruni anak tangga, gadis itu melupakan tujuannya yang ingin menuju sumur ilmu. Lapisan tanah terbawah? Pertanyaan itu terus terngiang untuk dirinya sendiri.

Salahkah aku mengenal mereka? Salahkah aku berada di sini? gumam Nirmala.

"Ingat, Nirmala, lo di sini buat belajar. Nggak usah mikirin yang lain. Oke! Semangat, Nirmala. Fokus!" ucap Nirmala tepat di depan pintu keluar di lantai dua, kembali ke kelas merupakan pilihannya kali ini.

👒👒👒👒👒👒👒

"Tumben udah balik? Biasanya lo betah di sana." Melody bertanya sambil menarik kursinya agar bisa berdekatan dengan Nirmala, tak lupa ia meletakkan satu kantong plastik kecil yang berisi beberapa cup puding. "Kalau tau lo diam di kelas, mending tadi ikut gue ke kantin. Rebutan makanan tuh, suatu hal yang paling indah. Nih, makan dulu!" Melody menyodorkan satu puding susu lapis pada Nirmala.

Nirmala menutup buku paket Fisika, lalu menerima puding dari Melody. "Pengin aja, kangen juga sama lo. Makasih, ya," ucapnya.

Melody hanya terkekeh karena mulutnya masih menikmati puding favoritnya. "Ternyata lo bisa ngomong kangen juga, ya, La? Gue kira lo cuma hafal logaritma sama pythagoras," ungkapnya yang lebih sering melihat Nirmala menghabiskan waktu dengan membaca buku daripada bersenda gurau.

"Aneh, ya, kalau gue ngomong kangen?" Melody menoleh lalu mengangguk. "Kalau gue di sini, aneh juga?" tanyanya lagi menunduk sambil mengaduk puding.

"Lo ngomong apaan, sih?" tukas Ody cepat.

"Salah, ya, gue sekolah di sini? Gue ...."

"Nggak ada yang salah, Mala," tolak Melody atas pertanyaan sahabat barunya itu. "Lo nggak pernah salah ada di sini, tapi ini memang udah jalan lo. Kita juga nggak perlu marah karena sudah terlahir di dunia, lo lahir dari keluarga sederhana yang penuh kebahagiaan lalu gue lahir dari keluarga yang berada tapi tidak pernah merasakan hangatnya kebahagiaan sama mereka. Semua sudah ada porsinya. Gue juga nggak pernah minta buat jadi orang kaya, tapi yang jelas gue nggak pernah nyesel kenal dan bisa jadi temen lo," papar Melody kesal.

Senyuman kembali terukir di wajah Nirmala, meski hatinya masih saja bergemuruh, namun ucapan sahabatnya sedikit memberi ketenangan. "Thanks, lo udah mau jadi temen gue."

Melody duduk tegak menghadap Nirmala, meraup oksigen lebih banyak untuk kembali berkata panjang. "Gue nggak mau denger lo ngomong gitu lagi. Semua pasti punya masalah dan semua akan ada jalan keluarnya. Lo harus tahu, gue nggak pernah nyesel jadi temen lo, nggak peduli lo anak siapa, gimana keluarga lo. Gue nggak peduli, Mala."

Kepala Melody berputar saat ada yang menepuk pundaknya, menghentikan nasihat warisan emak pada Nirmala.

"Belajar buat drama, ya?"

"Setan!"

"Astaghfirullahal 'adzim. Bacain doa, Sa! Ada sesuatu di tubuh Melody, kita harus bergerak cepat," suruh Damar pada Aksa.

Layaknya mengusir makhluk astral, Damar memegang kedua bahu Melody sedangkan satu tangan Aksa memegang kepala gadis itu dengan mulut berkomat-kamit, membaca mantra ala mbah dukun. Melody bedesis sambil meronta.

"Buruan, Sa! Sebelum mereka betah dan tidak mau pergi dari badan Melody," seru Damar yang menarik perhatian dari teman lainnya. Nirmala hanya diam tanpa berani menolong Melody. Melihat Damar, mengingatkannya pada ucapan Ara yang masih menggema di kepalanya.

"Bangsat! Lepasin gue!" seru Melody.

"Melody kenapa, Mar?" tanya seorang siswi yang baru memasuki kelas.

"Dia beneran kesurupan, Sa?" tanya siswa lain.

"Perlu gue dipanggilin guru?" tawar sang ketua kelas.

"Gue bantuin, ya?"

"Lo ikutan, habis itu badan lo yang gue potong-potong buat gue bakar. Lepasin gue!" bentak Melody saat melihat Mail ingin menyentuh anggota tubuhnya yang lain. Gadis manis itu tidak mau Mail tertular virus Aksa dan Damar yang tidak pernah lelah untuk mengganggunya.

"Sialan!" Melody mengumpat seraya meraih buku paket Fisika milik Nirmala untuk memukuli kepala Aksa dan Damar secara bergantian. "Lo kira gue kerasukan? Pergi kalian dari hadapan gue!" Damar dan Aksa segera menyelamatkan diri saat Melody terlepas, yang lain juga kembali ke tempat duduk masing-masing saat melihat tawa Damar dan Aksa menggelegar.

"Lo nggak apa-apa, Mel?" tanya Mail yang masih terlihat khawatir.

"Apa lo? Mau gue cincang beneran badan lo? Sini!" berang Melody pada Mail.

"Udahlah, Mel. Nggak enak didengerin kelas lain," tegur Nirmala yang membuat tubuh Ody langsung terhempas di kursi.

"Lo tadi kok diem aja sih, La? Kenapa nggak nolongin gue dari mereka?" tanya Melody dengan suara bergetar. "Gue kaget lihat wajah Damar yang tiba-tiba di depan gue. Bener-bener tuh bocah!"

"Biasa ajalah, nggak usah terlalu serius nanggapinya. Namanya juga anak cowok," tukas Nirmala tanpa menatap Melody.

"Mereka benar-benar kelewatan," desis Melody lalu menghabiskan segelas air mineral yang dibelinya tadi.

Nirmala kembali membuka paket Fisika tanpa peduli temannya itu yang masih saja berceloteh dengan pelan.

Jaga jarak aman mulai sekarang, Mala. Itu akan jauh lebih baik.

👒👒👒👒👒👒👒

Jangan lupa follow dan voment ❤️

Selamat hari Minggu
Selamat menjalankan ibadah puasa
Salam sayang dari maknya Nirmala
💋💋💋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro