👒 ANTARIKSA 24 👒
Tahan napas dulu!
****
Nirmala tidak tahu harus melakukan apa, di tengah gelombang pasang manusia yang memenuhi Batu Night Spectacular atau lebih terkenal dengan singkatan BNS itu, ia merasakan sepi. Berdiri dengan pandangan hampa, seperti hatinya yang tak pernah mendapat asupan. Akan tetapi, ucapan Damar di bawah air terjun Coban Rondo tadi pagi masih mendebarkan sisi lain dari potongan hati kecilnya.
Satu sudut bibir Nirmala tertarik tipis, senyuman bahagia karena rasa yang ia miliki tak sia-sia. Derap kaki gadis itu mengikuti langkah Melody yang menggenggam erat tangannya, beriringan bersama rombongan. Namun, wajah itu berubah muram saat teringat dengan kekasih yang tak pernah ada di sisi.
Harapannya untuk menjadikan hari ini sebagai hari ketenangan justru menjadi hari paling menyedihkan bagi Nirmala. Gadis itu juga ingin menghapus semua ingatan tentang Gerry dan Damar. Tidak ada pacaran atau rasa yang membuatnya menggila. Ia ingin kembali hidup normal tanpa semua kisah cinta ini.
"Kalian boleh berpencar, tapi tetap hati-hati dan waspada pada sekitar," pesan Pak Yudi.
Tanpa membuang waktu lagi, mereka langsung membelah diri dengan berkelompok. Namun, masih ada sebagian yang tinggal.
Tubuh Melody berputar. "Gue mau beli minuman dulu, anterin, yuk," ajaknya pada Nirmala.
"Sama yang lain aja, tuh!" Nirmala menunjuk tiga lelaki yang berdiri di pagar besi.
"Sama lo aja. Kalau sama mereka, nanti gue pasti ditinggalin," rajuk Melody, "bentar aja, kok. Ya?" Sepasang matanya berkedip-kedip pada Nirmala.
Gadis itu membuang napas pelan. "Gue udah males jalan, Mel," ucap Nirmala, lalu menarik pelan lengan Melody mendekati tiga sekawan yang fokus melihat Parade Laser Show.
"Mail," panggil Nirmala sedikit keras membuat pemilik nama beserta kedua temannya menoleh, Aksa dan Damar. "Tolong anterin Melody beli minum, nih," pintanya kemudian. Kedua iris gelapnya sempat beradu dengan Damar, tetapi ia segera menghindar.
Tatapan tajam serta dingin milik Mail tertuju pada Melody. "Nggak, gue nggak haus," elak Melody cepat. Padahal tenggorokannya sudah sangat gatal.
"Ya, udah," jawab Mail datar. Ia kembali fokus ke depan, tak peduli dengan kehadiran dua teman gadisnya.
Melody sudah menyumpahi Mail dalam hati, bersiap menendang pantat lelaki yang sedang membeku itu, tapi urung saat Aksa mengajaknya pergi karena ia juga ingin membeli minuman.
Nirmala mengambil tempat di samping Mail, ikut menonton parade lampu laser warna-warni yang bergantian dengan tarian air mancur unik dan menjulang tinggi. Ia tertegun pada pemandangan indah itu, mengalihkan rasa gundah yang terpendam. Sambutan akan kedatangan pertamanya di sini tak akan pernah ia lupakan.
Gadis beriris gelap itu terkesiap dan memekik pelan karena genggaman hangat pada telapak tangannya yang dingin.
"Ikut gue bentar," kata Damar sambil berjalan.
Nirmala menengok pada Mail yang tengah menatapnya dengan alis naik turun. Gadis itu mengernyit pada Mail yang ditinggalkan sendiri di sana. Bola matanya bergulir pada tautan tangannya, lalu ke punggung tegap di depannya. Ia ingin menepis tangan penuh kehangatan itu, tetapi hatinya berkata lain. Nirmala masih membisu saat dua pasang kaki itu sudah menaiki wahana sepeda udara.
"Lo masih marah sama gue?" Damar bersuara dengan kaki mengayuh pelan.
Nirmala melirik sekilas, ia lebih tertarik pada pemandangan malam Kota Batu dari atas sini. "Terus gue harus gimana? Saat gue juga udah tahu kalau lo bohong soal sakitnya Kak Gerry. Kalian sengaja mau mainin gue, 'kan?"
Damar tidak bisa melihat bagaimana wajah cantik Nirmala yang sedang kesal, karena gadis itu bicara menghadap ke samping. Ia membuang napas berat, lalu berujar, "Sorry juga buat itu, tapi Gerry nggak tahu. Dia suka sama lo dan mau jadi pacar lo. Liat respons lo yang negatif, dia udah mau nyerah gitu aja. Dan gue akhirnya bilang gitu sama lo, jadi jangan salahin Gerry."
Gadis itu terkekeh. "Dia emang nggak pernah salah, sekalipun dia malu punya pacar kayak gue, gitu?" Helaan napasnya terdengar oleh Damar yang masih menatapnya pilu. "Dulu, gue nerima dia juga bukan karena cinta, tapi karena alesan busuk lo itu. Gue terjebak. Tapi sekarang gue udah bisa ngerasain rasa cinta yang sebenarnya. Dan itu dari lo, Damar. Gue kagum sama lo, lo selalu ada buat gue, liat wajah lo udah bisa bikin gue tenang. Intinya gue nyaman saat sama lo, itu cinta bukan?"
Terpaan angin malam membelai wajah keduanya dalam keheningan. Damar memalingkan wajahnya ke depan. Dadanya terasa sesak, ia juga punya perasaan, tapi Gerry?
"Kenapa bukan lo aja yang nembak gue?"
Tatapan Damar kembali bertemu dengan Nirmala. "Emang lo mau jadi pacar gue?"
"Mau, kenapa nggak?"
Waktu Damar seakan berhenti, kakinya juga seketika berhenti mengayuh. Lelaki itu tak percaya Nirmala bisa seringan itu menjawabnya. Ia segera tersadar, lalu mengambil tangan kanan gadis itu dan menggenggamnya.
"Bukan gitu, tapi lo punya Gerry, Mala. Gue nggak mau jadi orang ketiga buat kalian. Gerry sayang—"
"Dia nggak pernah sayang sama gue, liat gue aja nggak pernah. Lo suka sama gue, gue juga suka sama lo, kenapa nggak jadian?" Binar memohon Nirmala menyentil jantung Damar.
"Iya, tapi bukan gini caranya. Gue akan nungguin lo sampai lo sendiri, bukan ngerebut lo dari orang lain, apalagi dia adik gue."
Nirmala menarik tangannya dari tempat yang paling ia sukai. "Oke, gue pegang ucapan lo."
*****
Semalam ia terjaga karena Damar dan Gerry. Damar yang menunggu dan Gerry yang tak peduli. Pagi ini, ia duduk sendiri di depan kelasnya, menunggu seseorang yang sudah berhasil membolak-balikkan hati. Tepat jarum panjang di angka sebelas, lelaki itu keluar dari lift dengan seragam masih berantakan.
"Pagi, Kak. Boleh ngomong sebentar?" Sapaan dan ajakan Nirmala membuat lelaki itu heran. Tidak biasanya gadis itu menghampiri.
"Pagi, Sayang. Mau ngomong apa? Kangen, ya?" balasnya dengan senyuman lebar.
Nirmala memutar bola mata dengan manik hitam itu pada sekitar, ada banyak orang tapi tak banyak yang melihat keberadaan sepasang sejoli itu. Gadis itu semakin gugup saat Gerry duduk di sampingnya. Mencoba menatap tepat di sepasang pupil mata itu.
"Maaf, Kak kalau aku lancang, tapi aku udah nggak bisa ngelanjutin hubungan sama Kak Gerry," tutur Nirmala takut.
Gerry tidak langsung menjawab, masih mencoba memaknai arti kalimat Nirmala.
"Maaf, kalau selama ini aku ada salah sama Kak Gerry, makasih juga buat bantuannya sama keluarga aku. Jauh dari itu, aku benar-benar nggak bisa nerusin hubungan nggak jelas ini, Kak."
"Ya, udah kalau itu mau kamu. Kita selesai." Meski terasa berat dengan rasa penasaran pada alasan dari keputusan Nirmala, Gerry melepas gadis cantik itu. "Aku balik ke kelas dulu, bentar lagi mau upacara, kamu baik-baik."
Jantung Nirmala seakan melompat keluar saat Gerry mengusap puncak kepalanya dengan senyuman manis sebelum lelaki itu meninggalkan koridor kelasnya.
"Hah, akhirnya. Tinggal satu lagi," gumam Nirmala lalu masuk menuju kelas untuk persiapan upacara hari Senin. Senyum tak pernah surut saat hatinya sudah mendamba satu nama. Ia akan memilikinya.
******
Alhamdulillah
Wkwkwkkw
Akhirnya 😭😭😭😭😭
Gimana partnya?
Kalian milih siapa?
Damar?
Atau Gerry?
Jangan lupa tinggalin jejak 🥰🥰
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro